Senin, 28 September 2009

Seminari Menengah St. Vincentius a Paulo-Garum



MENULIS DAN MEWARTAKAN

(Sebuah Pembelajaran untuk Calon Pewarta)
Oleh IL Parsudi


Dalam rangka menghidupi tema tahunan “Seminaris Insan Pembelajar”, Sabtu (19/9), Seminari Menengah St. Vincentius A Paulo Garum menyelenggarakan seminar dengan tema “Budaya Menulis dan Meneliti: Apa dan bagaimana Menulis Opini?” Kegiatan ini berawal dari keprihatinan bahwa di era informasi ini masih dijumpai banyak calon imam yang kemampuan menulisnya masih rendah. Lebih lagi, bila kemampuan tersebut dipandang dari sudut pewartaan.

Oleh karena itu, tidak berlebihan bila Seminari Menengah St. Vincentius A Paulo Garum menangkap dan memperhatikan adanya kebutuhan meningkatkan kemampuan menulis para siswanya itu. Hadir sebagai pembicara dalam seminar ini, yaitu Bapak St. Kartono, guru SMA Kolese De Brito, Yogyakarta. Berikut pembelajaran yang dapat dipetik dari kegiatan seminar tersebut.

“Mengapa menulis?”

Demikian St. Kartono membuka seminar. Pertanyaan ini menggugah para peserta untuk menyadari makna kegiatan menulis. Sekian jawaban dapat segera dilontarkan. Ada yang menulis karena ingin terkenal. Ingin mencari nafkah tambahan. Ingin berkembang intelektualnya. Ingin mendiskusikan saja. Ingin ini itu dan sebagainya. Lebih dari itu semua, menulis karena ingin mengubah dunia.

Menurut penulis dan juga dosen itu, menulis adalah sebuah aktivitas yang kompleks, bukan hanya sekedar mengguratkan kalimat-kalimat, tetapi lebih daripada itu. Menulis adalah proses menuangkan pikiran dan menyampaikannya kepada khalayak. Ide yang sudah tertuang dalam tulisan, kelak memiliki kekuatan untuk menembus ruang dan waktu sehingga keberadaan ide atau gagasan tersebut akan abadi. Lain kata, proses menulis adalah satu upaya untuk mewariskan dan meneruskan ide atau gagasan kepada generasi selanjutnya agar ide tersebut terpelihara dan tetap “hidup”. Dalam kerangka pandang tugas manusia, dapat dikatakan “Menulis itu mewartakan”.

Menulis membutuhkan keberanian karena tulisan harus membawa pencerahan. Berani menyatakan pendapat meski mungkin berseberangan dengan arus utama. Inilah spirit yang membangun keberanian baru yang membawa pencerahan untuk masyarakat dan sesama.

Pintu masuk untuk menulis dan pencerahan adalah dengan membaca realitas dan teks dengan mata, telinga, dan hati dengan kritis. Ide-ide segar dilatih dengan bertanya. “Mengapa begini? Mengapa begitu? Bagaimana seharusnya? Bagaimana kenyataannya? Solusi apa yang bisa ditawarkan? Inilah pintu menuju penemuan pengetahuan.

Memahami Konteks

Konteks adalah situasi atau lingkungan yang berhubungan dengan suatu kejadian atau kegiatan. Dalam menulis, konteks akan memberikan bobot makna dan pengaruh/efek sebuah tulisan. Tanpa konteks, sebuah tulisan akan menjadi kering, tidak membumi dan tidak mempunyai kekuatan mengubah. Oleh karena itu, memahami konteks adalah perlu. Konteks yang dimaksud adalah sebagai berikut.

Pertama, konteks penulis. Siapa pun ia penulis (pewarta) perlu menyadari siapa dirinya, di mana ia berada, sebagai apa ia di sana, dan bagaimana ia melibatkan diri di sana. Dalam dinamika reflektif, ia perlu berusaha memahami dan mengenal konteks latar belakang diri sendiri dan orang lain, peristiwa, atau tempat yang dihadapinya. Misalnya, seorang guru atau imam yang menulis (mewartakan) perlu mencoba mengenal konteks topik yang akan ditulisnya: lingkungan, kebiasaan, budaya, latar ekonomi, nilai-nilai tradisi yang dihidupi di tempat tertentu. Berusaha mengerti keprihatinan, masalah dan tantangan-tantangan yang dihadapi masyarakat yang menjadi perhatiannya. Dengan demikian, penulis dapat menentukan dengan tepat apa yang harus dan dapat dikembangkan mengenai sebuah masyakarat atau komunitas.

Kedua, konteks wacana nilai. Konteks untuk menyampaikan tulisan adalah wacana tentang nilai-nilai (values) yang ingin dikembangkan. Maksudnya agar pembaca menyadari nilai-nilai kemanusiaan yang ingin diperjuangkan. Nilai-nilai yang mestinya diperjuangkan seperti: persaudaraan, solidaritas, penghargaan terhadap sesama, tanggung jawab, kerja keras, kasih sayang, ugahari, ketaatan, kerja sama, kepentingan bersama, cinta lingkungan hidup.

Ketiga, konteks lingkungan masyarakat. Lingkungan masyarakat yang mengusahakan suasana yang menghargai setiap orang, ditunjukkan kebaikannya, ditantang untuk melakukan yang benar, yang baik, dan yang indah. Idealnya, masyarakat sebagai bentuk kehidupan bersama merupakan tempat orang dipuji dan dihormati, tempat saling membantu, bekerja sama dengan semangat dan murah hati untuk menyatakan secara konkret melalui perkataan dan perbuatan idealisme bersama.

Menemukan Bentuk

Suatu gagasan akan menjadi konkret dan dapat dipahami bila diberi bentuk dan dikemas dengan baik. Gagasan sebuah tulisan akan jelas bila ada bentuknya misalnya berita, feature, opini, kolom, atau bentuk tulisan yang lain. Bentuk itu bermacam-macam tetapi roh yang menggerakkan sama, yaitu gagasan atau ide tulisan.

Kadang bentuk merupakan kekhasan seseorang. Seseorang bisa mewujudkan kekuatan pada kolom, dan yang lain pada opini, artikel, atau berita. Ini berarti seseorang dapat menemukan dan mengembangkan ciri khasnya untuk menjadikannya kekuatan yang mampu mengubah dunia melalui sebuah karya tulis.

Lebih daripada bentuk, cara memberi-bentuk (baca: membahasakan) sebuah gagasan dapat menjadi cermin jiwa seorang penulis. Ada ungkapan: bahasa adalah pikiran. Bahasa adalah jiwa. Adanya manusia dapat dipahami melalui bahasa. Hal ini dapat kita lihat pada contoh kasus berikut. Ketika ada kecelakan pesawat jatuh, muncul ungkapan yang berbeda-beda bergantung siapa yang mengungkapkan itu. Seseorang yang perhatiannya pada hal-hal yang tragis akan mengungkapkan, misalnya “Pesawat Jatuh, 15 Tewas Mengenaskan”. Akan tetapi, ada pula yang mengungkapkan, “Pesawat Jatuh, 2 Anak Selamat”. Dua ungkapan tersebut menunjukkan betapa rasa kemanusiaan berbeda satu dengan yang lain. Tentu, menjadi penulis akan berhadapan dengan belajar mencari bentuk yang sesuai dengan ketajaman kemanusiaannya. Begitu juga dengan bahasa gambar. Gambar yang ditampilkan sebagai bentuk ungkap suatu peristiwa mempunyai kadar kulitas daya-ungkap yang berbeda-beda.

