Senin, 27 Juni 2011

Pelepasan Siswa Kelas XII

Tetap Teguh, SERVIAM

Setelah
menempuh Ujian Sekolah dan Nasional Tahun Pelajaran 2010/2011, siswa-siswi kelas XII menunggu hasil akhir yang selama 3 tahun dipenuh di sekolah. Senin lalu (16/5) siswa-siswi kelas XII telah menerima pengumuman dan hasilnya lulus 100%.

Untuk mensyukuri kelulusan ini, sekolah mengadakan acara pelepasan kelas XII, Rabu (18/6) di aula Santa Maria. Pelepasan ini diawali dengan perayaan ekaristi yang dipersembahkan oleh RD. Nuroto. Usai perayaan ekaristi dilanjutkan pelepasan yang diawali dengan menyanyikan lagu Indonesia dan Serviam.

Tak lama kemudian, sambutan perwakilan kelas yang diwakili oleh Lukas Surya Atmaja, XII IPS 1, Orang tua siswa-Pak Budi, dan dilanjutkan Kepala Satuan Pendidikan, Sr. C. Fitri Murniati, OSU. Sr. Fitri mengatakan bahwa semangat adalah dorongan yang mampu membuat hidup menjadi lebih hidup. Dan, semangat juang merupakan salah satu resep rahasia kesuksesan.

"Tetaplah semangat di mana pun kalian belajar dan pertahanan serta kembangkan terus sikap melayani karena kalian mempunyai semangat Serviam," pesan Sr. Fitri.

Tak lengkap, bila hanya sambutan dalam acara pelepasan. Di pelepasan ini, sekolah juga memberikan penghargaan. sebelumnya dibacakan Surat Keputusan dari Kepala Satuan Pendidikan memutuskan pemberian penghargaan nilai akademik kepada siswa-siswi kelas XII jurusan Bahasa, IPS, dan IPA. Siswa-siswi terbaik aktif dan berprestasi selama 3 tahun, siswa-siswi yang aktif mengikuti perlombaan dan menjadi juara dalam mengharumkan nama sekolah. Diantaranya di bidang Seni Budaya, Olah Raga, Jurnalistik, Komputer, dan Sains. Sekolah juga memberikan penghargaan pengurus OSIS periode 2008-2010 untuk kelas XII.

Acara yang diawali dengan perayaan ekaristi ini meninggalkan kesan mendalam bagi siswa-siswi kelas XII. Terlebih saat pemutaran slide yang berisi tentang kilas balik perjalanan kelas XII selama 3 tahun menempuh pendidikandi SMA Santa Maria. (sep)

Bidik

Replika Burung Berterbangan
di Citra Land-G Walk

Sabtu, 25 Juni 2011

The Coffee Shop


Coffee . Tea . Freezy

The Coffee Shop, salah satu café gaul tempat tongkrongannya anak muda gaul. Café ini terletak di sebelah kanan kampus UNESA lama dari arah Rumah Sakit Islam dan salah satu plaza. Café buka mulai 13.00 hingga tengah malam.

Café ini bernuasana klasik modern dipenuhi warna merah dan coklat kehijauan. Dihiasi poster dari produk-produk yang dihasilkan. Dilengkapi dengan layar LCD dan musik MP3. Di sebelah kanan saat memasuki café ini terlihat sofa krem, meja coklat dan bangku hitam. Dan di sebelah kiri dilengkapi puzzle. Puzzle ini menampilkan logo dari The Coffee Shop.

“Begitu romantis dan menggoda untuk berlama-lama menikmati keunikkan dari café ini. Nuasana soft dan gelap menampilkan berbagai inspirasi untuk para pengunjung.”

Bahkan pengelola dan petugasnya memakai seragam hitam yang dikombinasi putih beserta logonya.

Tidak hanya itu, seperti yang dituturkan Febry'e Hamz, salah satu pengelola bahwa café ini juga menyediakan layanan internet yang sering disebut-sebut oleh kalangan orang IT, yakni WIFI. Dan, pengunjung dimanjakan dengan berbagai menu yang menarik. Tidak kalah menariknya dengan café lainnya. Diantaranya tea, smoothies, food, hot dan iced coffee. (asep)

Senin, 13 Juni 2011

Oase


REVITALISASI PANCASILA

Reformasi politik 13 tahun lalu, selain membawa dampak positif, juga membuat sebagian bangsa kita lupa daratan. Termasuk lupa pada dasar negara, falsafah, dan pandangan hidup yang telah digali dengan susah payah oleh para bapak bangsa: Pancasila. Setelah Orde Baru tumbang, kita jarang mendengar politisi, termasuk pejabat-pejabat, bicara dan (lebih-lebih) mengamalkan Pancasila.

