Senin, 29 September 2008

Pendidikan

Career Day 2008
















Jangan Salah Pilih Jurusan

Usia 17-18 tahun, saatnya memikirkan masa depan dalam menempuh perziarahan hidup di dunia ini. Sayang sekali bila hidup ini hanya dibuat senang-senang, adakalanya berhenti sejak memikirkan langkah pilihanku nantinya mau ke mana?. Langkah inilah yang harus digali untuk menentukan pilihan kita, dari sinilah SMA Santa Maria, unit Bimbingan Konseling mempunyai gawe dalam membantu siswa-siswi Kelas XII dalam menentukan pilihan, entah itu nantinya kuliah dan ataupun kerja, karena selama ini siswa-siswi disibukkan belajar, les privat, dan berbagai kegiatan yang mereka ikut di luar sekolah.

Ketika ditanya oleh salah satu guru, setelah ini mau melanjutkan ke mana?. Dengan binggung salah satu siswa menjawab saya masih binggung mau kerja atau kuliah. Mendengar jawaban seperti ini membuat prihatin bagi Dini Respati Poerwati, Guru Bimbingan Konseling.

Dari keprihatinan ini, sebagai tugas dan kewajiban peduli dan peka membantu untuk menumbuhkembangkan siswa-siswinya dalam menentukan pilihannya dengan menggelar Talk Show Career Day 2008, Sabtu Pon (27/9) dengan tema, “Merencanakan Karir Masa Depan”, jelas Guru Bimbingan Konseling.

Talk Show Career Day 2008 ini digelar sudah keenam kalinya, di Aula Santa Maria, kali ini Talk Show diikuti ratusan siswa-siswi kelas XII (kelas IPA, IPS, dan Bahasa), wali murid, dan wali kelas XII. Tepat pukul 08.30 WIB, Talk Show ini dimulai dengan doa pembuka yang dipimpin oleh Sr. Agatha Linda Chandra, MBA., OSU, selaku Kepala Satuan Pendidikan SMA Santa Maria.

Sr. Agatha menjelaskan kembali bahwa Career Day ini program tahunan dari Bimbingan Konseling dan secara khusus mengucapkan terima kasih kepada orang tua murid. Career Day, salah satu upaya untuk menjembatani siswa-siswi dalam masuk universitas. Siswa-siswi masih bingung dengan pilihan, dengan adanya Career Day ini siswa-siswi dibantu untuk menumbuhkembangkan dalam menggali potensi siswa-siswi. Janganlah salah pilihan dan perlu dipikirkan matang-matang untuk memutuskan pilihan, jelas selaku Kepala Satuan Pendidikan SMA Santa Maria.

Bahkan potensi orang muda (siswa-siswi), khususnya siswa-siswi SMA Santa Maria dibutuhkan oleh masyarakat untuk menyelamatkan dunia yang serba rumit ini. Sumbangkan potensi kalian untuk masyarakat. Orang muda saatnya memikirkan terobosan-terobosan baru untuk menyelamatkan dunia? Salah satu bentuk berpikir kritis dan mempertanggung jawabkan pemikiran tersebut.

Paling menarik di sini, Talk Show ini menghadirkan narasumber kompeten dalam bidangnya, diantaranya Josephine Ratna, M.Psych. (Dosen Psikologi Univeritas Katolik Widya Mandala-UWM), Debora Novita Z. W. (Alumni UWM jurusan Akuntasi, Direktur PT. Alumindo Light Metal Industry, Tbk.), Errol Jonathans (Direktur Operasional Suara Surabaya Media, Alumni SMA Santa Maria).

Josephine Ratna, M.Psych, merencanakan karis-sebuah tantangan yang asyik. Lulus SMA, kita mau bekerja-studi atau sebalik studi-bekerja. Karir itu bukan hanya pekerjaan yang menghasilkan uang atau gaji, diperlukan perencanaan dan pengembangan dengan fleksilibitas, kemampuan untuk berubah, beradaptasi di lingkungan yang penuh dengan perubahan, jelas Josephine.

“Belajar tidak hanya selesai pada saat di sekolah sekolah saja. Tetapi belajar sepanjang masa. Kalimat ini dikuatkan dengan pepatah Latin, yakni Non Scholae, Sed Vitae Dicimus.”

Tidak hanya itu diperlukan dukungan dari orang tua untuk mendiskusikan mau kemana pilihan kita dengan dilihat dari minat, bakat, dan harapan/’impian’, aktif mengikuti workshop karir, berkonsultasi dengan guru BK atau profesional lainnya, aktif mengembangkan wawasan tentang karir/profesi, menekuni bidang yang diminati, mencari informasi pekerjaan yang sedang dibutuhkan, mencari bidang studi yang mendukung, dan menentukan tempat studi sesuai dengan kemampuan.

Karir individu dipengaruhi banyak faktor, termasuk keterlibatan di masyarakat, ketrampilan atau skill yang diperoleh di sekolah maupun di luar sekolah. Perkembangan karir adalah evaluasi dan proses jangka panjang yang perlu didiskusikan sejak awal dengan keluarga dan mereka yang mempengaruhi pilihan karir. Penting untuk Open Mind, berani menerima tantangan sukses, papar Josephine.

Paparan ini ditegaskan pula oleh Debora Novita Z. W, setiap orang muda harus mempunyai tujuan hidup mau ke mana?, tidak semua orang hidupnya langsung di atas puncak atau sukses. Tetapi belajar dari bawah dahulu dengan memperjuangkan perziarahan pilihan hidup kita, sebagai orang muda. Karir yang sukses tidak semata-mata dilihat dari nilai nominalnya atau “UUD-Ujung-ujunganya duit”, tetapi seberapa besar karya dimanfaatkan orang lain dengan memberikan kebahagiaan kita. Banyak jalan untuk berkarir melalui talen yang diberikan Tuhan kepada kita semua, papar Debora.

Untuk memperjelas apa itu karir, Errol Jonathans mensharingkan perjalanannya, setelah lulus dari Jurusan budaya SMA Santa Maria melanjutkan kuliah di akademi Wartawan Surabaya-Sekolah Tinggi Komunikasi Surabaya (STIKOSA). Mengapa komunikasi yang dipilih, karena komunikasi mempunyai keterkaitan dengan berbagai banyak bidang, diantaranya Teknologi, Kultural, Ekonomi, Sosial, Edukasi, dan Informasi.

Sambil kuliah Errol bekerja di tahun 1978 bekerja di Pos Kota, tahun 1983 mengarahkan karir ke Radio Suara Surabaya hingga sekarang. Dari kompetensi ilmu komunikasi dapat dilihat berbagai kegiatan diantaranya di dunia pendidikan dengan menerbitkan buku (1999: Politik dan Radio, 2004: Pemilu dan Radio, dan 2006: Socrates di Radio), di dunia presentasi (Presenter Seminar Public Speaking di Hotel Santika, Business Forum 2006: Marketing Communication, Komunikasi & Public Relation RS Dr. Sutomo 2007, Seminar Nasional Keradioan di Kendari 2007, Diskusi Jak Jazz 2007 bersama Andien-Penyanyi Jazz dan Bubi Chen –Pianis Jazz terbaik di dunia 1997), dan di dunia Internasional, diantaranya Reporter Northsea Jazz Festival Belanda 1995 dan 1996, menerima penghargaan Quality Summit Award 2005, New York untuk Suara Surabaya, Konperensi Asia Pasific Media Forum 2006, Bali, dan Undangan Xin Hua News Agency, Beijing 2007).

Lebih jauh, tidak hanya itu Errol juga mengabdikan diridengan potensi, bakatnya untuk gereja dan umatNya diantaranya memberikan pelatihan Public Speaking: Seminari Tinggi CM Malang, Teknik Komunikasi: Suster Puteri Kasih Kediri tahun 2006, dan menjadi Moderator Jumpa Pers Tahbisan Uskup Surabaya tahun 2007, jelas Errol.

Selain itu Errol juga membagikan kiat melalui SEAN COVEY, Franklin Covey Co. Utah, USA, yakni The 7 Habits of Highly Effective (TEENS) diantaranya jadilah pro-aktif, merujuk ke tujuan akhir, susunlah prioritas, berpikir menang/menang, memahami untuk dipahami, wujudkan sinergi, dan asahlah gergaji (pikiran kita), jabar Errol. (asep.)

Minggu, 21 September 2008

Zhe Dancer

Tiga Gadis Centil Berkiprah

Berawal bulan Maret 2006, guru sekolah memberi tugas membuat koreo perkelompok dan dilombakan antar kelas. Kelompok Tasha dan Billa memenangkan juara kedua, berawal dari itu, mereka berdua membentuk kelompok sendiri dengan ditambah Fidha sebagai anggotanya. Berdirilah ZHE pada bulan agustus 2007.