Pencarian berbagai bentuk wacana amat penting untuk mengasah kepekaan rasa dan budi seorang penulis. Maka dapat dikatakan pula, menulis berarti mengasah kepekaan rasa dan kemanusiaan yang menjadi dasar pewartaan.

Mengubah

Menulis itu mencerahkan, menggugah, dan mengubah bila dimanfaatkan dengan sungguh-sungguh kekuatannya. Menulis dapat mengantar seseorang pada penemuan yang terdalam akan diri, sesama dan dunia semesta. Untuk itu, “Menulislah, sebelum engkau ditulis orang!” -amdg-

Jumat, 25 September 2009

Gereja Katolik Paroki Ratu Pencinta Damai (RPD), Pogot-Surabaya


Rayakan Hari Jadi Paroki


Gedung gereja sendiri berdiri tanggal 25 Januari 1981, jadi usianya sudah 28 tahun. Gereja yang terletak di pesisir pantai telah menjadi paroki yang ke-38 di Keuskupan Surabaya.

Gereja Katolik RPD mempunyai perjuangan tersendiri untuk berani memutuskan menjadi paroki. Menjadi segalanya tidak lagi disubsidi oleh gereja lain. Melainkan gereja sendiri harus berani mengelola segala aset yang dipunyai oleh gereja.

”Tanpa banyak kata, sejak tanggal 25 Januari 2004 Paroki mengambil keputusan untuk menjadi gereja mandiri, Gereja Katolik Paroki RPD. Pada waktu itu dibawah pimpinan para gembala, yakni Romo Y. Gani Sukarsono, CM dan Rm. Th. Tandyasukmana CM.

Tahun 2009, akhirnya Paroki Ratu Pecinta Damai telah genap 5 tahun atau disebut Lustrum I. Alm. Romo Y. Haryanto CM selaku Administrator Keuskupan Surabaya meresmikan Paroki Ratu Pencinta Damai dengan menandatangani prasasti yang diletakkan di depan gereja.

Menyambut hari jadi paroki ini, ketua panitia-R. FX. Budi Satriawan mengungkapkan bahwa tema Lustrum I paroki ini, yakni ”Menumbuhkembangkan Iman Umat dan Persaudaraan Sejati”. Hari jadi paroki ini juga digelar beberapa kegiatan.

”Diantaranya lomba jasmani dan rohani, pertandingan olah raga, bazaar, serta bakti sosial dengan pengobatan gratis”, ungkap Budi.

Sesuai temanya, Rm. Th. Tandyasukmana CM, Pastor mengharapkan dengan HUT ini, umat kita semakin dewasa, pengurus lebih kompak. Umat kita lebih bersatu dengan semangat persaudaraan dalam memajukan paroki kita tercinta ini.

Begitu juga, Orang Muda Katolik (BIAK, REKAT, dan MUDIKA) harus selalu meningkatkan kemampuannya untuk dapat ambil bagian dalam pengembangan paroki, harap Pastor Kepala Paroki.

“Usia paroki kita masih muda. Untuk dapat berkembang dengan baik perlu meningkatkan kerja sama yang sudah ada, dedikasi yang tinggi, dan pengorbanan yang tulus ikhlas,” ungkap Tandya.
(asep)

Misdinar Paroki RPD

Misdinar Santo Tarsisius, Raih Prestasi

Kiprah Misdinar Santo Tarsisius Paroki Ratu Pecinta Damai, Pogot-Surabaya, semakin maju terbukti dengan banyaknya piala yang diraih. Di antaranya, Juara I Temu Krida dan JuaraIII Sepak Bola di Misdinar Cup. Dengan kiprah ini, Misdinar St. Tarsisius semakin mengembangkan sayapnya dengan membuat program pelatihan misdinar selama dua bulan untuk pendalaman materi. Dan, tetap konsisten dalam pelayanan di altar. Karena tugas utama menjadi laskar Kristus.
Jaimito Salvador S, ketua Misdinar St. Tarsisius Paroki Ratu Pecinta Damai, mengatakan bahwa pendalaman materi juga menanggapi atas usulan dari Pastor Paroki Romo Th. Tandyasukmana CM agar misdinar perlu mengerti seluk-beluk pakaian misdinar, perlengkapan misa, dan buku-buku pedoman misa. Misdinar St. Tarsisius Paroki Ratu Pecinta Damai juga menpunyai Putri Sakristi (PS) dan Putra Altar (PA). PS bertugas membantu misdinar dalam pelayanan umat dan romo, seperti mendampingi asisten imam pada saat pemberian komuni, pengantar persembahan, dan membentuk formasi pada saat Doa Syukur Agung, terutama hari raya besar. Seperti Paskah, HUT, dan Natal. Sedangkan PA atau misdinar bertugas melayani romo di atas altar.

“Pada era Konsili Vatikan I, PS tidak boleh naik di altar dikarenakan hanya putra saja yang boleh naik di altar. Gereja pada Dokumen Konsili Vatikan I masih “kolot”. Putra dianggap lebih layak daripada putri karena putra dipersiapkan untuk menjadi calon-calon imam,” jelas Jaimito.

Sejak Konsili Vatikan II (1965 sampai sekarang), Gereja Katolik mulai membuka diri terhadapsituasi dan perkembangan zaman. Kini, anggota misdinar lebih banyak putri (70 persen) daripada putra. Mereka berasal dari Mudika maupun Rekat. Karena itu, PS diperbolehkan naik di altar, sama dengan misdinar laki-laki.

Dengan perubahan kebijakkan. Kini, Misdinar Santo Tarsisius terus mencari dan merangkul para peminatnya untuk bergabung di PS dan PA. Mereka juga mengadakan program penyegaran rohani dan jasmani seperti doa rutin, Bible Camp, sepak bola, dan sebagainya. (asep)

Kamis, 24 September 2009

Gereja Katolik Paroki Kelahiran St. Perawan Maria

Gereja tertua di Kota Surabaya

Bentuk bangunan gereja Katolik Kelahiran St. yang artistik dan bergaya geothic merupakan perpaduan arsitektur yang sangat menarik dan unik dikalangan arsitektur bangunan.

Gereja Katolik
yang tepat di jalan Kepanjen ini merupakan salah satu monumen arsitektural yang berusia lebih dari 1 abad. Gedung yang terbuat dari batu bata sebagai komponen strukturalnya itu kini mengalami kerusakan di beberapa bagian akibat usianya yang cukup tua dan cuaca.

Bentuk bangunannya yang artistik dan bergaya geothic merupakan perpaduan arsitektur yang sangat menarik dan unik dikalangan arsitektur bangunan. Gereja Katolik kelahiran Santa Perawan Maria merupakan gereja yang cukup tua di kota Surabaya. Dan, menjadi aset pemerintah kota Surabaya, karena termasuk dalam bangunan yang dilindungi oleh pemerintah kota Surbaya. Termasuk dalam cagar budaya yang wajib dan harus kita lestarikan.

Sebelum dibangunnya Gereja Katolik kelahiran Santa Perawan Maria ini, sudah dibangun sebuah Gereja Katolik pertama di Surabaya bergaya Eropa yang terletak dipojok jalan Kepanjen dan Kebonrojo.

Pada awalnya dua orang pastor pada tanggal 12 Juli 1810, Hendricus Waanders dan Phillipus Wedding datang dari Belanda dengan kapal ke Surabaya. Yang kemudian Pastor Wedding pergi ke Batavia. Dan Pastor Waanders menetap di Surabaya.

