Minggu, 31 Januari 2010

SanMar Cup ke-4


Junjung Tinggi Sportifitas

SanMar Cup ke-4 merupakan kegiatan dua tahunan yang digelar oleh OSIS SMA Santa Maria bidang Presepsi, Apresiasi, Kreasi, dan Seni bekerjasama dengan ekstrakurikuler Sepak bola. Kemasan SanMar Cup ini dalam kompetisi sepak bola SMA se-Surabaya. Baik itu Swasta Katolik, Negeri, dan Swasta Non Katolik.

Kompetisi sepak bola ini diadakan di Stadion Brawijaya, Kodam. Awal dari SanMar Cup ini dibuka dengan opening ceremony, Sabtu (23/1). Diantaranya upacara singkat, janji wasit, janji tim atau pemain, pembagian bola. Dimeriahkan semarak cewek bola, modern dance, dan tradisi Tionghoa, yakni barongsai.

Detik-detik kompetisi ini semakin lengkap dilakukan pelepasan seratus balon, yakni putih dan hijau. Putih melambangkan sportivitas dan kerjasama antar tim.

Hijau melambangkan keikutsertaan tim dari masing-masing sekolah menengah atas yang terdiri dari 16 tim. Diantaranya SMA Santa Maria, SMA St. Agnes, SMAK St. Louis, SMAN 11, SMAK Stella Maris, SMAK Stanislaus, SMAK Frateran, SMA St.Yusup, SMA Ciputra, SMA Untung Suropati, SMAK Carolus, SMA Margie, SMK Petra, SMAN 20, SMAK St. Louis 2, dan SMK St. Louis.

Semakin lengkap opening ceremony ditandai dengan tendangan bebas dari Ir. Marceline Prophylia, penyerahan bola kepada masing-masing tim, dan penyerahan piala bergiling. Pertandingan perdana pun dimulai antara SMA Santa Maria melawan SMA St. Agnes. Hasilnya dimenangkan SMA St. Agnes dengan adu pinalti.

Menurut Johanes Metekohy S.Pd. selaku ketua panitia mengungkapkan kompetisi ini dilaksanakan selama 5 lima dengan menggunakan sistem gugur. Dan, antusias supporternya sangat bagus dan tertib sampai memadati tribun stadion Brawijaya, ungkapnya.

Selain itu kemeriahan di atas, SanMar Cup 4 dimeriahkan lomba fotografi antar siswa-siswi SMA St. Maria. Lomba Jurnalistik tingkat SMP se-Surabaya, yakni SMP Mimi, Vincentius, Karitas II, dan SMP Stanislaus. Sebelum lomba Jurnalistik, mereka dibekali dengan pelatihan menulis soft dan hard news. Bukan hanya menulis artikel, tetapi panitia memberikan materi lay out atau tata letak. Dengan menghadirkan narasumber, yakni FX. Rudy Prasetya S.S. dan Agustinus Sepanca Naryanto, jelas Antoni, salah satu panitia-seksi dokumentasi.

Pertandingan putaran ketiga SMA Ciputra melawan SMAN 20, Selasa (26/1). Walaupun hujan membanjiri lapangan Brawijaya, SMAN 20 berhasil membobol gawang SMA Ciputra 2-0. Gol pertama dipersembahkan oleh Bagas Sulistino (7) melalui tendanganya yang ampuh. Tak lama kemudian babak kedua, SMAN 20 mempersembahkan gol yang kedua melalui Junet (8).

Rabu (27/1), pertandingan semi final pun berlanjut. SMAK St. Agnes melawan SMAN 2O. SMAN 20. Babak pertama kedudukkannya masih 1-1. Tak sampai beberapa menit babat kedua, SMAN 20 melakukan serangan balik menuju gawang SMA St. Agnes. Hasilnya 0-2 dimenangkan oleh SMAN 20 melalui tendangan Junet.

Semi final begitu cepat dilalui oleh SMAN 20. Akhirnya pada babak final, SMAN 20 bertemu dengan SMK St. Louis. Perebutan bola semakin ketat dan saling mempertahankan posisi mereka. Untuk memperebut gelar juara I di SanMar Cup 4. Babak pertama Setan Merah (SMK St. Louis), akhirnya berhasil menerobos pertahanan lawan melalui kaki Benedictus Alexyatus (5) dan Alexius Gonorus Orno (12) berhasil menjebol gawang SMAN 20 dengan 2 – 0.

Kurang lebih jam 16.00 wib pertandingan berakhir. Dra. Indrayati memberikan tropi secara simbolis kepada sang juara SanMar Cup 4.

Penutup SanMar Cup 4
Seperti yang disampaikan oleh Ketua Panitia bahwa penyerahan tropi sang juara dilaksanakan di aula Santai Maria, Sabtu (28/1). Sebelum penyerahan tropi, panitia menyambutnya dengan berbagai acara yang menarik, diantaranya band, modern dance, fashion show dengan dress code pakaian olah raga tennis, dan tari kreasi, jelasnya.

Penyambutan diawali dengan karawitan kontemporer menuju pintu masuk. Dan, para siswa-siswi menyambutnya dengan tepuk tangan untuk para sang juara. Menuju tempat duduk yang terdepan.

Dilanjutkan dengan sambutan oleh Ir. Marceline Prophylia diwakili oleh ketua panitia. Ketua panitia mengucapkan terima kasih partisipasinya kepada seluruh tim sepak bola SMA se-Surabaya, karena telah menjunjung tinggi semangat sportitifas dalam kompetisi SanMar Cup tahun 2010 ini. SanMar Cup ini akan tetap dilakukan setiap dua tahun sekali.Dan, semakin ada kemajuan sepak bola tingkat sekolah menengah atas, ucapnya.

Setelah sambutan, tiba saatnya MC mengumumkan Sang Juaranya, yakni Juara I SMK St. Louis, Juara II SMAN 20, dan Juara III SMAK St. Agnes. Ketiga sang juara ini menerima tropi, sertifikat, medali, beasiswa, dan satu paket bola.

Tidak hanya sang juara saja yang mendapatkan tropi. Best Player direbut oleh pemain SMK St. Louis (12), yakni Alexius Gonorus Orno. Top Score diraih pemain SMA St, Agnes yakni Stenly. Best Coach diberikan kepada Bapak Sunarto SMK St. Louis.