Maka, jangan heran muncullah tawaran ideologi macam-macam yang anti-Pancasila, antikemajemukan, antitoleransi, bahkan antikemanusiaan. Indonesia yang dulu dikenal sebagai bangsa yang ramah-tamah, toleran, punya tenggang rasa... berubah menjadi sangat beringas. Bom meledak di mana-mana ibarat petasan anak-anak. Begitu banyak tidak kekerasan yang membuat citra bangsa kita yang humanis makin dipertanyakan masyarakat dunia.

Gesekan dalam kehidupan umat beragama pun terjadi di mana-mana. Hampir setiap minggu ada gereja yang ditutup. Sejumlah umat minoritas tidak bisa bebas lagi melaksanakan ibadah karena dihantui unjuk rasa dan pembubaran paksa oleh massa yang beringas. Sementara aparat keamanan, seperti biasa, kewalahan menghadapi gempuran massa.

Di mana gerangan Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI yang menjadi payung bagi kita semua untuk hidup bersama di bumi Indonesia ini? Yah, empat pilar ini perlahan, tapi sistematis coba dihapuskan oleh para politisi yang nota bene diberi kepercayaan dan tanggung jawab untuk mengurus negara yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 itu.

Kita masih ingat gerakan sistematis untuk menggusur empat pilar NKRI ini. Tak lama setelah reformasi, terjadi pertarungan politik yang alot di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) saat amandemen UUD 1945. Cukup banyak kekuatan politik yang ingin mengubah Pasal 29 dengan muatan yang berlawanan dengan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Meski gerakan politik ini gagal, semangat untuk mengubur Pancasila masih tetap menyala di sejumlah kalangan, termasuk elite politik di parlemen dan pemerintahan. Kita bisa dengan mudah mengidentifikasi politisi dan partai-partai yang 'setengah hati' menerima Pancasila.

Maka, peringatan Hari Lahir Pancasila, 1 Juni 2011, kiranya bisa menjadi momentum bagi kita semua, sesama anak bangsa, untuk kembali memperkuat empat pilar kebangsaan itu: Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI. (jub)

Minggu, 05 Juni 2011

Panggilan


“Badai Panggilan”
Oleh: Yohanes Basticovan
(Siswa Seminari Menengah St.Vincentius A Paulo – Garum)


“Badai panggilan,” merupakan dua kata yang menjelaskan bagaimana keadaan umat Allah pada zaman sekarang.

Panggilan Allah merupakan anugerah besar yang diberikan Allah kepada seseorang (ciptaanya). Panggilan ini tidak sembarang panggilan, tidak semua orang mendapatkan anugerah ini. Panggilan Allah erat kaitanya dengan hidup bagi seorang calon imam, bruder, suster atau seseorang yang mengabdikan dirinya pada Gereja. Bukan hanya mengabdikan diri pada Gereja saja, melainkan juga berani mengorbankan diri, meskipun harus mempertaruhkan nyawa sekalipun. Dengan kata lain, panggilan Allah juga dapat disebut sebagai pelayanan diri pada Allah. Sebenarnya, Allah memanggil orang pilihanya, guna menguji sampai dimana pelayanan dan kesetiaan yang dilakukan manusia terhadap penebusnya. Selain itu, umat Allah juga dituntut untuk tumbuh dan berkembang dalam kehidupan Kristiani mengenai penghayatan diri pada Kristus.

Pada zaman sekarang, panggilan Allah dihadapkan pada zaman yang semakin berkembang dan maju. Dimana telah banyak terjadi perubahan pada pemikiran umat Kristiani, yang tidak peduli pada panggilan Allah dan cenderung pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin canggih. Jadi dapat dikatakan, bahwa pada zaman ini Allah telah di nomor duakan dan dibandingkan dengan kemajuan zaman dan teknologi. Banyak umat Allah yang sekarang semakin tidak memperdulikan tentang perkembangan Gereja. Kenyataan yang tidak diragukan ini, menjadi tantangan bagi Gereja untuk menyadarkan kembali umat Allah dalam menanggapi panggilan Allah. Tantangan ini juga membuat Gereja lebih memperhatikan keadaan umatnya yang semakin terbawa arus perkembangan zaman.