Lomba pertama yang diikuti ZHE di Maspion Square
langsung memenangkan juara I. Berlanjut berbagai “Dance Competition” mereka ikuti dan memenangkan 14 kejuaraan diantaranya :

Ø Juara utama piala Dinas P&K propinsi
Jawa Timur dalam even
pentas seni anak Indonesia.
Ø Juara I Dinas Pariwisata
propinsi Jawa Timur dan terpilih
menjadi duta cilik Visit Indonesian
Year 2008.
Ø Juara II piala Dinas Perindustrian dan
Perdagangan propinsi Jawa Timur.

Mereka juga terpilih menjadi Duta membaca dan menabung BNI ’46 dalam rangka Hardiknas yang dihadiri Presiden dan Ibu Negara di kampus C. Unair Surabaya. ZHE berasal dari kata she yang artinya perempuan karena mereka 3 cewek.

Sabtu, 20 September 2008

F2KS Gelar Road Show to School

Minoritas Bukan Menjadi Halangan

Berangkat dari keprihatinan bahwa Orang Muda Katolik (OMK) di Sekolah Menengah Atas Negeri dan Swasta Non Katolik sangat minoritas. Dengan label minoritas ini OMK kadang sulit bergaul dengan seiman, bahkan cenderung bergaul dengan orang muda yang beda agama. Dari sinilah mereka jarang berbicara atau sharing tentang segi iman maupun melaksanakan kegiatan yang berbau Katolik. Malahan, alahasil mereka membuat kegiatan yang tidak memperkuat iman mereka dengan pergi shopping dan nongkrong di café.
Budaya modernisasi, budaya glamor tercipta dibenak mereka, bila mereka ditanya apa itu ekaristi dan sakramen?, Mereka tidak mengetahui, jawabannya hanya geleng kepala, bahkan yang paling sedih kadang di sekolahnya tidak ada Guru agama dan pindah agama.
Berangkat dari permasalahan ini, Forum Pendampingan Pelajar Katolik Surabaya yang lebih dikenal dengan (FP2KS). FP2KS salah satu komunitas kecil yang didirikan pada tahun 1998, dicetuskan nama forum ini tahun 2006 didirikan oleh beberapa teman-teman KMK, salah satunya Alm. Pius Nugroho.
F2KS sudah mengalami beberapa kaderisasi sampai saat ini kader yang baru sudah mencapai 25 anggota yang tersebar di berbagai kampus yang ada di Surabaya tergantung dalam KMK, diantaranya ITS, Widya Mandala, Unmer, Stikom, dan Bhayangkara.
Mulai OSIS, Sie. Kerohanian Katolik di sekolah Negeri maupun Swasta Non Katolik mengadakan pendekatan kepada OMK dengan menjelaskan bahwa kata minoritas jangan menjadi permasalahan dan ketakutan dalam mengembangkan Kekatolikan kita. Justru kita harus bangga bahwa kita ini, OMK yang dapat mengembangkan minoritas menjadi besar dengan mengadakan F2KS ini.
F2KS dikemas dalam Road Show to School di beberapa sekolah negeri dan swasta non Katolik, puncak dari Road Show to School diadakan di Balai Paroki Gereja Katolik Hati Kudus Yesus (HKY), jalan Polisi Istimewa, Sabtu Kliwon (30/8), diikuti 20 siswa-siswi dari SMAN 6, SMAN 21, SMAN 4, SMAN 5, dan SMA Bhayangkara.
Yohanes Widhi Wicaksono (21), KMK Universitas Widya Mandala, selaku Seksi Acara F2KS, acara ini diadakan untuk menjembatani OMK dalam segi keagamaan untuk selalu mengimani Kekatolikan kita terus menerus. Janganlah meninggalkan gereja dan iman kita, hanya kita minoritas. Tetapi bersikap kritis dan cermatlah untuk menanggapi dan menjadikan tantangan bagi kita untuk tetap satu kesatuan dalam hidup atas iman kita sebagai Katolik. Gunakan kekatolikkan kita untuk membangun gereja dan Negara ini lebih maju, terang Seksi Acara F2KS.
Setelah mengkonfirmasi seksi Acaranya, Jubelium mewawancarai Maria Titis Rosari (20), KMK ITS selaku Ketua Panitia F2KS di ruang tamu Paroki HKY, tidak jauh berbeda yang disampaikan oleh saudara Yohanes, Road Show to School ini diadakan untuk menggali kompetensi OMK dalam iman Kekatolikkannya, saat ini sengaja kita undang untuk OMK yang berpotensi sebagai kader. OMK yang terpilih diajak untuk mempelajari secara cermat dan kritis permasalahan OMK dan gereja sekarang. Permasalahan OMK dan Gereja akan digali dan didiskusikan untuk dicari solusinya. Setelah solusinya diketemukan, maka OMK yang telah dikader akan membuat gerak untuk membantu OMK yang lain agar tetap memperkuat Kekatolikkannya dengan berbagai kegiatan, diantaranya retret, camping rohani, dan outbond, jelas Ketua Panitia F2KS.
F2KS juga bekerjasama dengan Ikatan Guru Agama Katolik Surabaya (IGAKS) dan para romo Keuskupan Surabaya, diantaranya Rm. Paulus Dwi T., CM., Rm. Y. Astanto, CM. F2KS selalu sharing permasalahan yang dihadapi OMK kepada para romo dan IGAKS supaya dibantu mencari solusinya untuk memperkuat iman OMK yang berada di tempat mayoritas. Selain itu F2KS juga mempunyai tempat nongkrong dalam mencetuskan berbagai kegiatan dalam mendampingi OMK, yakni di Pondok Chandra.
Sampai saat ini kegiatan yang dilakukan oleh F2KS dalam mendampingi OMK, diantaranya Retret APP di SMA St. Yosep-Joyoboyo, Greess 2007 dikemas dalam Camping Rohani dengan materi outbond, dan pembinaan pastoral dengan membekali mereka dengan berbagai materi tentang keprihatinan gereja. Bahkan bulan September ini, F2KS mendampingi SMA Bhayangkara dalam retret dan didampingi juga dengan Rm. Paulus Dwi T, CM, papar koordinator umum F2KS, Abraham Ferry B, KMK Bhayangkara.
Jangan menjadi takut karena keminoritasan kita, melainkan berbahagialah dengan keminoritasan kalian. Maka kalian akan menjadi besar dengan kekomitmen kalian sebagai orang Katolik sejati. (asep.)

Selasa, 16 September 2008

Tahbisan

Doa Orangtua Selalu Mengiringi

Menjadi romo merupakan kebanggaan yang sangat besar bagi keluarga. Tetapi, perlu diingat bahwa tantangan dunia saat ini luar biasa besar. Enam imam baru dari Keuskupan Surabaya ini ibarat bayi yang masih belajar berjalan. Untuk belajar jalan, diperlukan dukungan dari orangtua dan umat.
Stefanus Markun (56), ayah dari Romo Stanislaus Dadang Ardiyanto, yang berasal dari Ponorogo ini memuturkan, sejak kecil anaknya ingin jadi "orang", di antaranya pegawai dan pejabat, termasuk romo. Jadi romo yang baik, romonya romo, dan mengayomi umatnya.
Pribadi Dadang itu menarik, dewasa, berani memutuskan hidupnya mau ke mana. Tetapi kelemahannya, kata Pak Markun, banyak diam dan terlalu serius menjalani hidup. Orangtuanya ingin Dadang itu humoris, tidak terlalu serius. "Nanti dikira romo ini sombong atau tidak acuh kepada umatnya," tuturnya.
Dia berpesan kepada Romo Dadang bahwa moto yang dibuatnya janganlah menjadi slogan, melainkan digeluti sebagai pengabdian mengikuti Kristus. Kalau istilah Jawanya, Abdi Dalem, itu harus setia kepada tuannya. Tidak boleh mbanggel kepada tuan! Ayahnya berkendak Romo Dadang tidak mementingkan atau tertarik pada orang-orang tertentu, tapi memperhatikan seluruh umat, tidak memandang umat itu kaya atau miskin.