Pastor Waanders sering mengadakan misa untuk umat Katolik di Surabaya. Yang kemudian dari hari ke hari jumlah umat Katolik semakin bertambah yang kemudian membuat umat Katolik berencana membangun sebuah gereja Katolik.

Dan, baru pada tahun 1822, umat Katolik dapat merealisasikan membangun sebuah gereja pertama dipojok Roomsche Kerkstraat/ Komedie weg (Kepanjen/Kebonrojo). Namun belakangan gereja Katholik pertama ini dipindah ke gedung baru di sebelah utaranya, tepatnya di jalan Kepanjen 4-6 Kelurahan Krembangan Selatan di wilayah Surabaya Utara.

Gelar Hari Jadi Paroki Kelahiran St. Perawan Maria

Akhirnya, dari tahun ke tahun perkembangan gereja Katolik kelahiran Santa Perawan Maria semakin pesat. Kegiatan umat semakin bervariasi, tidak hanya berkutat di liturgi dan rohani saja. Seperti pelayanan kepada sesama yang membutuhkan dan dikoordinir oleh Serikat Santo Vincentius (SSV). SSV, salah satu bentuk karya kerasulan yang dicetuskan oleh pastor-pastor tarekat Vinsensian atau lebih dikenal dengan CM.

Tidak hanya itu, ada beberapa organisasi interen yang mendukung perkembangan gereja Katolik Kelahiran Santa Perawan Maria, yakni Bina Iman Anak Katolik, Remaja Katolik, Mudika, dan Wanita Katolik Republik Indonesia.

Organisasi ini mempunyai peranan penting di dalam pengembangan gereja Katolik Kelahiran St. Perawan Maria. Bahkan tak terasa usia sudah mencapai hampir dua abad, yakni 194 tahun. Berdiri kokoh dijalan Kepanjen 4-6.

Amadius Fredy Sidarta-staf sekretariat mengatakan Selasa lalu memperingati hari ulang tahun Paroki Kelahiran St. Perawan Maria. Hari jadi Paroki diambil dari nama pelindung pada Pesta Santa Maria, tanggal 8 September. Dan, tahunnya diambil dari berdirinya gereja Katolik di jalan Kepanjen, yakni tahun 1815.

Memperingati hari ulangan tahun itu, Panitia membuat serangkaian kegiatan untuk merayakan ulangan tahun. Diantaranya Bakti Sosial, Jalan Sehat, Bazar, Seminar Ajaran Sosial Gereja, dan check up murah, kata staf sekretariat Gereja Katolik Kelahiran St. Perawan Maria.

Bakti sosial ini secara langsung dibagi kepada para tukang angkut sampah di sekitar wilayah dan lingkungan Paroki Kelahiran St. Perawan Maria. Untuk jalan sehat, panitia mengadakannya pada hari Minggu (6/9). Rute dari jalan sehat mulai dari depan gereja melintasi masjid Kemayoran, Indrapura, Rajawali, dan menuju Kapolwil. Berbagai doorprize disediakan panitia untuk memeriahkan hari ulang tahun.

Tidak hanya kegiatan serimonial saja digelar dalam rangka menyambut HUT Paroki Kelahiran St. Perawan Maria. Panitia pun memberikan kegiatan yang sifatnya memberikan wawasan tentang ajaran Katolik. Pemberian wawasan ini dikemas dalam Seminar tentang Ajaran Sosial Gereja (ASG), jelas Fredy.

ASG adalah kumpulan dokumen-dokumen resmi Gereja Katolik, seputar perhatiannya kepada masalah-masalah sosial yang ada di sekitarnya. Gereja sedari dulu tidak ingin menjadi menara gading yang berdiri kokoh, namun lingkungan sekitarnya terabaikan dan tertindas.Baiklah kiranya jika kita lebih mengenal sedikit saja tentang ajaran-ajaran itu; sehingga dapat menjadi inspirasi dalam kehidupan nyata kita sekarang. Di dalam ASG terdapat 13 dokumen.

Diantaranya Rerum Novarum-tentang buruh, Mater et Magistra-"Kekristenan dan Kemajuan Sosial”, Gaudium et Spes-"Konstitusi Pastoral tentang Gereja di Dunia Modern", Dignitatis Humanae-"Deklarasi tentang Kebebasan Beragama", Populorum Progressio-"Tentang Kemajuan Bangsa", Laborem Excersens, "Tentang Kerja Manusia", dan Solicitudo rei socialis, "Tentang Keprihatinan Sosial".

Pria yang berusia 60 tahun ini menambahkan bahwa narasumber dalam seminar ASG ini, yakni Romo Agus Setyono CM. Seminar ini luar biasa, karena diikut oleh tiga ratus umat. Dan, walaupun dokumen-dokumen ini sudah lama, tetapi masih relevan untuk menjadi bahwa diskusi.

Lanjut, karena tanggal 8 September ini hari efektif. Jadi puncak dari kegiatan ini ditutup pada hari Minggu (13/9) melalui perayaan ekaristi. Perayan ekaristi dipersembahkan oleh selebran Romo Antonius Sapta W. CM dengan didampingi tiga konfraternya. Diantaranya Romo Kukuh CM, Romo Suparmono CM, dan Romo Rahmat CM.

Usai perayaan ekaristi, HUT ini semakin lengkap dengan adanya pemotongan tumpeng dan pentas seni di halaman gereja dengan menu jajan pasar. Dan, makanan yang telah disediakan oleh Ibu-ibu Wanita Katolik Republik Indonesia, jelas Fredy. (asep)


Ilustrasi diambil dari images.google.co.id

Dirgahayu Paroki Santa Maria yang ke-33

Meneladani Semangat Bunda Pelindung Kita

Minggu (6/9) umat Paroki Santa Maria Blitar bersyukur atas perjuangan kita selama ini dalam membangun sarana pelayanan yang melahirkan anggota gereja begitu banyak yang diberkati oleh Santa Pelindung kita.

Untuk merayakan hari kelahiran paroki kita ini, panitia mengusung “Bersama Maria Kita Bangun Paroki Santa Maria Yang damai Sejahtera dan Menawan”. Serangkaian kegiatan dilaksanakan dan dimaksudkan untuk meningkatkan jalinan dan persatuan Umat Allah se-Paroki Santa Maria Blitar, persaudaraan, dan keakraban serta solidaritas Kristiani yang luhur.

”Serangkaian kegiatan HUT Paroki diawali dengan Novena Medali wasiat yang dimulai Jumat (28/8) dan dibuka oleh Rm. L. Karsiyanto CM-Pastor Kepala Paroki di Sendangrejo-stasi Ngadirejo.”

Kemudian kegiatan dilanjutkan dengan berbagai lomba yang diikuti oleh seluruh umat Paroki St. Maria mulai dari anak-anak sampai umat yang dewasa baik di lingkup lingkungan maupun stasi. Diantaranya lomba cerdas cermat, mewarnai, dan melukis.

Keesokan harinya, Minggu pagi (6/9) pukul 06.00 wib, panitia menggelar jalan-jalan santai, stratnya dimulai dari halaman gereja Paroki Santa Maria Blitar kemudian berkeliling dan kembali ke halaman gereja. Kegiatan ini dilanjutkan dengan adanya pasar murah serta pembagian doorprize.