Persoalan-Persoalan Dalam Menanggapi “PANGGILAN ALLAH”
Banyak persoalan-persoalan yang mempengaruhi umat Allah dalam menanggapi panggilan adalah sebagai berikut. Pertama, kurang paham dan kurang mengerti terhadap apa yang dinamakan “Panggilan Allah.” Kebanyakan umat memahami panggilan Allah, sebagai tanggapan untuk menjadi imam atau suster. Sehingga sedikit sekali ditemukan orang yang secara tulus memberikan bantuan untuk Gereja. Misalnya, memberikan sumbangan bagi umat Allah yang lemah dan kurang mampu. Atau bahkan menyediakan diri setiap hari untuk menjadi misdinar (bagi kaum muda), menjadi lektor, atau bahkan menjadi asisten imam. Hal-hal kecil ini dapat menjadi permulaan yang baik bagi umat Allah yang mencintai Kristus. Namun, sekarang sedikitlah yang memberikan dirinya untuk melayani Tuhan.

Kedua, kemajuan zaman yang semakin mejauhkan umat Allah terhadap panggilan Allah sendiri. Dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih, membuat umat Kristiani lupa terhadap tugas-tugasnya sebagai umat Kristiani, seperti menggunakan handphone ketika misa. Zaman yang semakin modern, menjadikan umat tidak setia lagi pada Allah.

Ketiga, sikap dan kesadaran kaum muda yang kurang aktif dan kurang perhatian pada panggilan Allah, misalnya tidak adanya kemauan untuk menjadi imam atau suster. Hal ini berimbas pada jumlah siswa seminari, yang semakin tahun semakin sedikit. Tidak hanya itu saja, kadang juga ada orang tua yang melarang anaknya untuk menjadi imam atau suster, walaupun anak tersebut ingin menanggapi panggilan Allah.
Keempat, bagi umat yang ingin menjadi imam atau suster, lawan jenis merupakan tantangan yang selalu menyelimuti dalam kehidupan sehari-hari. Banyak umat yang meninggalkan panggilan Allah hanya gara-gara permasalahan dengan lawan jenis. Persoalan ini memang sepele, namun sulit sekali untuk dihilangkan. Bagi yang imanya kuat, ia akan mampu untuk tetap setia pada panggilan Allah.

Melihat berbagai macam persoalan yang telah ada, maka penting bagi umat Allah untuk membenahi diri, terutama dalam menjawab panggilan Allah, khususnya kaum muda yang diharapkan mempunyai semangat yang tinggi. Semangat inilah yang sebenarnya dibutuhkan oleh Gereja, terutama dalam membenahi masa depan. Dari persoalan-persoalan tadi, dampaknya dapat dilihat secara langsung pada calon seminaris yang mendaftar tiap tahunya, yang dirasa semakin berkurang. Misalnya, calon siswa Seminari St.Vincentius A Paulo – Garum yang mendaftar semakin sedikit. Pada tahun ajaran 2008/2009 yang mendaftar berjumlah 66 anak, namun itu hanya gelombang ke 1 dan tidak dibuka gelombang ke 2, karena dirasa sudah memenuhi. Pada tahun ajaran 2009/2010 yang mendaftar berjumlah 47 anak, sehingga dibuka gelombang ke 2 dengan 18 anak yang mendaftar. Tahun pelajaran berikutnya yang mendaftar semakin sedikit, yakni gelombang pertama 55 anak dan gelombang ke 2 hanya berjumlah 9 anak. Dan pada tahun pendaftaran ini, jumlah yang mendaftar semakin sedikit, yakni hanya 51 anak.
Secercah Harapan

Melihat jumlah calon seminaris yang semakin tragis tiap tahunya, sangat jelas sekali, bahwa panggilan pada zaman sekarang sangatlah minim dan mulai luntur. Tidak adanya perhatian kaum muda bagi Gereja, membuat Gereja semakin tertekan. Untuk itulah panggilan Allah perlu ditekuni. Hal ini juga tidak lepas dari persoalan-persoalan dalam menanggapi panggilan Allah, terutama dalam perkembangan zaman yang semakin modern.