Begitu pula yang dikatakan oleh Yosepha Finansia Trisnasuprapti (58), ibunda Romo Thomas Christiawan CM. Ketika Thomas memutuskan melanjutkan studi di Seminari Menengah Garum, ibunya sempat stres selama tiga bulan, karena anaknya hanya dua. Kakaknya pada waktu itu kelas tiga SMA mau jadi suster, Brigita Desi Ariyani. Pertama kali ibunya mengatakan kepada kakaknya, kalau jadi suster dari SMA kerjanya membersihkan kamar mandi dan kakus.
Begitu mendengar percakapan tersebut, Thomas tergesa-gesa melontarkan ucapan bahwa dia juga mau jadi romo. Kaget, ibunda mengatakan tidak mengizinkan sang anak masuk seminari karena dia anak laki satu-satunya. Tetapi karena keinginan yang sangat kuat, ibunda tidak berbuat apa-apa. "Ya, terserah kamu," kenang Ibu Yosepha.
Akhirnya, sang ibu mengatakan, kalau kamu mau masuk ke seminari, surat-surat kamu urus sendiri. Setelah itu Thombas bilang kepada ibunda: "Saya tidak mempunyai uang untuk biaya surat menyurat dan check up." Ternyata, apa yang dikatakan Thomas itu bohong. "Saya tahu sejak kecil, Thomas suka menyimpan uang di bawah bantal. Bahkan, setiap selesai makan permen di taruh di bawah kasur. Ibu juga tidak boleh mengganti seprei, harus menunggu dulu Thomas pulang dari sekolah."
Setelah sekian tahun menggeluti perziarahan panggilan, Thomas mengatakan serius menjadi romo yang akan mengabdi Tuhan dan melayani sesama. Mendengar itu, Ibunda Thomas berpesan kalau memang mau menjadi romo, pakailah jubahmu sampai mati. Dan, sebelum naik di altar menerima jubah dan stola, pikirkan benar-benar keputusanmu. Kalau memang ya berangkatlah dengan membawa wejangan Ibunda ini. Akhirnya, Ibunda ikhlas mempersembahkan anaknya kepada Tuhan.
Tidak hanya orangtua Romo Dadang dan Romo Thomas yang menyertai jalan panggilan anaknya. Orangtua Romo Lorentius Rony men-sharing keunikan Rony. Rony ini cita-citanya tinggi sekali, displin, dan tidak bertele-tele. Pada waktu itu di Paroki St. Yusup Karangpilang ada kunjungan frater-frater dari Jogjakarta. Dari situlah Rony tertarik untuk menjadi romo. Maka, lulus dari SMAK St. Yusup, Surabaya, dia memutuskan masuk Seminari Menengah Garum, kelas khusus.
Keputusan ini didukung oleh ayahnya. Sang ayah berpesan supaya Rony jangan membedakan umat kaya atau miskin. Kaya atau miskin itu sama saja. “Terlanjur terjun sekalian aja minum air, tidak ada kata nanggung dalam menapaki perziarahan batin ini." pesan Nikolaus Ora Ronggi kepada anaknya. (asep)
*Tahbisan Imam Keuskupan Surabaya dan Kongregasi Misi

Menghapus Mitos Panggilan


“Orang sering kali memiliki mitos yang kurang tepat tentang panggilan. Mereka berkata, 'Saya tidak punya panggilan." Tidak ada istilah seperti itu. Malahan, saya sendiri yang memanggil kamu sekalian untuk menjadi imam-imam bagi umat. Itu juga panggilan! Malahan langsung dari saya.”

Penegasan ini disampaikan Uskup Surabaya Mgr. Vincentius Sutikno Wisaksono dalam kotbah di depan kurang lebih 2.000 umat yang hadir di Gereja Katedral “Hati Kudus Yesus” Surabaya. Sore itu, 14 Agustus, umat berbondong-bondong menyaksikan sekaligus mendukung enam frater diakon yang akan ditahbiskan menjadi imam.
Sembari merayakan Hari Raya Maria Diangkat ke Surga, umat Keuskupan Surabaya juga mengadakan perayaan besar bagi para imam. Perayaan tersebut adalah tahbisan imam yang dipimpin langsung oleh Mgr. Vinsensius Sutikno Wisaksono. Imam baru itu empat imam Praja Surabaya dan dua imam Lazaris (CM).
Para diakon yang ditahbiskan adalah Felicianus Joni Dwi Setiawan (dari Paroki St. Yosef, Ngawi), Ignatius Prasetyo Ambardy (dari Paroki St. Maria Annuntiata, Sidoarjo), Laurensius Rony (dari Paroki St. Yusuf, Karangpilang, Surabaya), Stanislaus Dadang Ardianto (dari Paroki St. Petrus-Paulus, Wlingi, Blitar), Lorentius Iswandir CM (dari Paroki St. Yusup, Blitar), dan Thomas Christiawan (dari Paroki Hati Kudus Yesus, Kayutangan, Malang). Ini kali kedua Mgr. Sutikno menahbiskan para imamnya, setelah menjadi Uskup Surabaya.
Pada misa konselebrasi tahbisan imam ini, Mgr. Sutikno Wisaksono didampingi oleh Pastor Paulus Suparmono CM (Provinsial CM Indonesia) dan Pastor P.C. Edi Laksito (Vikaris Jenderal Keuskupan Surabaya). Misa dihadiri lebih dari 100 imam, baik dari Keuskupan Surabaya maupun dari luar. Hampir sebagian besar dari mereka bekerja di Keuskupan Surabaya. Selain untuk mendukung para imam baru, kehadiran mereka dalam upacara tahbisan ini juga sekaligus untuk bernostalgia. Ada juga dari antara mereka yang merayakan ulang tahun imamat.

Kristus yang Lain
Mgr. Sutikno mengingatkan bahwa imamat adalah karunia khas yang diperoleh Gereja. Para imam bertindak sebagai alter Christus, Kristus yang lain. Mereka menjadi Kristus yang hadir di tengah-tengah umat. Untuk itu, mereka perlu mempunyai suatu dasar yang teguh. Yakni, harus mengobarkan karunia Allah yang ada dalam dirinya dan menjadi penyalur rahmat kepada umat.
“Para diakon yang akan ditahbiskan ini layak dipilih dan diteguhkan oleh Allah. Kristus telah memberdayakan dan bukan memperdayai kalian semua yang lemah ini untuk membangun relasi yang intim dengan Allah sendiri. Bukti nyata kedekatan seorang imam dengan Tuhan, nampak lewat doa-doa personal mereka. Lebih dari itu, berkat kekuatan Roh Kudus, para imam semakin didekatkan dengan diri-Nya,” tambahnya.
Lebih lanjut, Mgr. Sutikno mengajak para imam baru dan imam yang lain untuk rajin mengikuti rekoleksi maupun retret yang diadakan oleh Keuskupan Surabaya. Kegiatan seperti ini sangat penting untuk memupuk hidup rohani mereka. “Rayakanlah Ekaristi dengan senang hati dan penuh syukur! Tapi ingat, bahwa imam bukanlah seorang tukang misa. Imam juga harus menjadi man of communion, pemimpin dari persekutuan yakni Gereja. Dalam hidupnya, dia harus memupuk cinta kasih pastoral dalam tugas dan pelayanan. Hendaknya kalian bisa akrab satu sama lain, terlebih dengan sesama imam. Lebih banyaklah mendengar daripada berbicara. Carilah harta surgawi dan bukan yang duniawi. Janganlah menjadi gembala-gembala yang malah memakan domba-dombanya. Kenakanlah pakaian hamba dan pengurus rumah tangga Allah dan berusahalah setia dalam perkara-perkara kecil dan juga besar,” papar Mgr. Sutikno.
Tambahnya, menjadi seorang imam tidaklah harus seorang yang cerdas. Tapi satu hal yang dituntut oleh seorang imam, yakni bahwa dirinya haruslah suci. Itu yang harus dibangun dalam diri.
Secara khusus Monsinyur berpesan supaya umat berkenan menerima para imam baru ini sebagai pelayan rohani bagi umat. Mereka adalah Bapa/Romo bagi Anda sekalian yang pantas diterima karena memang mereka adalah para pelayan spiritual. Imam tidak perlu dikasihani. Malahan, kita patut berdoa bagi para imam agar mereka tetap disemangati dan dikuatkan oleh Roh Kudus.

Dari berbagai tempat
Seperti biasanya, misa penahbisan didatangi oleh banyak umat dari penjuru Keuskupan Surabaya. Banyak umat yang hadir dari berbagai paroki. Tak ketinggalan juga para adik kelas dari imam baru ini, yakni para frater yang berasal dari Seminari Tinggi Interdiosesan “Beato Giovanni XXIII” dan Seminari Tinggi CM S-1 (Langsep) dan S-2 (Badut), di Malang. Banyaknya umat yang hadir tidak membuat suasana upacara menjadi riuh.
Bertugas sebagai seremonarius misa kali ini adalah Pastor Dicky Rukmanto (Ketua Komisi Liturgi Keuskupan Surabaya). Untuk mengurangi ketegangan umat, sesekali Pastor Dicky membuat umat tersenyum karena gayanya. Pastor yang pernah bertugas sebagai Direktur Tahun Rohani di Malang ini sekarang bertugas di Paroki St. Stefanus, Tandes, Surabaya.
Mewakili para imam baru, Pastor Thomas Christiawan CM menyampaikan sambutan. “Imamat bukanlah akhir bagi kami, tetapi malah sebaliknya menjadi awal bagi perjuangan kami, para imam baru. Seperti halnya seorang atlet yang akan mengikuti pertandingan olimpiade, kami menganggap bahwa diri kami ini masih baru lolos kualifikasi dan akan bertanding di ajang olimpiade sesunggungnya.
"Kami baru masuk dan berjuang dalam laga pertandingan. Masih banyak tantangan yang akan kami hadapi dan kami akan berusaha untuk tetap menjadi imam sampai akhir hayat kami. Untuk itu, kami tetap mohon doa dan dukungan dari umat agar kami senantiasa setia sampai akhir. Justru karena kami ini lemah, Allah berkenan memilih kami sebagai sarana penyalur rahmat bagi umat,” ucap Rm. Thomas, yang banyak dikenal oleh teman-temannya karena badannya yang kurus.
Sebuah wejangan menarik disampaikan oleh Bapak Stefanus Markun (ayahanda Pastor Dadang Ardianto). Dia menyampaikan bahwa para imam harus siap setiap waktu untuk menjadi gembala yang baik. “Menjadi gembala harus siap menghadapi segala risiko. Bukan hanya harus siap untuk menggembalakan domba-domba, tetapi harus siap juga untuk di-kencingi dan di-srinthili oleh kambing-kambingnya.
"Kami akan bangga bila anak-anak kami menjadi imam yang sukses dan dapat menggembalakan umat dengan penuh kesetiaan. Sebaliknya, kami orangtua para imam, akan menjadi stres ketika anak-anaknya dirasani oleh umat. Bahkan, bisa saja kami akan cepat mati kalau mendengar berita yang menyedihkan tentang anak-anak kami,” katanya. Oleh karena itu, Markun mengajak para imam baru untuk mau belajar dari para romo senior. Secara khusus, para orangtua memohon supaya para romo senior berkenan mendampingi dan membimbing anak-anak kami yang masih muda-muda ini.
Usai misa, acara dilanjutkan dengan ramah-tamah yang diadakan di samping Katedral. Dalam acara ini, Mgr. Sutikno juga mempersembahkan sebuah lagu bagi para hadirin. (Dhani Driantoro)