Pemilihan cewek bola terfavorit, yakni Rania X7. Untuk lomba Jurnalistik, panitia mengumumkan bahwa Juara I SMP Mimi, Juara II SMP Karitas II, dan Spirit Award SMP St. Vincetius, jelas mc. (asep)

Yayasan Paratha Bhakti


475 Tahun Ordo Santa Ursula

Yayasan Paratha Bhakti Surabaya mempersembahkan Pentas Budaya dengan tujuan untuk mengembangkan talenta siswa-siswi Santa Maria serta menumbuhkan kecintaan pada budaya Indonesia. Opera Kolosal ini melibatkan pemain sejumlah ± 700 siswa mulai dari TK sampai SMA Santa Maria. Dipentaskan Sabtu, 27 Februari 2010 mulai pukul 17.00 – 21.00 Wib tempat di SSCC Supermall Pakuwon. Dan, 60 lebih Tari Remo dan karawitan karyawan Yayaysan Paratha Bhakti turut memeriahkan event ini. Untuk undangan kontak Ibu Atik 03171072662, kerjasama sponsor menghubungi Ibu Diana 0818301072, dan Ibu Ken 081330947620. (asep)

Diskusi Jumatan Bengawan


Tampilkan Anak Koruptor

Komisi Kepemudaan yang bermarkas di Catholic Center, jalan Bengawan mempunyai beberapa kegiatan. Salah satunya diskusi Jumatan Bengawan yang diadakan setiap hari Jumat.

Berbagai materi yang dibahas dalam diskusi ini, diantaranya bedah film, buku, artikel, dan kasus yang aktual di wilayah Keuskupan Surabaya. Bahkan kasus berada di Surabaya maupun nasional. Seperti kasus nasional, yakni Prita pernah dibahas dalam diskusi Jumatan ini.

Diskusi Jumatan Bengawan kali ini, Jumat lalu (29/1) diadakan di lantai dua, dihadir kurang lebih 25 orang muda katolik membahas tentang musyawarah pastoral yang didahului dengan pentas teater dari komunitas Sanggar. Komunitas Sanggar ini, salah satu bagian dari Komisi Kepemudaan.

Mengawali diskusi ini, komunitas Sanggar mementaskan Anak Koruptor. Anak Koruptor disutradarai Albertus Prameidy dan penulis naskahnya Eric ”Genjur”, diperankan oleh tiga tokoh. Diantaranya anak diperan oleh Edo, ibu diperankan oleh Filia, dan Rico memerankan Abu. Abu di sini seorang kacung yang setiap harinya menemani majikannya, yakni ibu.

Ibu selalu bercerita tentang anaknya yang susah diatur kepada Abu. Karena anaknya mempunyai sifat sombong dan congkak. Binggung akan tingkah laku anaknya yang sombong dan korupsi ini. Menjadi pikiran dalam hati ibunya, hingga sempat jatuh di ruang tamu. Abu menolongnya dan mencoba memberikan pengharapan supaya tidak selalu memikirkan anaknya yang koruptor.

Pada ending cerita itu mengatakan bagaimana jika yang koruptor itu bukan orang lain, melainkan dirinya sendiri yang menjadi koruptor.

Selesai pentas teater tersebut, Yudhit Ciphardian sebagai moderator mengajak para hadir untuk mengapresiasi dari Anak Koruptor. Dionita menanyakan bagaimana memilih peran atau tokoh dari Anak Koruptor. Karena menurut Dionita, Edo kurang pas menjadi anak. Sifatnya tidak dapat dalam cerita Anak Koruptor tersebut. Malah si Abu yang cocok menjadi tokoh si anak, tanyanya.

Salah satu anggota komunitas Sanggar menjawab bahwa proses penentuan tokoh itu melalui casting atau audisi kecil-kecilan. Kalau peran Edo menjadi tokoh anak, kami menilai bahwa karakternya kuat. Sedangkan Rico lebih cenderung pada olah vokal. Nah, kebetulan yang dicasting itu hanya tiga orang. Maka Ibu itu diperankan oleh Filia dan tidak ada lagi ceweknya, jawabnya dengan canda.

Beberapa saat kemudian, setelah mengapresiasi Anak Koruptor ini. Moderator mencoba menggabungkan masalah tersebut dengan musyawarah pastoral yang telah diadakan pada November tahun lalu.

Dan, untuk hasil dari musyawarah pastoral ini, Romo Tri Kuncoro Yekti menjelaskan secara singkat hasil dari musyawarah pastoral. Intinya dari musyawarah pastoral ini menelorkan arah dasar dari pastoral Keuskupan Surabaya. Di dalamnya musyawarah pastoral ini terdapat berbagai elemen yang mempunyai berbagai program.

Seperti keluarga mempunyai program kunjungan dan kumpul keluarga. Untuk orang muda katolik mempunyai program, yakni kaderisasi dan mempercayakan kepada orang muda katolik untuk membuat event atau kegiatan. Di mana kepanitiaannya ditangani oleh semua orang muda katolik. Sedangkan Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan (HAK) mempunyai program untuk menyuarakan Ajaran Sosial Gereja (ASG) kepada umat dan orang muda katolik di parokinya masing-masing.

Salah satu Mudika Paroki St Vincentius a Paulo, Widodaren menanyakan tentang kaderisasi mudika di paroki dan tidak mudah mempercayakan event atau kegiatan orang muda katolik, tanyanya.

Untuk hal itu nantinya akan kita kontrol melalui hirarki. Karena setiap paroki mempunyai program tersusun yang telah dirumuskan dalam musyawarah pastoral diantaranya yang saya sebutkan. Dan, untuk kegiatan yang sifatnya besar itu harus ada minimal satu tahun sekali kegiatan besar. Untuk kepercayaan pada orang muda katolik sejak dulu sebenarnya harus diterapkan dan kapan lagi. Karena nantinya merekalah akan yang menggantinya, jawab romo cun cun, panggilan akrabnya. (asep)

Luar Negeri


Tak Ada Bendera Indonesia

Mengunjungi kota bersejarah Philadelphia di deretan pantai timur Amerika tak lengkap bila tak memandang bentangan jalan raya megah bernama Benjamin Franklin Parkway, yang juga dikagumi publik sebagai Champ Elysees-nya Amerika. Jalan raya dua jalur berlapis ini berujung pada Love Park, yang logo cintanya menyebar ke berbagai penjuru dunia, dan pada sisi lain berujung pada Museum of Art, bagunan gagah berusia labih dari satu seperempat abad dan dihuni lebih dari 225.000 karya seni.