Perlu adanya penggerak untuk menggairahkan kembali umat Allah, terutama kaum muda yang menjadi generasi penerus Gereja. Penggerak itu adalah orang tua sendiri, yang menjadi pendorong bagi kaum muda dalam menjawab panggilan Allah. Terlebih-lebih jika kita mengingat bagaimana perjuangan Yesus memanggul salib sampai di bukit Golgota dengan penuh darah yang melumuri tubuhnya. Memang kita tidak merasakan, namun sakitlah hati Yesus, jika kita tidak mau mengerti dan menanggapi panggilan Allah.

Jumat, 03 Juni 2011

Perayaan Syukur 40 Tahun Sekolah Tinggi Filsafat Teologi “Widya Sasana” Malang

Bertolak ke Tempat yang Dalam

Sore itu (6/5), kota Malang dihuyur hujan deras semenjak sore hari. Di tengah cuaca yang tidak mendukung ini, Sekolah Tinggi Filsafat Teologi (STFT) Widya Sasana mempunyai gawe besar untuk berkumpul. Sore itu, STFT-WS memulai perayaan Dies Natalis ke- 40. Acara diawali dengan reuni dan dilanjutkan esok hari dengan misa syukur bersama para uskup.

Hampir sekitar 200 tamu undangan datang dalam acara reuni ini. Mereka berasal dari berbagai tempat. Acara diselenggarakan di halaman kampus STFT Widya Sasana yang terletak di Jl. Terusan Rajabasa 2 Malang. Kemeriahan suasana semakin nampak ketika alumni berkumpul, bertemu, bertegur sapa bersama. Sudah lama mereka tidak bertemu. Mereka sangat senang karena akhirnya bisa berjumpa kembali dengan teman kuliah mereka dulu. Kali ini yang diundang adalah semua alumni mulai dari tahun berdiri yakni 1975 sampai dengan sekarang. Panitia mengangkat tema “Bersama Bertolak Ke Tempat yang Dalam”.

Hadir pula dalam reuni ini para Uskup partisipan (Surabaya, Malang, Denpasar, Pontianak, Ketapang, Samarinda, Tanjung Selor), pimpinan tarekat dan perwakilan keuskupan. Mereka sebelumnya mengadakan rapat bersama dengan staf STFT dan para dosen. Usai rapat, para Uskup berbaur dengan peserta reuni bersama. Ada

Acara reuni semakin meriah dengan berbagai tampilan dari mahasiswa dan juga persembahan dari seorang anak yang menyumbangkan suara emasnya. Meski hujan masih tetap mengguyur lokasi reuni, hal ini tidak membuat peserta beranjak dari tempat duduknya. Mereka berkumpul bersama dengan teman angkatan mereka. Senyum, canda dan tawa nampak dari raut wajah mereka. Acara usai sekitar pukul 21.30 WIB.

Bangga dan Bahagia
Ungkapan kebahagiaan terungkap bukan hanya dalam benak alumni, tapi juga para dosen. Hal itu dirasakan oleh Rm. Prof. Dr. Berthold Anton Pareira O.Carm (dosen senior yang juga adalah pengajar bidang ilmu Kitab Suci Perjanjian Lama). Mewakili para dosen lainnya, Rm. Pareira begitu akrab disapa, menyampaikan beberapa hal. “Saya sangat senang, bangga dan bahagia ada bersama-sama dalam acara ini. Saya bisa berkumpul bersama dengan para mantan murid-murid saya. Begitu banyak kenangan yang saya peroleh bersama dengan kalian. Ada tertawa, rasa jengkel, marah bercampur menjadi satu. 36 tahun adalah waktu yang cukup lama bagi saya untuk mengajar,” ucapnya dengan penuh kebahagiaan.

Lebih lanjut Rm. Pareira menyampaikan terima kasih atas kehadiran para undangan. Secara khusus malam itu, Rm. Pareira cukup senang karena bertemu dengan kawan lama waktu studi Roma yakni Mgr. H. Bumbun OFMCap (Uskup Keuskupan Agung Pontianak). “Malam ini saya sangat senang karena bertemu dengan kawan lama saya, yakni Mgr. Bumbun. Sudah 30 tahun lebih dia menjadi Uskup. Saya sangat senang sekali bisa bertemu malam ini,” katanya dengan penuh semangat.