OMK

Terhambat Budaya Instan

Mengapa orang muda tidak banyak aktif yang aktif di gereja dan masyarakat? Mengapa sangat sulit melakukan kaderisasi? Agustinus Hary Santoso, staf Pusat Pemberdayaan Komunitas Perkotaan (Pusdakota), menyebut pola pikir cepat yang ingin mendapat hasil instan, tanpa kerja keras. Juga ada krisis kepercayaan orang tua terhadap anak muda.
“Anggapan orang muda tidak dipercaya masih melekat dalam diri orang tua. Pola pikir orang muda dan orang tua harus diubah untuk menemukan nilai-nilai yang perlu dibangun dalam hubungan dengan orang tua maupun di setiap kegiatan yang diikuti kaum muda,” ujar Hary Santoso kepada JUBILEUM.
Mantan relawan Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia ini juga melihat banyaknya pastor yang tidak bisa sejalan dengan jiwa anak muda. Belum lagi kurangnya dampingan dari hirarki, entah itu pastor atau suster. “Selama ini memang ada latihan kor untuk tugas mingguan. Di beberapa tempat memang ada anak muda yang begitu komit untuk pelayanan, tetapi di lain tempat pelayanan hanya dianggap sebagai suatu rutinitas belaka. Ini bahaya. Anak muda kehilangan spirit, kesadaran untuk membangun lingkungannya memudar.”
Lantas, apa langkah yang sebaiknya diambil oleh orang muda sendiri? Hery mengemukakakan harus ada kesadaran yang timbul dari dalam diri orang muda itu sendiri. Apa yang dapat dikembangkan untuk gereja dan masyarakat. "Itu yang harus ada dalam pikiran orang muda,” tegas relawan rehabilitasi gempa bumi di Aceh ini.
Ada banyak hal yang dapat kita lakukan untuk masyarakat, misal pengolahan limbah atau pemberdayaan petani. Dulu ada Pelatihan Sosial Vinsensian untuk melatih kepekaan orang muda terhadap lingkungannya, tetapi kelanjutannya tidak ada. Orang muda harus berani keluar dari dirinya dan lingkungannya. “Buat suatu perkumpulan orang muda yang dapat berguna dan menolong dirinya dan orang lain di luar gereja,” pesannya.
Tamatan Sekolah Menengah Pendidikan Sosial Stella Maris ini juga menandaskan, keberhasilan karya orang muda tidak dapat dilihat dari materi yang didapat, tetapi berapa banyak orang yang terlibat, juga berapa banyak orang yang akhirnya diberdayakan, dapat membangun dirinya sendiri. “Pola pikir instan dan sesuatu yang direncanakan instan hasilnya cendrung instan. Sebaliknya, perencanaan matang dan pola pikir yang positif dapat menghasilkan keberhasilan,” tegas pria kelahiran Lumajang 28 tahun lalu ini.
Peran sekolah tidak kalah pentingnya. Banyak hal yang dapat dilakukan, tidak hanya kemampuan kognitif yang dibangun, tetapi psikomotor dan kepekaan akan lingkungan. “Sehingga, orang muda itu sudah dibentuk sejak dini menjadi aktif dan kreatif.” (marianus)

OMK

Catatan dari World Youth Day Sydney 2008
Oleh Elizabeth Atik

“You will receive power when the holy spirit has come upon you; and you will be my witnesses.” (Acts 1:8). Kutipan dari Kisah Para Rasul tersebut merupakan tema yang diusung Bapa Paus Benediktus XVI pada acara World Youth Day 2008 di Sydney yang berakhir pada 20 Juli lalu.

Tentu saja bukan secara kebetulan, melainkan secara khusus dipilih sebagai tema yang mendasari seluruh kegiatan yang berkaitan dengan World Youth Day tahun ini. Harapan Paus Benediktus XVI kepada kaum muda seluruh dunia agar tema tersebut menjadi pegangan kaum penerus gereja dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat maupun berketuhanan. Kaum muda hendaknya semakin mendekatkan diri serta bersedia membuka hati terhadap kedatangan Roh Kudus untuk berkarya di hati dan jiwa yang terus berkembang ini.
Tema tersebut juga menjadi jiwa dalam WYD08 THEME SONG berjudul Receive The Power. Setiap kalimat yang ada dalam lagu ini mencerminkan betapa agungnya Roh Kudus yang dikirim Tuhan Allah untuk menjaga kita, umat-Nya, di dunia.
Rangkaian acara WYD 08 sungguh memberi kesan yang mendalam bagi saya baik selama berada di kota Goulburn, Canberra, maupun Sydney. Rombongan yang saya ikuti merupakan kerja sama antara Komisi Kepemudaan Keuskupan Surabaya dengan Komunitas Emanuel. Berbagai acara pendahuluan WYD 08 seperti International Youth Forum yang diselenggarakan di Goulburn dan Canberra sangat menyentuh hati saya. Selama di Goulburn, rombongan Surabaya tinggal di berbagai tempat, yaitu rumah-rumah keluarga, pastoran, serta susteran. Kebetulan saya dan 9 teman lain dari Surabaya mendapat tempat di Susteran St. Yoseph.
Perlakuan istimewa yang diberikan benar-benar membuat kami merasa sebagai tamu yang spesial. Selain itu, acara-acara yang disiapkan panitia seperti Misa, Fun Forum, Workshop, dan Teaching Session juga membuat hati saya secara spiritual siap mengikuti World Youth Day Sydney.
Peserta IYF Goulburn juga mengunjungi ibu kota Australia, Canberra, selama sehari untuk mengikuti berbagai acara seperti Misa Kudus yang dipimpin oleh Archbishop of Canberra and Goulburn Mark Coleridge, Permainan Musik oleh beberapa grup musik dan Priest Band, Seminar, Pameran, serta Adorasi.
Puncak acara International Youth Forum Goulburn ditutup dengan Thanksgiving Dinner yang diselenggarakan sebagai ungkapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terselenggaranya IYF dan para orang tua yang sangat menyayangi kami para anak asuh dari berbagai negara yang tinggal bersama mereka selama beberapa hari. Dalam acara tersebut, rombongan Surabaya mempersembahkan beberapa tarian yang menggambarkan ragam permainan tradisional khas Indonesia dengan memakai kain batik sebagai aksentuasi pada pakaian dan kepala. Acara ditutup dengan tampilnya Priest Band yang beranggotakan pastor-pastor dari berbagai negara yang membawakan lagu-lagu rohani yang sangat easy listening.
Acara World Youth Day Sydney berlangsung 15--20 Juli 2008, diawali dengan Misa Pembukaan yang dipimpin oleh Cardinal George Pell dan berlangsung secara meriah dan akbar di Barangaroo, sebuah kawasan di tepi Sungai Darling yang mampu menampung puluhan ribu orang. Berbagai acara digelar seperti Vocations Expo (Expo Panggilan), Adoration (Adorasi), Performing Arts (Pentas Seni), Film Screenings (Pemutaran Film), Forums and Conversation (Dialog dan Forum), Workshops, dll.
Pada 17 Juli 2008 bertempat di Barangaroo, para peziarah dengan meriah menyambut kedatangan Paus Benedictus XVI di Sydney yang menumpang kapal Captain Cook Cruises “Sydney 2000.” Di atas kapal tersebut, Paus menerima perwakilan pemuda dari berbagai negara dan benua serta memberikan berkat kudus. Setelah turun dari kapal, Paus berkeliling memberikan berkat kepada para peziarah yang sudah menanti di tepi-tepi jalan menuju Barangaroo menggunakan “Popemobile”.
Acara penyambutan kedatangan Paus Benedictus XVI diterjemahkan dalam berbagai bahasa, ditayangkan melalui beberapa layar besar dan disiarkan melalui radio dan televisi. Sepulang dari Barangaroo, Paus tetap memberikan berkat kepada masyarakat yang masih menanti di tepi jalan dengan tertib.
Drama Stations of Cross (Jalan Salib) berlangsung pada 18 Juli diawali di Katedral St. Mary dengan melalui The Domain, Sydney Opera House, Darling Harbour dan berakhir di Barangaroo. Jalan Salib ini menjadi momen spiritual dan evangelisasi bagi para peziarah untuk lebih mencintai Kristus yang telah sangat berkorban untuk menebus dosa kita umatnya.
The Pilgrimage Walk dimulai pada 19 Juli menuju ke Randwick Racecourse, Southern Cross Precinct. Perjalanan panjang ini dimulai di 4 titik dan diikuti oleh seluruh peziarah dari berbagi negara yang berjalan bersama dengan tertib sambil menyanyikan berbagai lagu dan meneriakkan yel-yel. Pilgrimage Walk menggambarkan perjalanan panjang yang dilalui para peziarah dahulu untuk mencari penguatan terhadap iman sebagai saksi Kristus. Selain itu, untuk belajar menemukan Yesus, meningkatkan solidaritas terhadap sesama yang berasal dari bermacam ras dan suku bangsa karena dalam perjalanan ini banyak suka duka yang dirasakan mengingat rutenya yang jauh dan melibatkan banyak orang.
Pada malamnya diadakan acara Evening Vigil sebagai pengantar pengharapan terhadap kedatangan roh kudus. Sleeping under the stars atau tidur di bawah bintang-bintang di malam hari merupakan pengalaman yang menarik. Para peziarah diajak bermalam di lokasi yang biasanya dipakai sebagai arena pacuan kuda (Randwick Racecourse). Dinginnya hawa Sydney di malam hari semakin menambah serunya acara Sleeping Under The Stars.
Pagi 20 Juli merupakan puncak dari acara World Youth Day Sydney 2008, yaitu Misa Kudus dan Pemberian Sakramen Krisma kepada perwakilan umat dari seluruh dunia oleh Paus Benedictus XVI. Misa kudus ini selain dihadiri oleh para peziarah, juga warga sekitar Sydney serta pejabat setempat. Dalam misa ini Bapa Paus juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada masyarakat dan pejabat Australia yang telah menyelenggarakan acara WYD 08 dengan baik dan kepada para peziarah yang telah datang dari berbagai belahan dunia. Misa ditutup dengan pengumuman tuan rumah World Youth Day 2011 berikutnya, yaitu Madrid, Spanyol, dan pemberian berkat kudus yang telah ditunggu-tunggu.
Walaupun rangkaian acara World Youth Day Sydney 2008 telah berakhir, api Roh Kudus diharapkan tetap menyala dalam hati serta terpancar dalam semua tindakan yang dilakukan. SAMPAI JUMPA DI WORLD YOUTH DAY MADRID 2011. (*)