Puncak acara ditandai dengan misa syukur dipimpin oleh Pastor Kepala Paroki St. Maria Blitar yaitu Romo L. Karsiyanto CM didampingi Rm. Pariyanto CM. Hadir pula dan ikut mempersembahkan misa yaitu Romo Paroki St. Maria Tak Bercela Tulungagung- Rm. Suyatno, Romo Paroki St. Petrus dan Paulus Wlingi, Rm. Suwarno, Romo-Romo Seminari Garum, Rm. Senti Fernandes, Rm. G. Tri Wardoyo CM, Rm. Yulius CM, dan Rm. Roni.

Misa syukur berlangsung meriah ini dihadiri sekitar 800 umat. Diantaranya frater, suster-suster S.Sps, Suster-susuter Puteri Kasih serta umat dari berbagai stasi dan lingkungan Paroki Santa Maria Blitar.

Usai, misa diadakan pesta umat dan disuguhkan berbagai makanan dari lingkungan maupun stasi berupa tumpeng dan makanan lainnya. Selama pesta berlangsung juga diumumkan pemenang lomba cerdas cermat, mewarnai, melukis, dan lomba tumpeng. Lomba cerdas cermat dimenangkan oleh Lingkungan Sanankulon sebagai juara I, Juara II Pendamping BIAK, Juara III Karangsari, Juara IV stasi Bacem. Lomba mewarnai dan melukis diboyong oleh TKK St. Maria dan TKK Yos Sudarso.

Selain Hari Paroki, Romo L. Karsiyanto juga membuka Bulan Kitab Suci Nasional, Minggu (6/9) dengan tema “YAKUB: BERGUMUL DENGAN ALLAH DAN MANUSIA”.

Romo Karsi mengajak kepada umatnya untuk memahami dan mengamalkan Kitab Suci yang aktual yang sesuai dengan situasi dan kondisi kehidupan nyata pada saat ini. Dan, Kitab Suci merupakan Santapan rohani Umat Beriman Kristiani, ajak Pastor Kepala Paroki. (rina/asep)

Gua Maria Sendangrejo

Novena Medali Wasiat Hadir di Sendangrejo

Dalam rangka merayakan hari ulang tahun Paroki Santa Maria-Blitar yang ke-33, umat paroki Santa Maria menggelar serangkaian kegiatan untuk kemeriahan ulang tahun paroki. Secara tidak kebetulan, Paroki Santa Maria mempunyai napak petilasan dalam menghormati Bunda Maria.

Bunda Maria sebagai bunda, Tuhan Kita Yesus selalu menemani perziarahannya, hingga pada puncak kemenanganNya, yakni tersalib di bukit Golgota. Untuk menghormati segala kerendahhatianNya, umat paroki menggelar devosi Maria dengan kemasan Novena Medali Wasiat.

Tepat, 28 Agustus 2009, Jumat akhir pekan sebelum bulan kemerdekaan berakhir. Panitia HUT Paroki Santa Maria-Blitar menjalankan devosi Maria. Untuk menjalani devosi Maria, umat memerlukan waktu khusus dalam melakukan laku tapa bersama Bunda Maria selama 9 hari dengan jam yanga sama.

Saat dikonfimasi oleh T. Jubelium lewat by phone, Katarina Widaningsih, salah satu umat Paroki Santa Maria dan staf pengajar bidang studi sosial-ekonomi mengatakan pembuka Novena Medali Wasiat, umat mengawalinya dengan perayaan ekaristi dengan selebran Rm. L. Karsiyanto, CM-Pastor Kepala Paroki Santa Maria Blitar di Goa Maria Sendangrejo-Stasi Ngadirejo dekat makam Presiden RI ke-1.

Umat se-paroki Santa Maria baik dari Stasi maupun umat lingkungan Paroki Santa Maria mengikuti perayaan ekaristi ini dengan khusuk di halaman Sendangrejo yang didesain transpran melalui kaca, sehingga tampak replika Bunda Maria dan sumber mata air yang selalu membawa berkah bagi umat sekitar, kata staf pengajar bidang studi sosial-ekonomi di Seminar Menengah St. Vincentius a Paulo, Garum-Blitar.

Rina, panggilan akrabnya menambahkan bahwa sesuai dengan tema HUT Paroki ”Bersama Maria Kita Bangun Paroki Santa Maria yang Damai, Sejahtera, dan Menawan”.

Dengan begitu Novena Medali Wasiat ini menjadi salah satu tujuan untuk mengenang kembali Maria sebagai pelindung Paroki Santa Maria, semakin mencintai Bunda Maria, meneladan, menghormati keutamaan hidup Bunda Maria serta membangkitkan umat Paroki Santa Maria untuk ambil bagian dalam kegiatan Paroki. Seturut teladanNya sebagai Bunda Pelindung kami.

”Proses berlansungnya Novena Medali Wasiat ini berlanjut kali kedua sampai detik kesempurnaan devosi Maria, yakni ke sembilan di Gereja Santa Maria dan di stasi-stasi.”

Umat sangat antusias dan semangat dalam mengikuti proses devosi Maria ini, terbukti dengan banyaknya umat yang datang ke gereja. Untuk melakukan laku tapa bersama Bunda Pelindung kami.

Sabtu (5/9), Pastor Kepala Paroki Santa Maria-Blitar, selaku selebran utama dengan didampingi Rm. Pariyanto CM, Rm. Suyatno (Pastor Paroki St. Maria Tak Bercela Tulungagung), Rm. Suwarno (Pastor Paroki St. Petrus dan Paulus Wlingi), Rm. Senti Fernandes-Rektor Seminar Menengah, Rm. Gregorius Tri Wardoyo CM, Rm. Yulius CM, Rm. Roni (Pastor Muda yang satu tahun lalu ditahbiskan-bertugas di Seminari Garum) menutup Novena Medali Wasiat di gereja.

”Gereja ini unik sekali disepanjang kursi umat ada kain hijau untuk lap kursi. Jadi tidak menggantungkan koster. Dan, bukti dari kerendahhatian umat untuk berbagi kasih sebagai umatNya.”

Lanjut, keesokan harinya, Minggu (6/9) pukul 16.00 wib sebagai puncak acara HUT Paroki Santa Maria Blitar yang ke-33 ditutup dengan perayaan ekaristi. Karena ekaristi merupakan bagian dari hubungan pribadi dengan Tuhan untuk saling menguatkan hidup beriman Paroki tersebut.

Perayaan Ekaristi ini berlangsung meriah dengan hadirnya 800 umat. Diantaranya frater, suster-suster S.Sps, suster-suster Puteri Kasih serta umat dari berbagai stasi dan lingkungan Paroki Santa Maria Blitar. (asep)
Ilustrasi diambil dari sendangrejo.com

Lebaran 2009


Saling Bermaaf-maafan, Umat Muslim yang Lain Ketiban REJEKI

19 September 2009, tepatnya Sabtu, umat Muslim mengakhiri puasanya dengan malam takbir. Malam takbir merupakan tradisi menjelang Idul Fitri. Diawali dengan Sholat Ied.

Bahkan Lebaran adalah hari yang tidak asing bagi kaum muslim di seluruh penjuru dunia. Hari yang penuh suka cita, di mana kaum muslim dibolehkan kembali makan dan minum di siang hari setelah satu bulan penuh berpuasa.
Lanjut, beberapa umat Muslim mengumandangkan gema takbir, tampak dari depan gang rumah mertuaku. Umat Muslim bersuka cita berkeliling mengumandangkan gema takbir dengan menggunakan fasilitas mobil pick-up. Tiga mobil pick-up dilengkapi berbagai alat musik tradisional, seperti bambu dan bedhug. Begitu juga tampak di sekitar Taman Bungkul, umat Muslim mengumandangkan gema takbir.