Di antara dua spot tersebut terseling Logan Square, yakni dua taman berbentuk kotak yang mengapit taman air mancur berbentuk lingkaran. Keindahan taman ini tak lepas dari bangunan gagah yang mengepungnya yakni Franklin Institute, Cathedral of Philadelphia, Family Court dan Central Free Library of Philadlephia. Dari Logan Square ini terlihat pula deretan gedung tinggi dengan City Hall di centrum pemandangannya.

Menyusuri beberapa spot favorit ini kita akan dimanjakan dengan pelajaran berupa deretan bendera negara-negara seluruh dunia di dipajang gagah di sebelah kiri dan kanan jalan, berjarak rapi 15 meteran. Dengan semangat patriotis saya terus menoleh ke kiri ke kanan untuk menemukan bendera kesayanganku, merah putih. Sekali jalan saya langsung mengatakan, saya tak menemukan. Pikiranku langsung merendah dengan berpikir, “Ah pasti aku sudah melewatinya, tapi aku mungkin melamun saat melewatinya.” Beberapa hari kemudian, sambil pulang sekolah mobil saya belokkan kearah itu lagi, sekali keliling dan belum menemukan. Pikiranku mulai merendah lagi, pastilah terkacaukan dengan bendera Monako yang sama persis dengan bendera Indonesia, atau bendera Polandia yang dihormati secara berbalik, putih merah. Mencoba tak putus asa, pada kesempatan lain aku berkeliling lagi, dan benar, aku tak melihat bendera Indonesia, sedangkan dua bendera mirip yang tersebut tadi bertengger di sana dengan nama negara di bawahnya. Sepanjang tiga setengah tahun aku tinggal di kota ini aku dihantui pertanyaan ini, mengapa bendera Indonesia seperti tak di akui di kota tempat Amerika dimerdekakan dari pemerintahan dan sistem perpajakan Inggeris ini. Perasaan seperti diperparah oleh rasa iri, mengapa “hampir” semua negara ada di sini. Saya mulai memakai kata “hampir”, karena mungkin ada negara lain yang benderanya tak terpajang di sini juga.

Pertanyaan berubah menjadi semacam protes ketika ada kesempatan berkumpul di kantor Interreligious Dialog Keuskupan Agung Philadelphia. Hadir dalam pertemuan itu adalah tiga orang professor dari Temple University, pastur moderator kantor tersebut, seorang suster sekretaris kantor, dua pemimpin komunitas Muslim Philadelphia dan saya sendiri. Setelah akhir pertemuan, tibalah saat bagi kami menghabiskan kopi dan ngobrol ringan. Para professor dan rohaniwan tadi bertubi-tubi bertanya untuk mengenali Indonesia dan populasi masyarakat Indonesia di Amerika. Mereka senantiasa tercengang dengan aneka informasi yang ada, dan tibalah kami melontarkan demo kecil-kecilan dengan mengatakan, “Tak ada bendera Indonesia di deretan itu.” Kami, tiga orang Indonesia, dikejutkan dengan kesanggupan romo moderator kantor tersebut yang mengatakan’ “Saya memang sudah pensiun tapi masih melayani City, saya akan perjuangkan agar bendera Indonesia dipasang”. Jujur saya tak terlalu peduli pada kesanggupan romo itu, tapi kesanggupannya telah menguatkan kesimpulan saya, bahwa bendera Indonesia tak dipasang di sana karena Indonesia sendiri tak terdengar lantang. Dari pergaulan sehari-hari saya yakin bahwa nama Indonesia terdengar paling lantang hanya oleh karena peristiwa tsunami Aceh.

Mulailah pikiranku mendata sumber-sumber kekuatan Indonesia di pantai timur Amerika umumnya dan Philadelphia pada khususnya. Pernah dicatat dalam Buku Welcomming Center of East Pennsylvanian bahwa pada 2006 masyarakat Indonesia di kota kecil ini berjumlah 6.000an. Di lapangan terbaca bahwa belakangan menyusut karena gencarnya operasi petugas imigrasi dan karena krisis Amerika yang menyulitkan orang Indosia mendapatkan pekerjaan. Di kota ini memiliki puluhan gereja dan satu masjid Indonesia di mana para pendeta, pastornya, dan imam masjidnya sangat aktif berkumpul dalam aneka aktifitas keagamaan dan kemasyarakatan. Di seputar Philadelphia pula beberapa pejabat seperti Dr. Alwi Sihab yang terkenal sebagai menteri luar negerinya Gus Dur pernah belajar. Di kota ini pula bisnis khas Indonesia bermunculan. Di seputar phila lahir kelompok seni Indonesia yang aktif di sebuah perguruan tinggi. Jarak dua jam perjalanan dari Philadelphia terletak pula Konsulat Indonesia New York, bahkan tak jauh pula dari Philadelphia adalah Washington DC, tempat kedutaan Indonesia di Amerika berdomisili. Saya bermimpi kelak bendera Indonesia akan dipasang sejajar dengan bangsa lain. Lebih dari pada sekedar sebuah panji, tetapi setiap unsur kekuatan bangsa Indonesia dengan perannya di tengah bangsa-bangsa lain. Dalam konteks Philadelphia, tentu hal ini adalah tugas bersama, tugas mengalahkan perasaan takut yang kita bawa-bawa, tugas untuk memerankan diri di tengah kota ini, dan tugas mengenalkan diri sebagai bagian dari Indonesia, bangsa berdaulat yang penuh potensi laksana bangsa lain pula.

Ignatius Suparno, CM., Philadelphia 25 Januari 2010.

Yayasan Paratha Bhakti


Berhenti Sejenak, Satukan Diri Dalam Tuhan

”Banyak penderitaan dalam hidup ini yang tidak bisa diubah oleh kita. Namun kita bisa mengubah sikap kita terhadap situasi penderitaan itu.”

Sering kali kita jenuh dengan rutinitas yang selama ini kita jalani. Di mana kita berada, entah itu di dunia bisnis, pendidikan, sosial, dan pemerintahan. Rasanya bosan menghadapi pekerjaan serba memupuk di atas meja kerja kita.

Bahkan suasana hati menjadi suntuk. Apalagi tujuan yang ingin kita capai, tak kunjung sampai?. Saat inilah, di tahun 2010 berhenti sejenak mengali segala rutinitas yang kita jalani. Untuk kita refleksikan melalui cermin pribadi kita.