Hening

Mengenal Meditasi Kristiani

*Komunitas Meditasi Terbentuk di Stasi Krian

Untuk pertama kalinya Komunitas Mondial Meditasi Kristiani Indonesia hadir di Stasi Kebangkitan Kristus, Krian, Sidoarjo. Pada 18 Agustus, bertempat di Aula SMAK Untung Suropati, komunitas ini diresmikan oleh Pastor Paroki St. Yosef Mojokerto Romo Th Djoko Nugroho Pr.

Peresmian dihadiri oleh 40 orang dari Stasi Krian. Diawali dengan misa, Romo Siriakus Maria Ndolu, O.Carm kemudian memperkenalkan meditasi Kristiani serta melakukan praktek meditasi. Romo Djoko Nugroho melihat betapa pentingnya meditasi bagi umat Kristiani. Di tengah kesibukan kita, kita perlu ada waktu untuk hening, kontemplatif, untuk menghadirkan Tuhan dalam berbagai suasana.
Meditasi tidak perlu banyak kata-kata. Yang pertama yang perlu dilakukan oleh adalah mengenal meditasi. Harapannya, kita menyediakan waktu untuk mempraktekan meditasi ini. Paling tidak ada 20 orang yang melakukannya. Kalau sudah banyak, perlu dipecah lagi.
Menurut Romo Djoko, meditasi pusatnya adalah Kristus. Supaya bisa bersatu dengan Kristus melalui kesatuan adalah kasih. Kalau kesatuan tanpa kasih, maka tidak akan sesuai dengan misi Umat Kristiani. Selain itu, perlu ditekankan perbedaan meditasi Kristiani dengan meditasi-meditasi lainnya. Kita harus lepas dari segala kepentingan-kepentingan supaya komunitas ini jadi besar. "Saya melihat ini sebagai sesuatu yang positif," ujarnya.

Irenius Noertono TO Carm, (75) koordinator Meditasi Kristiani Stasi Krian, yang juga Kamelit awam, memandang meditasi ini sebagai salah satu jalan untuk mengalami hidup rohani. Saat bermeditasi tidak ada permohonan, kita hanya memusatkan diri akan kehadiran Allah. Dari situ Tuhan akan berkarya dalam diri kita. Manfaat meditasi ini agar kita bisa menyerahkan diri pada Allah. Hasilnya mampu menjembatani hidup rohani kita dengan hidup konkret sehari-hari tetap menjadi satu, karena keduanya bersumber pada Allah sendiri. Memang metodenya sangat sederhana, tapi kita perlu konsentrasi supaya gangguan-gangguan itu hilang.
Sebagai pendamping komunitas Meditasi Kristiani, Romo Siriakus menjelaskan, meditasi merupakan tradisi kuno yang dikenal dengan doa monologistos, yakni doa dengan satu kata. Tradisi doa ini ditemukan kembali oleh Jhon Main, seorang rahib Benediktin asal Irlandia. Dia menamakan doa kuno itu Meditasi Kristiani.
Meditasi Kristiani adalah sebuah metode meditasi dengan menggunakan mantra (kata doa) sebagai alat bantu untuk mengarahkan hati dan seluruh diri kita kepada Allah yang berdiam dalam diri kita. Mantra menyatukan keterpecahan yang ada di diri kita, menyatukan semua indra kita dan memfokuskannya pada kehadiran Allah yang berdiam dalam diri kita.
Meditasi dengan menggunakan mantra ini terkait secara langsung dengan Pater Jhon Main OSB, penemu dan pengembang meditasi ini. Ketika bertugas di Malaysia, dia bertemu dengan Swami Satyananda. Dan waktu kunjungan pertamanya ke pusat meditasi di pinggiran Kuala Lumpur, Swami berkata:
“Untuk melalakukan meditasi, engkau harus belajar tenang. Engkau harus duduk diam, tenang, dan berkonsentrasi. Dalam tradisi kami, kami hanya tahu sat jalan untuk mencapai ketenangan dan konsentrasi itu. Kami menggunakan satu kata yang disebut mantra. Untuk memulai, engkau harus relaks dan kemudian mengulangi mantra itu, dengan perasaan cinta dan terus-menerus. Hanya itu saja yang perlu dilakukan dalam bermeditasi.”
Kemudian, Jhon Main ditahbiskan dan menjadi kepala sekolah di Washington, Amerika Serikat. Dia bertemu dengan seorang anak muda yang menanyakan kepadanya soal doa kontemplatif. Ini mendorong dia untuk menggalinya. Dia belajar literatur rohani abad keempat. Lantas, ia berjumpa dengan mantra dalam ajaran Yohanes Kasianus yang termuat dalam bukunya The Conferences (bab 10).
Yohanes Kasianus adalah rahib abad keempat yang berguru pada Abba Isaak. Ia diperkenalkan dengan formula, “Ya Allah bersegeralah menolong aku” (Mzm 40:14). Mengembangkannya berdasarkan tradisi teologi dan biblis Katolik. Perintahnya sederhana saja: “Duduklah dengan tenang, duduklah dengan punggung tegak, tutuplah mata, dan ucapkan mantramu."
Mantra yang dianjurkan ialah Maranatha, berasal dari bahasa Arab yang artinya datanglah ya Tuhan. Kata Maranatha diucapkan secara datar dengan empat suku kata, atau kalau mau dua suku kata, diselaraskan dengan irama pernapasan. Mara (tarik napas) Natha (embuskan). Atau Ma (tarik) Ra (embus) Na (tarik) Tha (embus).
Mengapa memakai kata Maranatha? terdapat dalam St. Yohanes menutup Kitab Wahyu (22:20) dengan kata itu, atau St. Paulus menutup surat pertama Korintus (1 Kor 16: 22) dengan kata itu juga. Barangkali ini adalah doa Kristen yang tertua.
Menurut Jhon Main, yang membedakan meditasi Kristiani dengan meditasi lain adalah meditasi ini bukan untuk menyembuhkan, bukan untuk mendapatkan kesaktian, dan tidak mendapatkan apa-apa. Meditasi ini hanya untuk mendekatkan atau menghadirkan Allah pada diri kita agar kita menemukan buah-buah roh. Sebuah penelitian menyatakan, kalau kita bermeditasi, maka otak kita akan mengeluarkan saraf penenang. Anda akan mengalami ketenangan kalau melakukan meditasi ini dengan baik. (sil)

Kamis, 11 September 2008

Orang Muda Katolik

Mudika Bukan Next Generation

Oleh FX Rubbyjanto S.