Keesokan paginya, umat Muslim berjamaah bersama melaksanakan sholat Ied. Tampak di Masjid Kemayoran. Masjid Kemayoran, salah satu aset berharga warga kota Surabaya. Karena merupakan cagar budaya yang dilindungi pemerintah setempat. Dengan khidmat, umat Muslim menjalankan sholat Ied. Hingga keluar jalan mendapati jalan Indrapura depan kantor DPR.
Terlihat penyekat garis putih untuk memudahkan pelaksanaan sholat Ied. Setelah menjalankan sholat Ied, umat Muslim nyekar kepada saudara-saudarinya yang mendahului mereka. Dan, dilanjutkan dengan saling memaafkan kerabat terdekatnya. Sebelumnya itu saling bermaaf-maafan dengan keluarga melalui tradisi sungkeman.

Tradisi sungkeman merupakan tradisi orang Jawa yang menghormati orang yang lebih tua dan mohon maaf atas tindak tanduk selama setahun lalu. Karena pemaknaan Idul Fitri adalah kembali kepada fitroh (suci) karena dosa-dosa kita telah terhapus.

Selain nyekar, umat Muslim pergi ke tetangga kanan kiri untuk bermaaf-maafan. Paling salut bagi umat Muslim, di kampung Krembangan, tetangga yang Muslim malah berkunjung kepada umat yang non Muslim. Untuk saling bermaaf-maafan, mungkin selama setahun lalu mempunyai tutur kata yang tidak berkenan di hati umat non Muslim, Minggu (20/9).

Karena jenuh beberapa hari libur, penulis mulai menjalankan aktifitasnya dengan menghidupkan mesin sepeda motor untuk berkelilingi ke jantung kota Surabaya dan jalan protokol. Jalan protokol tanpa sepi, pengguna jalan dapat dihitung dengan jari. Mulai dari jalan Pahlawan, Siola, Tunjungan, Gubernur Suryo, Panglima Sudirman, Basuki Rahmat.

Hingga kembali ke Gubernur Suryo menuju tempat tongkrongan-Transnet. Seperti yang dikatakan Teguh-operator Transnet. Jalan-jalan tampak sepi, tapi warnet ini malah ketiban rezeki. Karena baru kali pertama, warnet Transnet buka di saat lebaran. Selalu penuh costumer sampai nolak-nolak dengan halus.

"Kebanyakkan, costumer baru yang mengirim ucapan selamat lebaran. Entah untuk kerabatnya atau mungkin pacarnya yang berada di luar kota," obrol Teguh.

Tak lama kemudian, waktu menunjukkan pukul 14.00 wib, keponakkanku datang untuk cari data tentang bentuk-bentuk puisi. Perut tidak bisa dikompromi, akhirnya bersama saudara. Kami makan disamping Tunjungan Plaza makan soto ayam. Kenyang sudah perut. ”Makanlah sebelum lapar, berhentilah sebelum kenyang, peribahasa ini memang benar adanya. Makanlah secukupnya, ingat saudara-saudari kita.”

Pulang melintasi arah Balai Pemuda menuju Walikota Mustajab. Tidak seperti biasanya, Sate Kelapa Ondemohen itu yang berjualan tujuh pedagang kaki lima dadakan di samping kanan kiri. Tempat jualannya di jalan pejalan kaki dengan lesehan, Senin, (21/9). Ramai penuh pembeli dan peminat sate kelapa. Pembeli kelas menengah hingga kelas atas.

Bahkan saat melintasi pasar besar, belok ke kiri arah jalan tembakan. Di samping kanan ada PKL dadakan lagi. Yang ini berjualan nasi pecel. Tampak sepi pengunjung, karena di daerah tersebut menjadi jalur cepat. Apalagi sepi pengguna jalan. Padahal sudah dihimbau bahwa kecepatan di kota tidak boleh melebih 40 km/jam.

”Capek rasanya badan si penulis, sampai rumah tiduran dan menjalankan aktifitas seperti biasanya.”

Selasa, (22/9) setelah bersih-bersih rumah mertua. Penulis berpamitan ke Ibu Mertua untuk online di markas Transnet. Ternyata, sekitar gubernur Suryo terdapat tiga PKL dadakan dengan menu soto ayam dan daging. Pengunjungnya lumayan ramai. Sambil melepas lelah melihat kokohnya Tugu Pahlawan. Pengguna jalan berhenti dan duduk lesehan makan soto ala PKL dadakan.

Waktu menunjukkan pukul 12.30 wib, istri penulis memberikan warning. Nanti pukul 13.00 menemani Kak Peter ke bandara Internasional Juanda untuk jemput Pak Tommy. Keberadaan penumpang domestik tampak ramai. Walaupun mendekati arus balik. Penumpang pesawat terbang selih berganti keluar dari bandara. Begitu juga stasiun-stasiun yang berada di kota Surabaya. Padat! Apalagi, teman-teman jurnalis mengabarkan arus balik akan tampak ramai dari pantauan stasiun Pasar Turi.

Persis jam 17.15 wib, Pak Tommy tiba di bandara Juanda, tampak jelas sedang turun dari eskalator. Semua aktifitas telah kulalui. Saatnya penulis mempersiapkan 40 hari mertua laki-Z. Pattinasarany, karena Rabu (23/9) ada kebaktian untuk mertua, papa, opa kami tercinta. (asep)

Ilustrasi diambil dari google.image.co.id

Ekaristi Kaum Muda (EKM)


Antara Pro dan Kontra

“Sebab apabila semuanya itu ada padamu dengan berlimpah-limpah, kamu akan dibuat-Nya menjadi giat dan berhasil dalam pengenalanmu akan Yesus Kristus, Tuhan kita.” (2 Petr 1:18)


Salah satu contoh sebagai ilustrasi carut marut EKM, 28 Juni 2009, tepatnya Minggu di facebookku ada pesan diinboxku. Ternyata dari temanku, asal Paroki Yohanes Pemandi, Wonokromo depan rumah sakit Angkatan Laut. Pesan tersebut bertuliskan bahwa pada hari dan tanggal tersebut ada EKM dan lanjut Talk Show.

Talk Show ini membahas organisasi Orang Muda Katolik (OMK) versi Paroki Yohanes Pemandi. Kegiatan bertepatan dengan perayaan santo pelindung gereja setempat. Dan, dihibur oleh kelompok band yang menamakan dirinya Sindikat.
EKM menerangkan di facebookku mengatakan pukul 07.30 dimulai oleh OMK Paroki Yohanes Pemandi, Wonokromo. Dengan penuh konsep telah kusimpankan sebagai bahan wawancara kepada panitia. Konsep telah disimpankan semalam ternyata sia-sia.

Apa yang terjadi di dalam gedung gereja tersebut?, EKM yang diselenggarakan layaknya Ekaristi seperti hari Minggu biasa. Perbedaannya terletak pada lagunya yang agak ngepop. Dan, seragam koornya memakai busana cinta budaya Indonesia, yakni Batik bermotif bunga dan daun dengan kombinasi warna coklat-kecoklatan. Petugas tata tertibnya memakai busana putih dengan kombinasi celana panjang hitam. Bahkan gaya khotbah romonya monoton dengan metode satu arah berada di mimbar.

"Hal inilah yang membuat OMK menjadi jenuh. Pindah kelain hati untuk merasakan situasi kondisi yang berada. Bisa dibilang OMK menginginkan sesuatu ekaristi ala OMK yang unik dari lainnya." Namun, perlu diketahui bahwa gereja Katolik ini berporos pada satu pusat. Tidak sembarang membuat ide dan konsep ekaristi ala OMK. Perlunya kajian untuk menyelenggarakan ekaristi ala OMK.