”Maju tidaknya pribadi kita memang tergantung pada diri kita. Namun kita perlu menyerahkan diri kita kepada Allah melalui kelembutan hatiNya. Dan, rahmat Allah harus selalu kita syukuri, pasti menjadi berkat dan anugerah bagi kita bersama.”

Dengan begitu kita dapat menjalani rutinitas kita dengan happy always bersamaNya. Seperti yang dilakukan oleh Yayasan Paratha Bhakti sepanjang tahun 2009 berkarya di dunia pendidikan penuh dengan rutinitas. Kadang kita lelah dengan job kita, nah dari sinilah kita memerlukan istirahat untuk melakukan cermin diri, yakni retret. Bagi staf kependidikan dan staf non kependidikan.

Retret kali ini diadakan di Bintang Kejora, Pacet diikuti seluruh unit yang berada pada naungan Yayasan Paratha Bhakti. Diantaranya unit Santa Maria Pacet, Sidoarjo, Surabaya, dan Yayasan sendiri. Terbagi dalam 4 gelombang mulai Senin (11/1) sampai Selasa (19/1). Masing-masing gelombang terdiri dari 40 sampai 50 orang, kata Sr. Erna, OSU.

Retret tahun ini dibimbing oleh dua pastor dari Ordo Salib Suci, yakni Romo Eka WDS, OSC berasal dari Magelang dan Romo Aaron T. Waruwin, OSC berasal dari Nias, Sumatera Selatan. Para pendampingnya dari suster-suster Ursulin yang berdomisili di Raya Darmo 49 Surabaya.

”Dua pastor ini berdomisili di rumah retret Pratista, Cisarua-Bandung. Mereka berdua berkarya di pendampingan rekoleksi dan retret.”

Selama 2 Minggu lebih, para romo ordo Salib Suci ini membimbing staf non kependidikan dan kependidikan Yayasan Paratha Bhakti dengan gaya dan ciri khasnya, yakni gerak tubuh, mimik, dan ekspresinya.

Sebelum menjalani retret, romo yang berasal dari Nias mengajak menyamakan presepsi kita sebagai peserta retret. Apa tujuan kita ke Pacet sebenarnya?, tanya romo Aaron. Salah satu peserta menjawab bahwa ke Pacet ini ingin santai. Romo Aaron menjawab bahwa kita datang di Pacet bukan hanya sekadar santai, tetapi menjalani retret. Retret berarti merefleksikan kembali segala rutinitas kita yang selama ini kita lakukan di Surabaya di tahun 2009.

Tujuannya membangun relasi dengan diri kita bersama orang lain, terutama menjalin relasi dengan Tuhan secara utuh, yakni mendengarkan suaraNya dan menghargai pribadi orang lain. Di mana melalui orang lain, Tuhan hadir untuk menuntun perziarahan hidup kita. Kita sebagai umatNya perlu membangun sinerigi 4K. Diantaranya kebersamaan, kerjasama, keterbukaan, dan keajaiban, paparnya.

”Keajaiban ini kita dapat menemukannya melalui hal-hal baru dalam karya kita di dunia pendidikan. Bagaimana kita melayani siswa-siswi kita dengan tulus hati.”

Sehingga untuk mengejahwantakan retret kali ini, panitia mengusung tema : ”Belajarlah daripada-Ku sebab Aku Lembut dan Rendah Hati.” Kalimat ini salah satu dari nasehat St. Angela.

Tema retret ini menarik sekali, karena kita hidup di dunia masih berpusat pada aku, bukan berpusat pada Tuhan sendiri. Bila kita berpusat pada aku, pasti kita akan terlena pada kerasnya dunia. Dunia ini penuh dengan keegoisan, kemufanikan, uang menjadi segala-segalanya, dan teknologi yang canggih menjadi ketergantungan terhadap pribadi kita.

Padahal teknolgi hanya sebagai pendukung rutinitas kita, tetapi ketika teknologi tersebut hilang dan rusak. Seakan-akan kita tidak dapat berbuat apa-apa dengan menjalani rutinitas. Misalnya alat pendukung (laptop dan LCD), karena kita masih menghambakan dan mengantungkan teknologi serba canggih. Kreativitas manusia menjadi terbukam oleh teknologi, jelas romo yang berasal dari Magelang ini.

Romo Eka juga mengajak seluruh staf non kependidikan dan kependidikan ini untuk selalu melibatkan Tuhan dalam pribadi kita. Melibatkan Tuhan dalam perziarahan hidup kita ini dapat mengolah rasa iman kita dengan tidak sekedar kewajiban dan keharusan lagi. Melainkan kita sebagai umatNya menjadi peka dan kebutuhan menjalani relasi dengan Tuhan, ajaknya.

Untuk melibatkan Tuhan pada pribadi kita perlu mengolah diri melalui empaty kita terhadap orang lain. Dengan cara mendengarkan dan menghargai orang lain melalui hati dan pikiran kita yang terbuka pada orang lain. Sehingga kita bisa melihat 4 dimensi manusia yang saling berkaitan, yakni fisik, mental, sosial, dan spiritual.

Dimana fisik lebih pada kebutuhan primer, mental berpusat pada kasih sayang, sosial tertuju ekonomi serta status, dan spiritual berpusat pada rohani.

Lebih jauh lagi, dalam teori Psikologi bahwa kita dapat menilai diri kita dengan satu tes kepribadian secara tertulis. Tes kepribadian ini mengajak kita untuk mengerti kelebihan dan kekurangan kita. Kelebihan dan kekurangan ini menjadi dasar dari perubahan diri kita. Perubahan tidak ada kata terlambat dalam diri kita. Perlu adanya proses menuju perubahan. Perubahan itu, 90 persen dari alam bawah sadar diri kita yang tergerak untuk memotivasi diri kita sendiri.

”Dimana penderitaan itu berkat bagi yang beriman pada Allah, karena luka tak akan hilang dengan sendirinya.”

Perubahan dapat dilakukan melalui proses diri kita sendiri dengan berkomitmen pada kedekatan Allah. Kedekatan Allah ini memerlukan daya tarik yang paling dalam, yakni kasih. Seperti yang dikatakan oleh St. Angela pada warisan no. 1.6 ”Cintailah dan Lakukanlah Apa Yang Kau Kehendaki.”