Salah satu kelompok kategorial yang pasti ada dan mewarnai setiap paroki adalah Mudika alias Muda-Mudi Katolik, atau apa pun istilah di masing-masing paroki. Organisasi kategorial ini dimulai dari usia bangku sekolah SLTA sampai dengan mereka yang belum menikah. Pada umumnya mereka selalu dikelompokkan sebagai bagian dari next generation dari sebuah paroki.


Sumbangsih pikiran, ide, gagasan, dan sebagainya dari kaum muda biasa dianggap remeh. Dianggap anak kemarin sore oleh para pengurus gereja yang memang rata-rata dijabat oleh kaum tua. Acap kali dalam setiap kegiatan besar gereja, jabatan para orang muda tak lebih dari bagian perlengkapan.

Pertanyaan saat ini, apakah Mudika tetap mendapat cap seperti itu? “Tidak!“ itulah jawaban Ketua Dewan Paroki St. Stefanus, Surabaya, Agustinus Setiarso, yang sebelumnya menjabat sebagai pendamping Mudika St. Stefanus.

“Mudika bukan lagi bagian dari next Ggneration dari sebuah

paroki, tetapi mereka saat ini menjadi bagian dari paroki. Mudika pada umumnya pribadi yang unik, memiliki potensi dengan ciri khasnya sendiri sebagai anak muda. Dinamis, terbuka, kreatif, idealis, tetapi juga empati dan rasa kesetiakawanan dan kebersamaannya tinggi.”

“Gampang-gampang susah mendampingi kaum muda, karena mereka juga merupakan sekelompok usia yang sedang mencari identitas diri. Kalau pas lagi kompak, banyak sekali yang berkumpul, tetapi kalau sudah pas hilang, ya hilang. Tidak stabil. Dan itu saya rasa terjadi di setiap paroki,” kata Agustinus Setiarso, yang biasa dipanggil Pak Agus.

"Tetapi mereka harus mendapat pendampingan, pengarahan, agar kelompok atau habitus dari anak muda ini dapat menjadi habitus baru dalam sebuah paroki. Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia sendiri pernah mengangkat topik khusus untuk anak muda ini. Kalau nggak salah, saat itu temanya Bangkit dan Bergeraklah."

“Banyak anak muda yang sudah masuk dalam jaringan narkoba, seks bebas, dan segala bentuk kejahatan-kejahatan lain. Apakah kita harus berpangku tangan melihat generasi muda kita semakin hancur? Di sisi lain ada sekelompok anak muda yang punya hati, ingin aktif dalam paroki, kenapa tidak kita perhatikan dan kita dampingi? Banyak cara agar mereka mau dan bergabung dalam setiap kegiatan berparoki, lewat band atau apa pun kesenangan dan hobi anak muda kita saat ini. Lewat itulah, kita mencoba masuk, membina, serta mengarahkan mereka."

Di Paroki St. Stefanus, anak-anak muda ini bergabung dalam MUSTAFA, Muda-mudi Katolik St. Stefanus. Ia berangkat dari kegemaran bermain musik, akhirnya mereka memiliki grup band dan sering tampil baik untuk umat maupun masyarakat umum. Mereka juga mengisi kas Mudika dan gereja dengan hasil penampilannya. Sekarang MUSTAFA ini telah memikirkan generasi lanjutan dengan membentuk grup band dari kelompok Rekat dan Misdinar.

"Saat ini semakin banyak anak muda yang duduk dalam jajaran Dewan Pleno Paroki St. Stefanus," aku Pak Agus.

“Pembinaan dan pendampingan terus kami lakukan baik tingkat teritorial, dengan selalu mendata dan mengundang serta mengajak anak muda yang ada di lingkungan, wilayah, stasi yang ada. Membentuk kelompok-kelompok kategorial, seperti paduan suara, band. Kami juga selalu berusaha melibatkan anak muda yang ada di paroki untuk ambil bagian dalam kelompok kategorial di luar paroki. Jajaran Dewan Pleno kami banyak anak muda terlibat di sana.”

Pak Agus berharap semoga momentum 100 Tahun Kebangkitan Nasional yang baru saja kita peringati dan 63 Tahun Kemerdekaan RI mampu membangkitkan semua orang muda yang ada di paroki-paroki untuk ikut ambil bagian memikirkan perkembangan gereja masing-masing. Orang muda Katolik dapat menjadi Garam dan Terang Dunia di mana pun mereka berada.

Bravo kaum muda! Bangkit dan bergeraklah! Jangan mau menjadi next generation! Saat ini kalian sudah menjadi bagian dari gereja. (*)

BIAK Paroki Kelsapa

Baksos BIAK Kelsapa

di Rumah Singgah Simo


Minggu, 13 Juli, Bina Iman Anak Katolik (BIAK) Paroki Kelahiran Santa Perawan Maria, Surabaya, mengadakan bakti sosial di Yayasan Merah Merdeka. Bakti sosial ini diikuti delapan pembina BIAK, satu perwakilan dari Dewan Paroki, dan 10 anak BIAK Kelsapa. Di Yayasan yang berada di Simo Pomahan II/2A itu, rombongan membagi-bagikan sumbangan peralatan tulis kepada anak-anak yang tinggal di sanggar dan rumah singgah Merah Merdeka.

Bakti sosial ini sebagai wujud keprihatinan BIAK Kelsapa terhadap anak-anak yang membutuhkan bantuan berupa alat-alat tulis. “Juga sebagai kegiatan rutin BIAK Kelsapa tiap satu tahun sekali” ujar Steven Taufik Leo, selaku ketua panitia bakti sosial.

Tak hanya membagi-bagikan sumbangan, BIAK Kelsapa mengadakan permainan-permainan yang berguna untuk menjalin keakraban antara penghuni sanggar dan rumah singgah bersama anak-anak BIAK. Permainan-permainan itu berupa kuis komunikata, gerak dan lagu. Dalam permainan kuis ini tidak semua anak turut berpartisipasi. Sehingga, anak-anak dibagi menjadi dua kelompok. Masing-masing terdiri dari lima anak.

Setelah bermain kuis ini, 65 anak yang hadir dalam acara bakti sosial ini mendengarkan cerita tentang sampah. Cerita ini diceritakan oleh salah satu pendamping BIAK Kelsapa. Isi dari cerita itu adalah anak-anak dilatih sejak dini untuk tidak membuang sampah sembarangan. Anak-anak jangan meniru apa yang dilakukan oleh kedua bocah yang ada di dalam cerita itu yang membuang sampah sembarangan. Perbuatan yang dilakukan oleh kedua bocah itu menimbulkan banjir di kampung tempat tinggalnya.

Setelah anak-anak selesai mendengarkan cerita, pendamping BIAK memberikan pertanyaan-pertanyaan tentang BIAK, sampah dan seputar sanggar. Di antaranya, di mana kita harus membuang sampah, kepanjangan BIAK, berapa anggota sanggar. Siapa yang bisa menjawab semua pertanyaan akan mendapatkan hadiah berupa botol minum sekolah, pensil warna, buku gambar, satu set alat tulis. Kemudian acara dilanjutkan dengan makan siang bersama.

Pendamping BIAK dan anak-anak sanggar dan rumah singgah menampilkan kreativitasnya masing-masing setelah makan siang. Pendamping BIAK menampilkan tepuk khas BIAK Kelsapa: “Tepuk BIAK…BIAK is the best…. Olala…Olele.. Kinclong-kinclong…”. Tak mau kalah dengan pendamping BIAK, anak-anak sanggar dan rumah singgah yang dibina Romo Didik Setyawan CM itu menampilkan satu buah tarian. Acara terakhir adalah pembagian sumbangan berupa peralatan-peralatan tulis seperti buku, penghapus, penggaris, pensil, kotak pensil, bolpoin, dan serutan pensil. Peralatan-peralatan tulis itu merupakan sumbangan anggota BIAK saat misa Natal dan Paskah. (Rahayu)

Puisi

Pak Buta, Hatinya Terbuka

Si Tole badannya kurus alias lencir.
Bocah kecil, kepalanya agak gundul potongan marinir Tinggal di gang nyelempit (kecil) di kampung Surabaya.
Ia anak periang dan suka bergaya.

Suatu ketika, ia bermain bersama seorang teman. Yang kebetulan anak jalanan.
Bersepeda bersama di wilayah Wonokromo Surabaya.
Sial, sepeda angin kesayangannya dicuri orang, hilang entah ke mana.