Peristiwa malam ini bagi Rm. Pareira adalah peristiwa yang menggembirakan. Banyak alumni yang mengenalnya, tapi beliau tidak banyak mengingat satu-persatu. Beliau juga masih ingat gaya mahasiswa, cara mengajar dan “penderitaan” yang dialami oleh para mahasiswa dulu. Sesekali para mahasiswa dianggap “bodoh” karena tidak dapat mengerti sesuatu hal mengenai bahan kuliah. Rm. Pareira juga bangga karena banyak mahasiswanya yang berhasil. Sebagian besar dari mereka menjadi dosen di STFT-WS ini pula.

Pada akhir sambutannya, Rm. Pareira mengajak semua yang hadir untuk bekerja bersama. Lembaga ini perlu terus dikembangkan. Bangsa dan Gereja masih harus terus dibangun. Hal ini merupakan tugas semua pihak mulai dari STFT, dosen, mahasiswa dan para alumni yang hadir.
Rm. F.X. E. Armada Riyanto CM selaku Ketua STFT-WS juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak atas terselenggaranya acara ini. Ucapan terima kasih juga diucapkan kepada para Uskup, pimpinan tarekat, perwakilan keuskupan, tamu undangan dan juga alumni yang berkenan hadir dalam acara syukur ini. Hal ini tak terlepas dari kerjasama semua pihak yang mau bekerja keras demi acara ini. Para alumni juga diundang lewat internet (salah satunya facebook).

Hasil Kerjasama
STFT Widya Sasana Malang merupakan salah satu lembaga pendidikan calon imam yang terletak di pulau Jawa. Selain di Malang, ada juga tempat pendidikan calon imam di Jakarta, Bandung dan Yogyakarta. STFT-WS (dulunya bernama Institut Filsafat Teologi) didirikan oleh Kongregasi Misi dan Ordo Karmel. Kedua tarekat ini bekerjasama untuk mendidik calon-calon imam mereka dalam wadah “Seminari Tinggi Bersama”. Seiring berjalannya waktu, bergabung juga beberapa tarekat (SVD, CP, CSE, CDD, SMM, OSM, MSF) dan juga para calon imam dari berbagai keuskupan (Surabaya, Malang, Denpasar dan keuskupan di regio Kalimantan). Mereka mengirimkan para calonnya untuk mengenyam pendidikan filsafat dan teologi di tempat ini.

Sampai saat ini sudah ratusan lulusan yang dicetak oleh lembaga ini. Bukan hanya imam dan awam, melainkan juga para suster dan frater dihasilkan dari tempat ini. Mereka tersebar di berbagai tempat di penjuru Indonesia. Ada juga dari antara mereka yang bermisi ke berbagai tempat di negara lain. Lulusan-lulusan terbaik juga dicetak dari lembaga ini. Diantaranya mereka mengabdikan diri dalam almamater tercinta dengan menjadi dosen pengajar dan pimpinan di STFT tercinta.

Pendidikan calon imam tak terlepas dari kerjasama yang solid dari semua pihak. Mereka antara lain adalah STFT, seminari, pimpinan tarekat dan yayasan. Hal yang membanggakan adalah perkembangan dalam hal akademis. Lembaga ini telah diakreditasi oleh BAN-PT dan meraih akreditasi “A”. Hal yang membanggakan pula adalah, mulai didirikannya Program Pascasarjana Magister Filsafat Sistematis dan Filsafat Teologis.

Syukur atas Rahmat Tuhan
Rasa syukur dan terima kasih akhirnya diwujudkan dalam perayaan ekaristi syukur. Semua alumni yang hadir, mahasiswa STFT, para tamu undangan bersyukur bersama dalam misa. Sekitar pukul 09.00 WIB, para tamu undangan mulai berdatangan di aula Misiologi SVD, tempat dilangsungkannya misa. Mereka yang hadir bukan saja alumni, tetapi juga para biarawan-biarawati dari wilayah Malang dan sekitarnya. Sekitar 500 orang ikut serta dalam misa syukur ini.