Awalnya, OMK harus mengerti sebenarnya ekaristi itu apa di dalam tatanan liturgi di gereja Katolik, terutama dalam kebijakan di Keuskupan Surabaya. Keuskupan Surabaya sendiri juga tidak main potong sendiri. Keuskupan Surabaya juga berpedoman pada Konferensi Wali Gereja Indonesia.

Gereja Katolik dalam merayakan ekaristi mempunyai pedoman, yakni tata perayaan ekaristi yang terbagi dalam tahun A, B, dan C. Di dalam tata perayaan ekaristi terutama dalam liturgi ekaristi ada urutan liturginya. Liturgi perayaan ekaristi tersebut ada empat bagian. Diantaranya liturgi pembuka, sabda, ekaristi, berkat, dan penutup. Bahkan kalau OMK memegang teks yang digunakan setiap hari Sabtu dan Minggu. Terlihat jelas bahwa tertera urutannya.

Jadi, OMK harus benar-benar mengerti dan memahami makna dalam dari perayaan ekaristi. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan Seksi Kepemudaan dari Federasi Konferensi-Konferensi Waligereja Asia (FABC, Federation of Asian Bishops' Conferences) di MAKATI CITY, Filipina-UCAN menunjukkan bahwa OMK Asia tidak sepenuhnya memahami makna Ekaristi, Rabu (3/9).

Ekaristi sebagai pusat iman

Liturgi merupakan suatu upacara yang sangat membantu bagi kaum beriman untuk mengungkapkan misteri Kristus serta hakikat asli Gereja (SC.2). Dalam liturgi terlihat adanya realitas pengudusan umat manusia dan pemuliaan Allah dalam dua segi, yakni dari pihak Allah kepada manusia adalah terlaksananya penebusan dan dari pihak manusia kepada Allah adalah terjadinya pemuliaan Allah.

Tampak jelas bahwa dalam liturgi membutuhkan keterlibatan utuh seluruh umat Allah secara pribadi. Perlu disadari bahwa pertemuan liturgi dan ritus yang dirayakan dalam perayaan Ekaristi adalah suatu realitas dari tata keselamatan.

Realitas pengudusan umat Allah dan pemuliaan Allah tampak diwujudkan dalam unsur dialogis liturgi. Adanya dialog inilah yang membuat liturgi menjadi memikat dan mengena pada pribadi setiap umat Allah. Dalam unsur dialogis ini, perjumpaan Allah dan manusia terwujud serta menjadi dasar keselamatan dan perkembangan iman. Dalam liturgi, pemaknaan sejati Ekaristi sungguh nyata, yaitu pada keterlibatan penuh umat Allah atas tawaran panggilan Allah dalam proses dialogis menuju tata keselamatan sejati.

Setiap unsur dalam liturgi, memuat unsur dialogis. Alah menawarkan diri-Nya berupa pengudusan manusia dan manusia menanggapinya dengan jawaban, doa, dan pujian. Dengan Sabda, Allah menjumpai umat-Nya (SC.7) dan jemaat menanggapinya dengan mazmur, pujian, doa, dan pernyataan iman. Bahkan sampai akhir liturgi terjadi dialog kudus tata keselamatan sejati Allah.

Dialog ini akan terjalin dan terjadi dengan baik apabila umat mengenal setiap makna dan detail dalam liturgi. Semakin kita mengerti makna sejati liturgi, semakin kita mencintai dengan liturgi. Semakin kita mencintai liturgi maka semakin tercipta dialog yang lebih intens dengan Allah, apabila dialog menjadi semakin baik. Maka, keselamatan umat Allah semakin mewujudnyatakan dalam dunia, bahkan akan dirasakan oleh setiap pribadi.

Nah, dengan begitu jelas. OMK dapat membuat EKM dengan ciri khasnya. Dan, bagian mana yang tidak boleh diinkulturasikan dan sisi mana yang boleh diinkulturasikan sesuai ciri khas OMK.

Kaum muda dan inkulturasi liturgi

EKM mungkin menjadi salah satu pendorong untuk meningkatkan keterlibatan OMK yang saat ini dirasakan menurun. Dalam EKM, keterlibatan OMK menjadi kunci berhasil tidaknya menjaring OMK.
”Perlu diingat bahwa dalam Perayaan Ekaristi tujuan utamanya bukanlah untuk menyenangkan umat atau OMK. Dalam arti menguatkan umat dalam menjalin hubungan pribadi dengan Tuhan.”

Karena persoalan ini interaksi antara Tuhan yang digambarkan jelas melalui Salib. Kita sebagai OMK selalu disatukan dengan salib. Garis horisontal menggambarkan kehidupan kita di dunia itu seperti apa? Tingkah laku kita baik atau tidak bagi Dia. Maka melalui garis vertikal, OMK selalu diingatkan bahwa kalian berasal dari sana.

Jadi, jangan membuat aturan sendiri dalam EKM. Itulah yang membuat para hirarki menjadi pro dan kontra. Karena dibuat seenaknya tanpa memahami hakekat EKM. Mau tidak mau kadang hirarki meng”gagal”kan EKM yang ada di setiap paroki.

”Pada hakekatnya ekaristi merupakan satu kesatuan jiwa OMK yang dilambangkan dalam roti dan anggur-Tubuh dan Darah Kristus.”

Ketika OMK menerima hosti, apakah benar-benar pasrah pada kehendak-Nya. Itulah yang harus OMK ketahui hakekatnya. Karena perlu ditekankan kembali bahwa Ekaristi bagi Gereja merupakan jantung dan nyawa, sebab segalanya berpusat pada Ekaristi.

Nah, untuk membuat EKM harus jelas makna dan konsep mau dibawah kemana? Untuk masalah alat peraganya itu menjadi nomer yang ke sekian. Jelasnya, bahwa EKM mempunyai tujuan yang bisa menyatukan diri kita dengan Tuhan. Ala, OMK!

Tidak harus memakai alat musik yang wah dan ikut trend masa kini. Trend itu sekarang sudah basi. Seperti menggunakan alat band, diantaranya gitar, drum, dan piano. Itu tidak harus dan bukan tidak boleh. Pertanyaan OMK seharusnya, apa hanya itu alat musiknya?

Kemasan EKM bagi OMK tergantung pada ide dan konsepnya mau dibawah ke mana arah EKMnya? Dan, baru kita menemukan temanya, seperti kerakyatan, sosial-politik, kaderisasi, dan atau keprihatinan OMK terhadap hirarki.

Dengan mengetahui itu semua. OMK menentukan kemasannya, mau dibuat seperti apa dan bagaimana yang pas dan cocok bagi OMK. Tidak meniru dunia germelap. Ada lampunya dengan penuh warna-warni dan dilengkapi follow light.

Jika digali lebih dalam dan dikaitkan dengan makna Ekaristi sejati, maka seringkali pula justru mengaburkan makna. Apabila OMK ditanya tentang apa yang ada dalam EKM, maka banyak orang menjawab bahwa ini merupakan inkulturasi liturgi.

Sekilas dapat dilihat, bahwa dalam EKM terdapat adanya lagu-lagu rohani yang ngepop, RnB, dan Pop Rock. Tetapi bukan pemakaian lagu liturgi, padahal tedapat lagu liturgi yang cocok bagi OMK. Dalam EKM juga dimunculkan tari-tarian yang jika ditelaah makna dan maksudnya mungkin berbeda dengan makna dalam liturgi. Hal lain yang mungkin muncul adalah karena terlalu siapnya petugas liturgi, unsur dialogis perayaan sedikit diabaikan.