Ia menangis mau bagaimana.
Mau pulang takut dimarahi ibu dan bapaknya. Linglung, sedih dan bingung bercampur
Si teman mengajak ngamen dan ngandhol sepur.

Ia setuju dan berharap, uang tuk ganti sepeda.
Segera ngandhol dan ngamen di kereta api jurusan Jakarta. Keputusan sang bocah, tanpa konfirmasi orang tua.
Orang tua linglung bingung mencari entah ke mana.

Segenap penjuru kota ditelusuri
Luar kota Surabaya termasuk Denpasar, Bali dijajaki. Hasilnya belum nampak
Orang tuanya bersedih ke mana gerangan si bocah bergerak.

Dalam pengembaraan si Tole bertemu aneka kekerasan
Diuber-uber petugas, sampai dimusuhi sesama pengamen.
Sudutan rokok pun berulang-ulang ia rasakan.
Ia kecap manis ganas kasarnya kehidupan.

Yang paling menyedihkan dan menyesakkan.
Dalam kebingungan, kelaparan, keputuasasan dan ketakutan. Dalam alam bebas tanpa norma.
Tole ditinggal pergi temannya.

Lebih sebulan hidup dalam ketidakpastian
Jauh dari dekapan orang tua. Jauh dari keharmonisan
Dekat kelaparan, kekerasan, kebohongan dan kecuekan
Ia merasa sendiri dan sendiri, hidup diperas orang lain

Saat menangis sendirian
Datang orang yang tak dikenal sendirian
Orang itu merasa kasihan dan iba kepada si bocah melas “Anak kecil sendirian, kok ada di wilayah ganas”

Dengan segala keterbatasan
Menggali informasi seputar Tole si bocah ingusan Dengan segenap kekuatan dan daya
Ia Mengantarkan Si Tole ke Surabaya
Sang orang tua pasrah nasib anaknya, sudah siap getir
Bagai mandapat wahyu, sekonyong-konyong kesamber petir
Anak yang sudah hilang
Tiba-tiba, tanpa kabar, Tole pulang
Puji dan syukur dipanjatkan pada Sang Ilahi dan Agung. Komat-kamit terima kasih kepada orang penolong.
Kaget dan terhenyak!!! Orang tua dan warga kampung. Setelah melihat kondisi penolong.
Bagai disambar gledek.
Antara percaya dan Tidak
Akhirnya toh percaya...
Sang Penolong matanya buta.
Mata buta hati terbuka
Berhati emas Pak Buta
Mengembalikan anak pada orang tuanya
Mengembalikan kebahagiaan anak dan orang tuanya

Si Tole berbekal daya ingat “nama kampung dan kota”
Berniat pulang pada orang tuanya
Bertemu Pak Buta yang luhur hati dan budinva
Jadilah kerja sama kemanusiaan yang luar biasa

Kisah nyata disarikan dari diskusi bersama kawan-kawan lama yang pernah aktif di YMM (Yayasan Merah Merdeka)
K. Karyadi. 2007

Rabu, 10 September 2008

Hidup Lebih Hidup

Harus Berani Menentukan Pilihan

Mengutip Harian Kompas, 19/04/2007, kesadaran moral dalam bahasa sehari-hari disebut suara hati. Manusia berkesadaran moral sama dengan manusia yang mempunyai suara hati. Mereka mempertimbangkan tindakan dengan hati. Atas bimbingan suara hati, muncul keberanian yang membawanya kepada pilihan bernilai.

Ini tampak jelas dalam hidup setiap umat manusia, terutama umat Katolik, harus mempunyai visi dan misi mau ke mana hidup ini. Visi dan misi dalam hidup ini harus kita perjuangankan dalam melakukan perziarahan batin di dunia. Terkadang umat Katolik hidup di dunia hanya sekadar pasrah pada kondisi dan situasi. Istilah Jawa: urip iku nrima ing pandum.

Prof Dr Hotman M Siahaan, guru besar sosiologi Universitas Airlangga, yang juga dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga mengatakan, paradigma umat manusia yang berpedoman pada kultural seperti orang Jawa hidup di dunia ini hanya mampir ngombe. Ini terlihat jelas bahwa umat manusia hanya ngelinding saja, tidak mempunyai motivasi dan tujuan mau ke mana hidupnya.

Sebagai umat Katolik yang bertanggung jawab, kita wajib melakukan refleksi diri dan menetapkan tujuan perjalanan hidup kita. Apa pun pencapaian yang kita alami dari waktu ke waktu, sesuai target maupun tidak, yang penting kita jujur kepada diri sendiri. Sudah maksimalkah apa yang kita berikan selama ini? Atau, masih banyak yang harus kita benahi?

Panggilan ada dua jenis: panggilan khusus dan panggilan umum. Panggilan khusus di sini merupakan panggilan yang membutuhkan totalitas, penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan. Panggilan khusus berarti mau bekerja di kebun anggur Tuhan sebagai biarawan/biarawati. Di luar itu, semua umat menjalani panggilan umum sebagai awam yang berkarya di dalam dunia.

Kedua jenis panggilan tersebut membutuhkan motivasi, mental, tujuan yang berbeda. Dua jenis panggilan harus kita lihat sesuai porsinya. Tidak semua umat Katolik mau, mampu, dan boleh memenuhi kedua panggilan tersebut. Kita harus berani mengambil risiko yang telah kita tentukan sendiri. Sebagaimana umat Katolik, panggilan tersebut disesuaikan dengan suara hati kita, karena panggilan ini berkaitan erat dengan proses perziarahan kita dalam melintasi lorong-lorong kehidupan di dunia. Sehingga, hidup di dunia ini tidak hanya mampir ngombe.

Ada empat karakter manusia dalam menjalani kehidupan ini: manusia pesimis-pasif, pesimis-aktif, optimis-pasif, dan optimis + aktif. Dalam memutuskan panggilan, kita termasuk di dalam karakter yang mana?

Umat yang berusia di atas 17 tahun harus berani mengambil keputusan untuk memilih panggilan khusus atau panggilan umum. Bukan lagi diarahkan oleh orang tua atau pun ditentukan oleh orang tua. Berilah kebebasan kepada remaja untuk memilih pilihan hidupnya. [Asep]

SMA St. Maria

Menggali Potensi Alam Bawah Sadar
“Orang lain bisa berbuat, saya lebih bisa berbuat dan sangat lebih luar biasa!”

Mengambil kalimat dari buku panduan “Becoming Great Student”, suatu workshop untuk memaksimalkan kekuatan pikiran sehingga setiap peserta mampu membangkitkan potensi power tak terbatas yang tersembunyi di dalam dirinya, melalui penguasaan pikiran dan emosi. Akhirnya bisa memaksimalkan diri untuk belajar dengan sangat mudah dan menyenangkan. Dengan hasil bisa menikmati perjalanan sukses di sekolah, masyarakat dan kehidupan.
Perjalanan sukses di sekolah itu tidak semua ditentukan oleh guru ataupun Kepala Satuan Pendidikan, melainkan keterlibatan siswa-siswi dalam menjalani rutinitas sekolah di Santa Maria. Rutinitas di sekolah kadang kala membosankan, karena banyak alasan yang melatarbelakangi permasalahan ini, diantaranya mungkin gurunya yang senaknya mengajar tanpa melihat kondisi yang jelas, atau bahkan muridnya yang datang sekolah karena kewajiban dan keharusan.

Itu salah satu contoh permasalahan yang banyak terjadi di sekolah manapun. Lain halnya di sekolah kita, SMA Santa Maria mempunyai terobosan baru untuk membongkar akar permasalahan ini dengan mengadakan training. Training ini dibagi menjadi tiga gelombang, diantaranya untuk siswa-siswa kelas XII yang barusan mengikuti UNAS 2008 dan hasilnya sangat membanggakan bagi keluarga besar SMA Santa Maria, karena lulus semua. Selang beberapa waktu setelah UNAS, siswa kelas XII (sekarang alumni angkatan 2008) dibekali oleh tim Alfa Omega-NLP Hypnocenter, diantaranya Yus Santos, MM, CHT., Agung Nugroho, MM., dan Haris Indra dalam membekali mereka untuk melangkah ke depan dengan hypnoterapi.
Tim ini membekali siswa-siswi untuk meningkatkan daya tahan tubuh yang kuat, terutama dalam menggali center empowerment bagi pribadi guna melejitkan potensi bawah sadarnya untuk mencapai standar hidup yang jauh lebih baik. Rahasia melejitkan potensi diri dan menjadi “Master of Life” melalui pemberdayaan pikiran bawah sadar dan pengalaman yang mengubah hidup banyk orang menjadi lebih baik.