Misa Syukur dipimpin langsung oleh Bapak Uskup Malang, Mgr. H.J.S. Pandoyoputro, O.Carm. Hadir juga beberapa uskup lain: Mgr. V. Sutikno Wisaksono (Surabaya), Mgr. Silvester San (Denpasar), Mgr. Hieronymus Bumbun OFMCap (Pontianak), Mgr. Blasius Pujaraharja (Ketapang), Mgr. Florentinus Sului MSF, Mgr. Yustinus Harjosusanto MSF (Tanjung Selor). Ikut serta juga mendampingi para uskup, yakni Rm. F.X. Armada Riyanto CM (ketua STFT) dan Rm. Berthold Anton Pareira O.Carm (dosen senior).

Ikut serta dalam selebrasi misa yakni para dosen, imam (alumni), mantan dosen, vikaris jenderal beberapa keuskupan regio Kalimantan. Beberapa pimpinan tarekat yang tampak hadir: Rm. L. Joko Purnomo O.Carm (Provinsial Ordo Karmel Indonesia) dan Rm. Robertus Widjanarko CM (Visitator Kongregasi Misi Indonesia).

Masuk dalam Kedalaman Hidup
Dalam kotbahnya, Mgr. Harjo mencoba menyadari bahwa dirinya saat menyampaikan kotbah tidak berada dalam dunia pedalaman Kalimantan Timur (tepatnya wilayah Tanjung Selor), yang sangat jarang dijumpai tenaga pastoral. Saat menyampaikan kotbahnya, Monsinyur menyadari bahwa dirinya berada di depan orang-orang penting. Banyak imam dan calon imam yang dijumpai ikut dalam acara ini. Berbeda halnya dengan di pedalaman, yang sangat jarang ditemui tenaga pastoral.

Menurutnya, usia 40 tahun merupakan usia yang cukup lama bagi lembaga ini untuk menjaring calon pewarta. Sekitar 500 imam sudah dihasilkan dari lembaga ini. “Saya percaya bahwa para alumni yang bukan imam pun tidak menjadi gelisah. Mereka pasti sangat senang pernah dididik di tempat ini. Anda telah tertangkap dalam lembaga ini. Anda juga mengalami perubahan dan perkembangan. Tentunya hal ini sangat berguna bagi Anda” ucap Mgr. Harjo.

Menurutnya, penjala manusia bertugas untuk membawa orang lain untuk bisa sampai kepada Kristus. Dalam Kitab Suci disebutkan, para murid bukan hanya menjadi penjala ikan tetapi akhirnya diutus oleh Yesus menjadi penjala manusia. “Orang diminta untuk mengarahkan orang lain sampai kepada Kristus dan menanamkan panggilan surgawi,” katanya. Lebih lanjut lagi, kita diajak untuk masuk pada kedalaman hidup. Itulah yang utama dan bukan malah berada dalam ambang kedangkalan hidup.

“Di zaman sekarang orang ditantang hidupnya. Ketika menyaksikan tayangan TV, akan kita lihat tayangan-tayangan yang superfisial. Orang tertarik hanya pada yang fisik, menyenangkan hati dan sesaat saja. Itulah realitasnya. Orang lebih mementingkan ekonomi, status kedudukan, prestise. Orang akan menjadi bangga kalau dirinya terkenal, namanya tersohor dan menjadi orang hebat. Padahal yang dituju manusia sebenarnya bukan itu. Orang diajak untuk masuk dalam kedalaman hidup. Yang pokok adalah kita menghidupi kedalaman itu dan tidak terseret dalam kedangkalan hidup,” pesannya.

Sebagai calon pewarta, harapannya orang-orang yang berada dalam lembaga ini semakin siap menjalankan tugasnya. Harapannya para mahasiswa semakin bertumbuh dan berkembang. Lebih lanjut, Mgr. Harjo menambahkan bahwa di zaman sekarang diperlukan kesaksian hidup kita semua. Kesaksian adalah sarana untuk semakin meyakinkan orang yang akan kita bahwa untuk sampai kepada Kristus.

Misa syukur ini berjalan semakin meriah berkat suara emas paduan suara mahasiswa-i STFT Widya Sasana. Mereka yang tergabung dalam “Widya Sasana Choir” adalah orang-orang pilihan. “Mereka bukan hanya memiliki suara-suara yang bagus, tapi lebih dari itu yakni kemauan untuk terus berlatih dan melayani. Percuma saja kalau mereka mau bergabung tetapi tidak memiliki komitmen untuk setia berlatih. Para calon anggota yang seperti ini biasanya tidak kami terima,” ucap Fr. A. Puri Anggoro (Keuskupan Surabaya), salah satu anggota tim penyeleksi paduan suara.