EKM mungkin akan menyenangkan bagi ini yang hadir, tetapi tidak jarang justru menjauhkan ini dari makna hakiki Perayaan Ekaristi yang sudah agung dan Indah.

Dalam hal ini, EKM bukanlah panggung hiburan. Konsep dramaturgi liturgi, bukanlah untuk meghibur umat tetapi justru untuk mengarahkan umat dalam kesatuan Agung dengan ALLAH agar sampai pada keselamatan sejati. Seperti yang kita lakukan pada saat doa syukur agung.

”Banyak OMK mengatakan bahwa ini adalah inkulturasi, padahal pembaruan liturgi perlu dikaji secara mendalam agar pembaruan liturgi tidak berlangsung secara liar dan seenaknya.”

Perlunya pendamping OMK yang benar-benar menguasai hakiki Perayaan Ekaristi. Dan, tidak harus menggunakan alat elektrik, OMK bisa membuat kemasan dengan musikalisasi puisi, teater, dan tari-tarian yang sesuai dengan konsep dan tujuan awalnya. Sehingga OMK dapat mengkontekstualisasikan simbol, mitos, dan ritus Katolik sesuai dengan semangat OMK.

Dengan memadukan budaya kita sebagai bangsa Indonesia, kita dapat mengumandangkan negara Indonesia yang mempunyai banyak pulau. Seringkali disebut Nusantara melalui semboyan Bhineka Tunggal Ika. Walaupun berbeda-beda, tetapi tetap satu semangat nasionalisme. Sehingga tidak ada kata lagi kehilangan budaya.

Bahkan di EKM, OMK mendapatkan nilai-nilai yang dapat dikembangkan dan dibudidayakan. Nilai-nilai tersebut, diantaranya kerjasama, rela berkorban, penghayatan iman, kerendahan hati, kesederhanaan, solidaritas, keikhlasan, kepedulian, dan keterlibatan sosial kemasyarakatan.

Bila nilai-nilai tersebut bisa menjadi sikap OMK dalam bermasyarakat, maka gereja akan dapat menghasilkan OMK yang menjadi pembaharu, baik dalam kehidupan meng-Gereja maupun dalam skala yang lebih luas. Sebagai generasi muda bangsa yang mutu.

Seperti yang dilakukan OMK Yogyakarta, Magelang, dan Pekanbaru dalam EKM. Mereka semakin memahami, mengerti makna, dan hakiki perayaan ekaristi. Mereka dengan bebas berbuat sesuai semangat OMK yang penuh iman Katolik.

Selain itu, juga perlu pembentukan tim EKM di kalangan pusat, yakni tingkat keuskupan dan tim EKM di kategorial, yakni paroki membuat kesepahaman tentang EKM dalam duduk bersama dengan cara berdiskusi, sehingga EKM dapat terfilter.

Nantinya, ketika ada yang keblabasan dapat dipeluit oleh tim pusat. Untuk filter, ini menjadi tanggungjawab para hirarki sebagai fasilitator. Sekarang tidak zaman menggunakan strategi top-down, tetapi button-up. Sehingga OMK semakin berani kreatif dan inovatif dalam membuat EKM yang penuh makna dan nilai-nilai Kristiani. Akhirnya, Komunitas Basis Gerejani dapat terwujud di mata hati OMK.

Akhirnya, EKM dapat diwujudnyatakan dan tidak menjadi pro kontra lagi. Tetapi menjadi wujud satu kesatuan OMK di Keuskupan Surabaya dan tetap menjaga dan mengungkapkan kesatuan Gereja Katolik dan di pihak lain mengungkapkan kebudayaan kita dan kebutuhan iman OMK. (asep )

Senin, 21 September 2009

Presiden RI - 1

Presiden Soekarno

Masa Bakti 1945 -- 1966
Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno yang biasa dipanggil Bung Karno, lahir di Blitar, Jawa Timur, 6 Juni 1901 dan meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970. Ayahnya bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya Ida Ayu Nyoman Rai. Semasa hidupnya, beliau mempunyai tiga istri dan dikaruniai delapan anak. Dari istri Fatmawati mempunyai anak Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati dan Guruh. Dari istri Hartini mempunyai Taufan dan Bayu, sedangkan dari istri Ratna Sari Dewi, wanita turunan Jepang bernama asli Naoko Nemoto mempunyai anak Kartika.


Masa kecil Soekarno hanya beberapa tahun hidup bersama orang tuanya di Blitar. Semasa SD hingga tamat, beliau tinggal di Surabaya, indekos di rumah Haji Oemar Said Tokroaminoto, politisi kawakan pendiri Syarikat Islam. Kemudian melanjutkan sekolah di HBS (Hoogere Burger School). Saat belajar di HBS itu, Soekarno telah menggembleng jiwa nasionalismenya. Selepas lulus HBS tahun 1920, pindah ke Bandung dan melanjut ke THS (Technische Hoogeschool atau sekolah Tekhnik Tinggi yang sekarang menjadi ITB). Ia berhasil meraih gelar "Ir" pada 25 Mei 1926.


Kemudian, beliau merumuskan ajaran Marhaenisme dan mendirikan PNI (Partai Nasional lndonesia) pada 4 Juli 1927, dengan tujuan Indonesia Merdeka. Akibatnya, Belanda, memasukkannya ke penjara Sukamiskin, Bandung pada 29 Desember 1929. Delapan bulan kemudian baru disidangkan. Dalam pembelaannya berjudul Indonesia Menggugat, beliau menunjukkan kemurtadan Belanda, bangsa yang mengaku lebih maju itu.


Pembelaannya itu membuat Belanda makin marah. Sehingga pada Juli 1930, PNI pun dibubarkan. Setelah bebas pada tahun 1931, Soekarno bergabung dengan Partindo dan sekaligus memimpinnya. Akibatnya, beliau kembali ditangkap Belanda dan dibuang ke Ende, Flores, tahun 1933. Empat tahun kemudian dipindahkan ke Bengkulu.


Setelah melalui perjuangan yang cukup panjang, Bung Karno dan Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Dalam sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Ir.Soekarno mengemukakan gagasan tentang dasar negara yang disebutnya Pancasila. Tanggal 17 Agustus 1945, Ir Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Dalam sidang PPKI, 18 Agustus 1945 Ir.Soekarno terpilih secara aklamasi sebagai Presiden Republik Indonesia yang pertama.


Sebelumnya, beliau juga berhasil merumuskan Pancasila yang kemudian menjadi dasar (ideologi) Negara Kesatuan Republik Indonesia. Beliau berupaya mempersatukan nusantara. Bahkan Soekarno berusaha menghimpun bangsa-bangsa di Asia, Afrika, dan Amerika Latin dengan Konferensi Asia Afrika di Bandung pada 1955 yang kemudian berkembang menjadi Gerakan Non Blok.