Romo Aaron menegaskan bahwa melalui kalimat St. Angela ini, kita diajak untuk membangun semangat atau spirit dengan sikap partisipasi diri kita. Kedua sikap ini perlu dibarengi action atau tindakan kita dengan berani memutuskan sikap dan komitmen yang tinggi. Fokus pada komitmen ini perlu menciptakan suasana hati yang happy. Sehingga kita sebagai citra Allah mempunyai keseimbangan diri antara think dengan feel, tegasnya. (asep)

Kamis, 21 Januari 2010

Tamankan Sikap Peduli Lingkungan di Hati Seminaris

Alam menyediakan udara untuk dihirup, air diminum, dan sinar matahari untuk energi, tanah yang ditumbuhi tanaman dan tempat pendauran bahan organik secara alamiah (alam mampu menyembuhkan dir secara alamiah). Alam selalu berubah oleh aktivitas tektonik, vulkanik, dan manusia mengubahnya dengan kebudayaan dan teknologinya.

Sidang KWI tahun 2004 mengingatkan bangsa Indonesia untuk menghadapi tiga penyakit sosial yang merusak keadaban publik yakni korupsi, kekerasan, dan kehancuran lingkungan, “Kerusakan lingkungan sudah sampai tahap membahayakan hidup manusia…., Kerusakan itu sudah mengakibatkan kerusakan lingkungan baru. Bukan hanya pohon-pohon yang hancur, tetapi iklimpun terpengaruh oleh kerusakan itu”. (Nota Pastoral , Keadaban Publik: Menuju Habitus Baru Bangsa, November 2004)

Kerusakan lingkungan hidup di Indonesia setiap tahun hutan hilang 2 juta hektar karena penebangan hutan secara liar dan besar-besaran, setiap hari ada ribuan bahkan ratusan ribu ton limbah beracun dari pertambangan, industri yang dibuang ke sungai dan laut, konversi lahan besar-besaran untuk kelapa sawit, serangan hama belalang di Pulau Sumba, di NTT pun banyak daerah yang setiap tahunnya kekeringan.

Siapa yang merusak dan mengapa tega menghancurkan lingkungan? Yang merusak itu manusia juga yang dapat ditemukan dalam tiga poros kekuatan yakni negara, masyarakat pasar, dan masyarakat warga. Pengelola Negara dianggap paling bertanggungjawab karena dari awal salah menanganinya.

“Lingkungan hidup adalah lingkungan yang dapat menjamin kehidupan yang layak bagi generasi demi generasi,” tegas Prof. Dr. koesnadi Hardjasoemantri, SH.

”Melihat persoalan itu, pembelajaran mengenai lingkungan berperan penting dalam membangun kesadaraan pemberdayaan peserta didik dan masyarakat terhadap kerusakan, pelestarian lingkungan dalam bentuk pertanian organik, dan pengembangan ekonomi kerakyatan.”

Penyajian materinya perlu diintegrasikan ke dalam mata pelajaran yang ada di setiap jenis dan jenjang pendidikan. Arahnya ditempatkan dalam konteks pembangunan berkelanjutan.

Menurut Romo I. Ismartono, SJ, kesadaran anak didik terhadap kerusakan lingkungan perlu dibimbing sampai pada tahap aksi. Perlu guru panutan dan yang mampu menerapkan metode bertahap dari informasi, olah informasi, sentuh hati dan lalu aksi
Sedangkan Romo Y. Sari Jatmiko, Pr mengajak kita menempatkan pendidikan lingkungan sebagai pendidikan kontekstual melalui lingkungan sosial, fisik, dan lingkungan hayati. (Educare no 3/II/ juni 2005)

Sikap Ekologis
Sikap ekologis merupakan akibat dari perkembangan teknologi yang menawarkan banyak sekali kemudahan kepada manusia. Namun demikian, beberapa kemudahan harus dibayar dengan harga yang tak sepadan. Daripada membawa sapu tangan, dunia modern menawarkan tisu yang dapat dibeli dengan mudah dan murah.

Padahal di lain sisi bahan dasarnya harus diambil dari menebang pohon-pohon. Daripada harus membawa keranjang untuk belanja, hampir setiap supermarket dan toko-toko menyediakan tas plastik bagi pembeli, secara tidak sadar, orang meminta tas plastik bila kebetulan penjual tidak memberinya tas platik. Padahal plastik sangat sulit diuraikan oleh alam.

Hampir setiap supermarket di Eropa tidak lagi memberikan tas plastik secara cuma-cuma. Mereka menjual tas paltik seharga Rp 2.000 sampai Rp 3.000. Karena dengan cara itu orang akan mempertimbangan membeli tas baru atau membawa tas bekas untuk belanja.

Beberapa perusahaan sudah menunjukkan sikap bertanggung jawab atas sampahnya. Perusahaan pembuat tinta printer sudah mulai menyertakan amplop untuk mengirimkan kembali bekas tempat tinta printer ke pabrik asalnya tanpa pungutan biaya.

Di Surabaya ada salah satu upaya membeli sabun, sampo, minyak langsung ke pabriknya dan membawa tempat sendiri yang harganya tentunya lebih murah daripada jika membeli dengan tempatnya di toko, pasar, swalayan.

KTT Tokyo, Bali dan Kopenhagen juga berupaya memperhatikan, tindakan terhadap kerusakan-kerusakan bumi karena sampah atau polutan.

Kepedulian terhadap lingkungan perlu digalakkan dengan berbagai cara, yakni pembuatan kompos, daur ulang, penghijauan, pertanian organik, tebang pilih, penanganan limbah dan lain-lain.

Pengelolaan kompos, pemberdayaan bakteri anaerob untuk penghasil gas alami (biogas), pemanfaatan tanaman penarik polusi logam berat dan pemanfaatan cacing untuk mempercepat pembuatan pupuk alami merupakan upaya-upaya pengembalian lingkungan pada fungsinya. Sebenarnya secara alamiah lingkungan mampu untuk mengembalikan diri atau menyembuhkan diri menjaga keseimbangan sistem di lingkungan namun karena aktivitas manusia yang tidak memperhitungkan akibatnya pada lingkungan sehingga hal tersebut sulit terjadi. Misalnya aktivitas manusia dalam pembuatan dan penggunaan plastik yang baru dapat terurai secara alamiah dalam waktu yang lama, jenis plastik tertentu baru dapat terurai setelah 100 tahun, jadi dapat kita bayangkan tumpukan sampah yang dapt merusak kehidupan biota tanah.

Di alam secara alamiah terjadi siklus, pemulihan kembali, penguraian mahluk hidup yang mati, dan terus berlangsung selama masih ada kehidupan di bumi.