Begitu juga pada saat liburan, guru-guru diberi kesempatan untuk mengikuti training ini, pada hari Rabu-Kamis, (24-25/6) dengan tema : “Mind Mastery-Awakening Unlimited Power Within and For Building Team Work”, di bangsal untuk session pertama. Session pertama diajak untuk memahami apa sebenarnya “Brings Your Life Better” melalui cermin diri, berlatih memusatkan pikiran terhadap satu tujuan yang ingin kita capai diantaranya GOAL. Goal juga dibarengi dengan keseimbangan antara kedua otak kita, otak kanan dan otak kiri. Selama ini kita tidak sadar bahwa kita masih bermain dalam taraf sadar. Padahal sadar presentasenya hanya 12 %, sedangkan sisa berada pada bawah sadar yang presentasenya sampai 88%. Saat inilah kita belajar mengolah bawah sadar kita, supaya GOAL yang kita fokus dapat tercapai karena dapat meningkakan standar achievement dan self motivation peserta, sehingga peserta mampu memaksimalkan kedahsyatan pikirannya dan membuka gembok “unlimited power within”.
GOAL ini ditempuh melalui The Basic Sciences yang terdiri dari dua metode, diantaranya NLP-Neuro Linguistic Programming diciptakan oleh John Grinder dan Richard Bandler USA, teknologi ini telah berhasil membantu banyak orang sukses luar biasa mengatasi kebiasaan buruk sampai mencapai prestasi puncak, termasuk bagaiamana menjadi kaya dan bahagia. Digunakan oleh orang sukses berbagai kalangan dari pemimpin Negara sampai para atlit olimpiade dunia. Kedua, NAC (Neuro Assosiation Conditioning), Anthony Robbins telah menciptakan teknik revolusioner dalam merubah kehidupan manusia lewat pelatihan yang mengagumkan, termasuk melalui firewalk experience.

Lebih jauh, Kamis (25/6) Guru diajak untuk mengatasi rasa takut melalui merubah gerakan, merubah fokus, merubah keyakinan, dan merubah pilihan kata. Perubahan perlu dibarengi dengan sikap saling menghargai, jujur, dan terbuka. Tidak hanya juga diperlukan professionalisme, diantaranya kompeten, bertanggungjawab, disiplin, dan konsisten.
Begitu pula, kelas XI IPS sampai XII Bahasa diberikan pelatihan yang sama oleh Tim Alfa Omega Center. Pelatihan ini dilakukan di Aula Lantai 4 dibagi tiga gelombang, diantaranya kelas XI -XII IPS, XI-XII IPA/Bahasa, dan gelombang terakhir untuk kelas X dengan tema “Becoming Great Student”.

Becoming Great Student-Mind Mastery For Success In school and Life bertujuan untuk meningkatkan potensi diri dengan cara memaksimalkan kekuatan pikiran dan penguasaan emosi, sehingga siswa termotivasi dan terasah seluruh kecerdasannya yang mempunyai mental juara.

Dalam pelatihan ini siswa-siswi diajak untuk mempunyai strategy efektif melalui Mind Map, Speed Reading dan Super Memory, di tataran pikiran sadar dan bawah sadar. Sehingga siswa-siswi bisa melewati hari-hari sekolahny dengan fun dan berprestasi maksimal. Tidak semata sukses dalam sekolah. Siswa-siswi juga mempunyai lifeskill, relationship, leadership, dan time mastery. Dengan begitu, siswa-siswi memiliki tujuan hidup yang jelas dan menyadari arah hidupnya.

Agung Nugroho, MM., salah satu Trainer mengungkapkan bahwa pelatihan tidak semata-mata memberi materi begitu selesai. Tetapi Alfa Omega lebih menitikberatkan pada proses pelatihannya yang didukung dengan alat peraga, seperti nonton film Star dan Wars, Rudal.
Dengan metode visual-audio-kinnestetik dengan sistem 75% praktek dan 25% teori, meliputi pula penerapan teknologi pikiran yang menembus tidak saja penggunaan belahan otak kiri dan kanan yang seimbang, namun juga bagaimana menerapkan keajaiban pikiran bawah sadar. Sehingga siswa bisa melakukan positive mind reprogramming, ungkap Agung.
Gelombang pertama (22-25/7) dan kedua (5-7/8) telah dilaksanakan dan untuk selanjutkan akan dilaksanakan Becoming Great Student bagi siswa-siswi kelas X yang akan dilaksanakan bulan September 2008. (sep.)

Jelajah Negeri 2008



Satukan Diri Dengan Alam



Sudah tradisi setiap tahun OSIS SMA Santa Maria mengadakan Jelajah Negeri 2008, Bahkan jelajah Negeri ini menjadi program tahunan OSIS Santa Maria. Kalian ini jelajah Negeri dilaksanakan di Permandian Air Panas, Wana Wisata, Pacet-Mojokerto, Minggu (10/8).

Sebelum berangkat menuju lokasi siswa-siswi SMA St. Maria dikumpulkan oleh OSIS untuk mengecek jumlah kelompok. Setelah dikonfirmasi jumlah kelompok ada 40 kelompok yang terdiri 10 siswa-siswi, jumlah keseluruhan mengikuti jelajah 400 siswa-siswi.

Berapa lama kemudian, siswa-siswi berangkat ke tempat lokasi dengan menggunakan beberapa kendaraan pribadi dan lima truk dari Angkatan Darat. Tiba di lokasi jam 08.00 WIB.

Sekitar tiga jam perjalanan akhirnya peserta Jelajah Negeri 2008 sampai di lokasi Jelajah Negeri 2008. Sebelum dimulai jelajahnya, setiap kelompok diabsen lagi dan diberi nomer punggung. Dalam perjalanan menaiki bukit kita menemukan beberapa pos yang sudah ditunggu oleh panitia. Di setiap pos diadakan game yang menarik, misalnya mencari empat batu berwarna di sungai dengan posisi diikat antar anggota kelompoknya, komuni kata, makan krupuk, game gendong, dan ambil air dengan media botol aqua.

Saat melintasi pos pertama menuju pos kedua, kita melihat air terjun dan terlihat pelanginya yang memancarkan berbagai warna-warni. Untuk menuju pos kedua medannya menanjak harus menggunakan alat bantu, diantaranya tali.

Ternyata medannya tidak hanya menajak juga naik turun perlu kerjasama antar tim atau kelompok supaya sampai ke garis finish.

Paling seru, pada permainan ambil air, peserta duduk di sungai yang dangkal dengan posisi bersila mereka mengambil air dari sungai yang harus dioperkan ke teman sampai ke belakang untuk ditampung ke dalam botol sampai penuh.

Lebih jauh, tiba di pos keenam peserta mengikuti game makan krupuk. Salah satu panitia OSIS mengatakan pokoknya kalian harus makan krupuk sampai habis dan tidak boleh menggunakan tangan. Ada yang saling bergendongan hanya untuk menghabiskan lima krupuk yang diikat di tali.

Menurut Jalu Sutarja, S.Pd. diadakan Jelajah Negeri 2008 ini diajak untuk mewujudnyatakan kecintaan siswa-siswi terhadap alam. Karena alam itu terdiri dari air, udara, dan tumbuhan. Selain itu siswa-siswi juga diajak menumbuhkembangkan persatuan dan kesatuan antar siswa-siswi untuk peduli dan peka.

Kepekaan dan kepedulian ini tidak hanya ditumbuhkan di sekolah, tetapi juga ditumbuhkan melalui relasi kita dengan alam. Selain juga tujuan dari itu semua agar siswa-siswi mempunyai semangat dan motivasi baru untuk membangun diri dan membangun alam menjadi lebih baik. Alam perlu dijaga kelestariannya, jangan hanya egois memenuhi keuntungan pribadi. Apa kata dunia nantinya, bila kita menjarah terus alam ini. Mereka juga tidak boleh membuang sampah sembarang, seperti tisu, botol aqua, dan plastik di sana karena dapat mencemari lingkungan, himbau dari salah satu panitia OSIS yang tidak mau disebutkan namanya.

Lebih jauh, ternyata Jelajah Negeri bagian dari mata pelajaran geografi, siswa-siswi diberi tugas untuk menceritakan kembali pengalaman selama di alam tersebut. Keunikan apa saja yang terdapat di Wana Wisata, Pacet, diantaranya keadaan geografi, iklim, jumlah penduduk, aktifitas di sana apa saja, dan hutan yang bagaimana, papar Dionisia Bhala S.Pd., Guru Geografi SMA Santa Maria.

Jadi mereka di sana tidak hanya rekreasi, tetapi ditanamkan nilai-nilai sosial untuk peka terhadap kondisi alam sekarang ini. Maka di setiap pos diadakan permainan yang mendukung kegiatan. Permaian atau game tersebut tidak hanya sekedar game, game mempunyai nilai SERVIAM yang menanamkan nilai atau karakter, diantaranya V-Value integrity of creation: menghargai keutuhan ciptaan, I-Integritymembangun pribadi yang jujur, bertanggung-jawab, memiliki komitmen dan loyal, M–Moral and ethical responsibility: memiliki tanggung-jawab etika dan moral untuk menjaga alam tetap asri. (asep.)