Pemberontakan G-30-S/PKI melahirkan krisis politik hebat yang menyebabkan penolakan MPR atas pertanggungjawabannya. Sebaliknya MPR mengangkat Soeharto sebagai Pejabat Presiden. Kesehatannya terus memburuk, yang pada hari Minggu, 21 Juni 1970 ia meninggal dunia di RSPAD. Ia disemayamkan di Wisma Yaso, Jakarta dan dimakamkan di Blitar, Jatim di dekat makam ibundanya, Ida Ayu Nyoman Rai. Pemerintah menganugerahkannya sebagai "Pahlawan Proklamasi". (Dari Berbagai Sumber) diambil dari kepustakaan-presiden.pnri.go.id

Sabtu, 12 September 2009

Komunitas Jurnalistik Santa Maria


Rutin Bikin Koran Tiap Minggu


“Menulis itu mengasyikkan”, itulah acuan dasar bagi para siswa-siswi SMA Santa Maria Surabaya dalam menggeluti ekstrakurikuler jurnalistik. Secara umum, peserta yang tergabung dalam komunitas jurnalistik SMA Santa Maria ini mendapat beragam materi tulis-menulis. Diantaranya bagaimana membuat berita, bagaimana menulis hard news dan soft news, feature, mengenal prinsip dasar wawancara, fotografi, dan mendesain tata letak koran sampai majalah.

“Membudayatuliskan siswa-siswi sejak dini dengan aplikasi langsung membuat majalah, koran, dan buletin serta untuk mengenal lebih dekat bagaimana menjalani profesi seorang jurnalis atau reporter dan pewarta foto di sebuah media massa bagi para siswa-siswi,” kata FX. Rudy Prasetya, S.S. Selaku pembina ekstrakurikuler Jurnalistik SanMar SMA Santa Maria.

Terkait pembuatan koran, dalam pengerjaannya para siswa-siswi terbagi dalam kelompok. Satu kelompok terdiri 4-5 anak. Mereka diminta membuat rancangan dasar sebuah koran. Ada yang dipilih menjadi pemimpin redaksi, sekretaris, fotografer, hingga desainer. Dan design di media massa terdiri dari desain grafis dan tata letak.

Mereka wajib menyelesaikannya dalam membuat satu lembar halaman koran. Setelah jadi, lalu koran dipasang di kaca-kaca mading sekolah. Uniknya, pembuatan koran ini dikerjakan oleh seluruh siswa-siswi kelas X, XI, dan XII yang telah disusun jadwalnya bergantian setiap Minggunya.

“Wah, ternyata membuat koran itu sangat seru. Ada tantangan tersendiri. Apalagi saat mencari berita yang tergres dan orisinal. Sekarang saya baru sadar, ternyata mencari berita itu nggak mudah. Yang jelas, perlu komitmen tinggi dan pengorbanan serta semangat pantang menyerah,” beber Dindra, siswi kelas XI yang tergabung sebagai anggota komunitas jurnalistik SanMar.

Lanjut, berbicara soal prestasi, ekstrakurikuler jurnalistik SanMar memang dibilang benar-benar sarat prestasi. Dari level Se-Surabaya hingga tingkat Nasional telah acapkali diraih. Sejak berdiri hingga kini ini, kira-kira ada 54 prestasi telah digenggam. Yang paling gres adalah di akhir bulan Agustus 2009 lalu, saat meraih Juara I Lomba Jurnalis dan best photografer Se-jatim di ajang kompetisi Jurnalis Honda DBL 2009 yang diselenggarakan oleh media harian ternama di Surabaya.

Bahkan saat ini, eksistensi ektrakurikuler jurnalistik SanMar dalam rangka persiapan gawe ultahnya yang akan menginjak satu dekade atau 10 tahun di tanggal 12 Januari 2011 nanti. Itu artinya, ekstrakurikuler jurnalistik SanMar telah berdiri sejak 12 Januari 2001. “Ya, kami mempunyai rencana besar di ultah kami yang kesepuluh nanti seperti, adanya launching buku jurnalistik, workshop jurnalistik, bedah buku, pameran buku, pameran foto, sumbang buku, sampai adanya rencana pemecahan Museum Rekor Indonesia (MURI). Pokoknya, acaranya seru dan spektakuler. Dinanti saja,” jelas Pras panggilan akrab Rudy Prasetya.
(Humas, SMA Santa Maria)
Caption : BUKTI otentik karya siswa-siswi SMA Santa Maria - Jurnalistik Memang Mengasyikkan.

Kamis, 10 September 2009

Toleransi Antar Umat Beragama

Berbuka Puasa Bersama
di Halaman Keuskupan Surabaya


Seperti yang dikatakan Romo Yosep Eko Budi Susilo, acara berbuka puasa bersama selalu diadakan setiap tahun sekali. Dan, ini yang tahun ke-10 setelah diadakan berbuka puasa bersama di Wisma Mojopahit Hati Kudus Yesus, lantai 4 bertajuk “Dialog Antara Agama menurut Perspektif Gereja Katolik yang diselanggarakan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) kota Surabaya, Senin lalu (31/8). Dialog ini ditutup dengan takjil dan berbuka puasa bersama.

Berbuka puasa bersama ini berlanjut sampai di Keuskupan Surabaya. Keuskupan Surabaya bersama Paguyuban Warung Broto mengelar acara berbuka puasa bersama di halaman depan Keuskupan Surabaya, Kamis (10/9).

Sekitar pukul 16.45 wib, rombongan Ibu Dra. Hj. Sinta Nuriah A. Wahid, M.Hum datang disampai halaman Keuskupan Surabaya. Panitia Keuskupan Surabaya bersama Mgr. Vincentius Sutikno Wisaksono didampingi Romo Yosef Eko Budi Susilo menyambut Ibu Sinta.

Salah satu Bina Iman Anak Katolik memberikan bunga kepada istri Presiden RI ke-4. Selanjutnya rombonngan Ibu Sinta menuju tempat yang telah disediakan oleh panitia.

Berbuka puasa bersama mengusung tema ”Dengan Berpuasa Kita Nyalakan Lentera Kemanusiaan yang Bersih dari Kerakusan dan Kedholiman”. Dihadiri oleh Ibu Lurah Keputran Etty Minarti, SH, MM, Kapolsek Tegalsari Surabaya AKP Totok, dan Romo Harjanto Ketua Komisi Hubungan Antar Kepercayaan (HAK) Keuskupan Surabaya.

Romo mengatakan buka puasa wujud dari toleransi umat beragama. Untuk memulai sesuatu yang baru dengan persaudaraan dan pengharapan. Hal ini juga senada yang disampaikan oleh Ibu Sinta dalam ceramahnya menjelang berbuka puasa yang didengarkan oleh kaum dhuafa sekitar Gereja Katolik Paroki Hati Kudus Yesus. Dan, anggota paguyuban warung Broto.

”Kita sebagai warga Indonesia harus mengetahui bahwa negara kita adalah negara demokratis dan humanis. Dengan kebhinekaan kita sebagai warga negara dari berbagai suku untuk saling menghormati dan bertoleransi antar umat beragama, jelas Ibu Sinta.”

Sebelum menikmati takjil, mereka berdoa terlebih dahulu. Takjil yang disediakan panitia, yakni es cao. Dilanjutkan dengan berbuka puasa bersama di samping kantor Keuskupan Surabaya. Dan, bagi mereka yang ingin sholat Magrib disediakan tempat di Balai Paroki Hati Kudus Yesus, lantai 2.

Menjelang akhir dari berbuka puasa bersama, anggota Paguyuban Warung Broto menerima parsel Idul Fitri. Dan, Satuni menerima hadiah atas 99 kali makan di Warung Broto selama setahun. Begitu juga Rasiman menerima hadiah atas sisa tabungannya dalam setahun, sebesar 1 juta rupiah. (asep /Komunitas Jurnalis Muda Keuskupan Surabaya)

FOTO ANTARA/Eric Ireng/ed/pd/09