Daya dukung lingkungan (kemampuan alam/lingkungan mendukung kehidupan berbagai mahluk hidup di dalammya) dan daya lenting lingkungan (kemampuan lingkungan untuk pulih kembali pada keadaan seimbang jika mengalami perubahan atau gangguan) perlu selalu kita jaga agar selalu dapat mendukung kehidupan di bumi.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa lingkungan mampu menanggulangi perubahan-perubahan selama perubahan tersebut masih dalam daya dukung dan daya lentingnya.

Kalau akar masalah harus dibereskan, pendidikan memiliki peran yang amat sentral. Maka muatan-muatan lokal dari segi pendidikan harus dikenalkan kepada siswa dalam konteks lingkungan hidup. Dengan demikian orang tahu betul bagaimana dan seperti apa pengelolaan kawasannya. Sehingga tidak terjadi kesalahan dengan mengadopsi teknologi dari Negara continental sedangkan kenyataannya Indonesia Negara kepulauan yang jelas penanganannya berbeda.

Penanganan limbah organik dapat secara langsung (contohnya untuk makanan ternak) maupun secara tidak langsung karena memerlukan proses terlebih dahulu, yaitu proses daur ulang (contohnya pengomposan dan biogas).

Penanganan limbah anorganik melalui proses daur ulang. Limbah anorganik yang dapat didaur ulang antara lain plastik, logam, dan kaca. Namun limbah yang dapat didaur ulang harus diolah terlebih dahulu yaitu dengan sanitary landfill, pembakaran (incineration) atau penghancuran (pulverisation).

Demikian juga kepedulian terhadap lingkungan yang dilakukan di Seminari. diantaranya pelatihan pembuatan kompos-materi Save Your Planet, seminar dan pelatihan daur ulang sampah (sampah daun,kertas, palstik, kaca, studi lapangan di Wana Patria, pembuatan karya tulis yang juga mendukung terlaksananya pembuatan kompos dengan sistem keranjang TAKAKURA.

Proses pembuatan dilanjutkan dan telah dilengkapi dengan mesin pengiling, rumah kompos, green house, dan disosialisasikan ke semua siswa tidak terbatas kelas IPA, termasuk karyawan (bapak-bapak). Bahkan penjadwalan pengerjaan tiap hari dan diupayakan inovasi-inovasi baru untuk lebih memberikan daya tarik terhadap pengolahan sampah organik.

Ketika seminaris libur, mereka mengadakan kepada pendamping dan karyawan. Dengan tujuan menanamkan semangat peka dan peduli terhadap lingkungan. Sehingga diharapkan para seminaris juga peduli dengan lingkungan dan menjadi habitus yang diawali dari kegiatan di asrama diteruskan di rumah dan kelak mereka kelak menjadi pelopor-pelopor di lingkup yang lebih luas. (Johana)

Senin, 18 Januari 2010

SANMAR CUP ke-4


Sambut SANMAR CUP ke-4, SMA Santa Maria menggelar workshop dan lomba jurnalistik SMP se-Surabaya. Untuk workshop digelar di ruang Romana, Rabu (22/1) dengan narasumber F.X. Rudy Prasetyo dan Agustinus Sepanca N. Untuk lomba jurnalistiknya, peserta diwajibkan meliput SANMAR CUP ke-4 di lapangan Brawijaya-Surabaya. Berikut contoh hasil da...ri workshop dan lomba jurnalistik SMP se-Surabaya yang nantinya akan dipamerkan di lapangan Brawijaya. (asep)

Jumat, 15 Januari 2010

Hari Jadi













Angka Sembilan, Angka Tinggi

Paroki Sakramen Mahakudus (SMK), Pagesangan, yang letaknya berdampingan dengan Masjid Al-Akbar, Surabaya 7 Januari 2010 genap berusia sembilan tahun. Perayaannya diawali dengan misa syukur bertepatan dengan pesta pembaptisan Yesus, Minggu (10/1) dimulai jam 08:00 wib dilanjutkan dengan ramah tamah umat di balai paroki.

“Misa syukur dengan konselebran utama romo vikjen Keuskupan Surabaya Rm. A.P. Dwi Joko, Rm. P.A. Unang Hermawan, Rm. S. Fanny Hure Pr, Rm. St. Dadang Ardiyanto, Rm. J.A. Sri Noegroho(kepala paroki SMK Pagesangan), dan Rm. A. Aratia Wardhana.”

Misa meriah ini diiringi oleh 4 kelompok koor. Diantaranya koor gamelan, koor mudika dengan musik akustik, koor kolintang WK, dan koor gabungan.

Dalam kotbahnya, Romo Dwi Joko menyampaikan bahwa memang dalam tradisi kebudayaan tertentu angka sembilan adalah angka tertinggi, secara simbolik adalah sempurna. Akan tetapi, perjalanan hidup beriman menuju kesempurnaan tidak pernah purna. Oleh karenanya, umat katolik paroki SMK diharapkan tetap menumbuhkembangkan iman kristiani, khususnya dalam menghadapi tantangan dunia global dan digital yang bisa menggerogoti nilai-nilai kasih, kesetiaan, dan pelayanan.

”Keuskupan Surabaya telah menetapkan tahun ini sebagai tahun keluarga. Keluarga adalah gereja kecil yang mendasari tumbuhnya dan terbentuknya nilai-nilai kristiani; oleh karenannya, keluarga diharapkan menjadi tempat pesemaian kasih sejati keluarga katolik,” sampai Dwi Joko.

Hendaknya peristiwa pembaptisan Yesus juga mengingatkan identitas kita sebagai anak Tuhan untuk selalu berpaling kepada Tuhan. Pembaptisan adalah pengutusan. Usia sembilan tahun paroki SMK hendaknya dijadikan awal kesadaran umatnya bahwa kita diutus untuk merealisasikan tema Natal tahun ini “Tuhan itu baik kepada semua orang”. Kita diutus untuk mewartakan kabar baik kepada sesama, Dwi Joko.

Kemeriahan hari jadi Paroki SMK Pagesangan dipenuhi oleh ratusan umat yang antusias mengikuti acara demi acara sampai usai. Diantaranya sambutan-sambutan, pemotongan kue ulang tahun dan tumpeng, tari-tarian baik tradisional maupun moderen, dan juga band.

Perkembangan Paroki SMK Pagasengan
Namun perjalanan yang berliku-liku dan penuh tantangan telah dialaminya sejak ide pendirian gereja ini di tahun 1986. Peletakan batu pertama gereja pada 14 september 1995 dan diberkati dengan misa kudus oleh romo Jan Heijne SVD 19 April 1998. Gereja SMK diresmikan pada 10 Nov 2000 oleh Presiden RI ke-4, K.H. Abdulrahman Wahid (Gus Dur). Dan baru pada 7 Januari 2001, Gereja SMK diresmikan menjadi paroki oleh Uskup Surabaya, Alm. Mgr J. Hadiwikarta Pr. Dengan jumlah umat lebih dari tiga ribu orang yang tersebar dalam 21 lingkungan, perlu ditanamkan semangat kebersamaan untuk memajukan paroki SMK.

Ramah tamah di balai paroki sesudah perayaan misa dihadiri oleh romo VikJen, para romo, tamu undangan, dan umat paroki. Hampir tujuh ratus umat yang memenuhi balai paroki begitu antusias mengikuti acara demi acara sampai usai: sambutan-sambutan, pemotongan kue ulang tahun dan tumpeng, tari-tarian baik tradisional maupun moderen, dan juga band. (theophilus jokri)

Caption
: Rm. Nano potong tumpeng-Hari Jadi Paroki SMK, Pagesangan.
Ilustrasi oleh theophilus jokri

Senin, 11 Januari 2010

Opini


MUPAS Keuskupan Surabaya
"Momentum bagi Pengejawantahan Gereja Umat Allah Berdaya Juang Bung Tomo"

Tanpa terasa, sudah 6 uskup, memimpin keuskupan Surabaya. Banyak hal telah dilakukan keenam uskup; termasuk uskup sekarang, Mgr. Vincentius Sutikno Wisaksono, Pr. Mulai dari penetapan tahun 2009 sebagai tahun pendidikan, dimana di setiap paroki dan komunitas diadakan kolekte khusus untuk dana pendidikan sekolah-sekolah Katolik di keuskupan Surabaya yang minus; pembentukan perangkat pastoral baru, Kantor Koordinasi Pastoral, yang berperan dalam membantu tugas Vikep; pembentukan dewan pastoral dan dewan imam, sampai pelaksanaan Musyawarah Pastoral (MUPAS), yang telah berlangsung pada tanggal 26-28 Nopember 2009, sebagai sarana untuk penetapan arah dasar keuskupan Surabaya. Sisi lain, terjadi banyak kekurangan tenaga pastoral (romo diosesan), sehingga ada paroki yang hanya dipimpin oleh seorang romo.

Sebagai umat, tentunya sebuah kebanggaan memiliki seorang gembala yang mampu menjadikan keuskupan Surabaya lebih hidup sebagai cerminan gereja umat Allah; dalam arti, Gereja yang peduli terhadap kondisi dunia pendidikan Katolik yang cenderung minus. Namun, sebuah refleksi akbar perlu dilakukan, karena jumlah panggilan menjadi seorang romo diosesan mengalami kemerosotan yang tajam dalam hal jumlah.

Lebih sakit lagi, keuskupan Surabaya yang memiliki semangat kepahlawanan karena kota Surabaya adalah kota pahlawan, menjelang MUPAS, memiliki banyak pemuda yang lebih suka untuk berkaktivitas di sekitar altar saja, ketimbang berkompetisi di pasar. Ini terlihat, dari ragam kegiatan yang sering diadakan oleh orang muda Katolik keuskupan Surabaya (OMK-KS), seperti: retret, camping rohani, jaga parkir, diskusi tanpa aksi, dan pentas seni. Lebih parah lagi, mudika yang aktif cuma sepuluh persen. Sisi lain, masih banyak mudika yang nganggur, masih banyak umat yang penghasilannya hanya cukup untuk makan; masih banyak umat yang anaknya tidak bisa sekolah sampai ke jenjang perguruan tinggi. Padahal, setiap kali kolekte, jumlah uang yang terkumpul cukup lumayan; apalagi, kolekte khusus untuk dana pendidikan sekolah minus, jumlahnya lumayan besar. Jika saja, dana tersebut diprioritaskan untuk membantu umat yang butuh modal usaha, butuh dana untuk membiayai anaknya sekolah, melatih mudika untuk berwirausaha, momen MUPAS sungguh-sungguh akan menjelma menjadi peristiwa yang mampu menunjukkan jati diri keuskupan Surabaya sebagai keuskupan yang memiliki semangat juang yang tinggi, seperti Bung Tomo.

MUPAS Keuskupan Surabaya
Melihat kondisi tersebut, momen MUPAS menjadi sebuah jalan yang mesti dilewati untuk mewujudkan keuskupan yang benar-benar Suroboyo Asli; keuskupan dimana setiap gembala dan umatnya selalu waspada dalam menghadapi setiap bahaya yang ada.

Menjawab itu, tentunya banyak hal yang digodog pada MUPAS tanggal 26-28 Nopember 2009 yang lalu. Banyak komponen umat dan gembala yang terlibat; mulai dari dewan imam, dewan pastoral, tokoh umat dan perwakilan para biarawan/ti. Mereka semua telah mencurahkan segala pemikirannya, sehingga arah dasar keuskupan Surabaya dapat diwujudkan. Pertanyaannya, 'Apakah arah dasar yang dihasilkan dalam MUPAS, akan sungguh-sungguh dihayati dan dilaksanakan secara sungguh-sungguh? Ataukah hanya dijadikan sebagai pedoman yang cuma ditulis dengan rapi tapi tidak dijalankan?'

Dengan demikian, arah dasar keuskupan Surabaya yang telah berhasil dirumuskan dalam MUPAS, “Gereja Keuskupan Surabaya sebagai Persekutuan Murid Kristus yang Semakin Dewasa dalam Iman, Guyub, Penuh Pelayanan, dan Misioner”, tidak hanya sekedar menjadi sebuah kumpulan data saja. Akan tetapi, mampu menjadi sebuah pedoman bagi setiap pelaksanaan kegiatan pastoral di keuskupan Surabaya.

Sementara itu, beberapa bulan ke depan, pasca MUPAS, di setiap paroki dan komunitas akan diadakan banyak kegiatan sosialisasi hasil MUPAS; untuk mendukung hal tersebut, banyak poster, baliho, dan spanduk, yang akan dipasang di papan pengumuman di setiap gereja dan komunitas. Sisi lain; menjadi tantangan tersendiri bagi umat, dalam menerima, menghayati, dan melaksanakan hasil MUPAS. Jangan sampai, MUPAS, sebuah musyawarah yang menghabiskan banyak dana, hanya menjadi sebuah momen yang mati; sebuah momen yang tidak mampu membangkitkan dan menggerakkan umat dan gembala keuskupan Surabaya. Jika hal ini terjadi, tidak dapat dipungkiri jika MUPAS hanya menjadi momen yang ujung-ujungya menghabiskan banyak uang tetapi tidak ada wujud realnya.

TRP MUPAS

Jika sudah demikian, langkah apa yang mesti dilakukan, sehingga pasca MUPAS, peran serta gembala dan umat dalam mewarnai kehidupan menggereja di keuskupan Surabaya sungguh-sungguh mengalami peningkatan yang luar biasa. Salah satu langkah yang dapat dikerjakan adalah Pembentukan Tim Relawan Pasca MUPAS (TRP MUPAS). Dengan adanya TRP MUPAS, umat dan gembala dapat memperoleh data yang akurat terkait hasil-hasil MUPAS dan pasca MUPAS.

Nantinya, TRP MUPAS akan membuat data base hasil MUPAS dan setiap wujud real yang diperoleh pasca MUPAS. Untuk mengakses semua itu, umat dan gembala dapat mengaksesnya lewat internet (blog dan web) dan handphone (sms center). Semua fasilitas tersebut (blog, web, dan sms center) disiapkan oleh TRP MUPAS, bekerjasama dengan Kantor Koordinasi Pastoral (KKP). Dengan demikian, kontrol dan evaluasi terhadap hasil MUPAS dan kegiatan pasca MUPAS dapat dilakukan dengan efektif dan efisien.

Ada MUPAS atau tidak, yang penting keuskupan Surabaya memiliki Arah Dasar; sehingga setiap langkah dan tindakan yang dilakukan oleh umat dan gembala, mengarah pada tujuan yang sama; sehingga tidak ada kesan bahwa umat dan gembala itu asal nrobos. Alhasil, akan terwujud Gereja Umat Allah yang mampu mencerminkan dirinya sebagai Gereja yang Memiliki Semangat Kepahlawanan Bung Tomo. Keuskupan yang memiliki banyak pahlawan yang rela berkorban agar setiap umatnya memiliki penghasilan yang cukup; rela berkorban demi lahirnya tunas-tunas bangsa yang mampu sekolah sampai jenjang perguruan tinggi.

Agustinus Amapoli Karangora
karangora2k@yahoo.com

Pemuda Katolik


Romo Eko Lantik Pemuda Katolik Jatim

Untuk mengoptimalkan kinerja organisasi, pengurus Pemuda Katolik Jawa Timur periode 2009-2012 mengadakan rapat kerja daerah pada 18-19 Desember di PK3A Widya Dharma Jl. Dukuh Kupang Timur XIII/12-B Surabaya. Agenda utama adalah penyusunan program strategis periode 2009-2012.

Penyusunan program ini dibagi dalam tiga tahap. Tahun 2009-2010, pembentukan dan penguatan cabang, komisariat cabang, dan komisariat anak cabang. Tahun 2010-2011, terpolanya sistem kaderisasi, dan tahun 2011-2012, terpolanya gerakan kemasyarakatan. Ada enam dari 13 cabang yang mengikuti rakerda ini. Keenam cabang itu Surabaya, Sidoarjo, Kediri Kabupaten, Kediri Kota, Madiun Kota, dan Kabupaten Lumajang. Masing-masing mengirimkan 2-3 peserta.

Sebelum rakerda, seluruh pengurus Pemuda Katolik Jawa Timur dilantik oleh Romo Yosep Eko Budi Susilo, Ketua Komisi Kerawam Keuskupan Surabaya. Upacara pelantikan yang sedianya dilaksanakan pada pukul 18.00 sedikit molor, karena menunggu tamu undangan. Pada 18.30 acara pelantikan dimulai diawali dengan penyerahan mandat dan berita acara dari ketua PK sebelumnya, Ansfridus Legho, kepada ketua terpilih, I Dewa Made RS, disaksikan pengurus lain.

Setelah penyerahan mandat, protokoler pelantikan dipimpin oleh ketua terpilih. Rm. Eko yang mewakili hirarki Gereja Katolik sekaligus pembina PK langsung melantik dengan mengenakan jas Pemuda Katolik berwarna kuning muda kepada Dewa Made. Setelah melantik Rm. Eko dan ketua terpilih PK, menandatangani berita acara pelantikan. Dengan demikian, secara resmi Dewa Made sah sebagai ketua Pemuda Katolik Jatim periode 2009-2012.

Romo Eko berharap agar PK Jatim bisa berbenah diri. Meskipun PK mengalami kevakuman cukup lama, bukan berarti setelah pelantikan ini kita tidur terus. Ada yang perlu dipersiapkan misalnya membentuk cabang-cabang di daerah, konsilidasi dengan orang muda Katolik, membuka kembali jaringan dengan Ormas lain seperti KNPI, Ansor. Selain itu, "Pada tahun 2014 ada pemilu. Bagi PK Jatim apa yang bisa ditawarkan," ujar pastor asal Solo ini.
Romo Eko menegaskan, meskipun pelantikan ini tidak dihadiri oleh pengurus pusat PK, kepengurusan PK Jatim ini sah. Sebab, yang melantik adalah hirarki Gereja Katolik. Ini sekaligus menanggapi dualisme kepengurusan PK Jatim. "Kepengurusan yang satu merupakan hasil Muskomda di Hotel Narita. Sementara kepengurusan yang saya lantik ini adalah hasil Muskomda pada tanggal 2 Agustus 2009 di Aula Paroki HKY. Jadi, ini sah," ujar Romo Eko menegaskan lagi.

Pada kesempatan tersebut, Dewa Made mengucapkan terima kasih kepada hirarki Gereja Katolik yang bersedia melantik pengurus PK Jatim. Ini sebagai bentuk dukungan agar PK bisa berkembang di Jatim. Menurut Dewa, pelantikan dan rakerda ini jadi satu paket supaya lebih efektif. Rakerda ini tidak lepas dari tiga program strategis yang telah disusun. "Nanti pada pertemuan kita bisa menyusun ha-hal yang bersifat teknis untuk mencapai ketiga sasaran tersebut," tegasnya. (sil)