Tarian perarakan masuk dan persembahan juga semakin memeriahkan perayaan ekaristi siang ini. Nuansa yang diangkat adalah dari Bali dan Flores. Petugas pembawa persembahan berasal dari beberapa tarekat frater yang mengenyam pendidikan di STFT.

Sebelum berkat penutup, Rm. Armada mengucapkan banyak terima kasih atas kehadiran para tamu undangan dan kesuksesan kerja semua pihak dalam acara ini. Selanjutnya, Rm. Armada berharap para mahasiswa semakin bersemangat karena dicintai oleh para Uskup. Kehadiran mereka disini merupakan salah satu bukti cinta kepada lembaga ini. “Kamu diajari bersyukur oleh para pendidik kami. Usia 40 tahun adalah salah satu langkah kami untuk terus berkembang. Sudah muncul 4 generasi dalam pendidikan calon imam di lembaga ini,” kata Rm. Armada (juga alumni STFT-WS) yang sekarang menjabat Ketua STFT-WS.

Rm. Kutschruiter O.Carm (salah satu generasi dosen awal) juga diberi kesempatan menyampaikan kesan-kesan. Romo misionaris ini sangat senang karena diberi kesempatan untuk memberikan sesuatu pada saat misa ini. Baginya, STFT-WS adalah harapan Gereja dan bangsa. “Dengan jumlah dosen yang tidak banyak, dulunya, kami memberanikan untuk mendirikan Seminari Tinggi Bersama (diawali tahun 1970). Inilah zaman perintis. Seiring berjalannya waktu, bukan hanya dari Karmel dan CM yang mengirimkan calonnya, tetapi juga dari rumah studi lain. Partisipasi semakin meningkat,” kata Rm. Kutsch, demikian sapaan akrab beliau.

Kemeriahan Bersama
Usai misa, acara dilanjutkan dengan beberapa penampilan dari mahasiswa. Ada beberapa tampilan antara lain: musikalisasi puisi, drama, nyanyian dan beberapa tampilan lain. Mereka yang tampil adalah perwakilan dari beberapa rumah studi. Acara usai sekitar pukul 14.30 WIB.

Perayaan syukur ini bukan hanya dilaksanakan dalam dua hari ini. Beberapa kegiatan yang juga dilaksanakan dalam rangka Dies Natalis ke-40 ini: donor darah, diskusi ilmiah (Dialog “interfaith” dengan delegasi Islam-Kristen Lebanon), perlombaan OR bersama.
DHANI DRIANTORO

Rabu, 01 Juni 2011

PANCASILA


DASAR NEGARA KITA

Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia yang kita peringati pada hari 1 Juni sebagai hari lahirnya Pancasila. Nama ini terdiri dari dua kata dari Sansekerta: pañca berarti lima dan śīla berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.

Lima sendi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan tercantum pada paragraf ke-4 Preambule (Pembukaan) Undang-undang Dasar 1945.

Dalam upaya merumuskan Pancasila sebagai dasar negara yang resmi, terdapat usulan-usulan pribadi yang dikemukakan dalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia yaitu Muhammad Yamin dan Sukarno.

Sukarno mengemukakan dasar-dasar sebagai berikut: Kebangsaan; Internasionalisme; Mufakat, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan; Kesejahteraan; Ketuhanan. Nama Pancasila itu diucapkan oleh Soekarno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni itu, katanya: Sekarang banyaknya prinsip: kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan, dan ketuhanan, lima bilangannya.

Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa - namanya ialah Pancasila. Sila artinya azas atau dasar, dan diatas kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal dan abadi. (smbr:wikipedia.org)

SEJARAH SINGKAT


STFT WIDYA SASANA MALANG

Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Widya Sasana (STFT-WS) dilahirkan pada tanggal 1 Maret 1971 dari penyatuan Seminari Tinggi Karmel Regina Apostolorum, Batu-Malang, dengan Seminari Tinggi Lazaris (CM), Kediri. Proses kelahiran ini diawali dengan pendirian sebuah Yayasan oleh Pimpinan Ordo Karmel propinsi Indonesia dan Pimpinan Kongregasi Misi propinsi Indonesia. Demikian sketsa sejarah STFT-WS:

1 Maret 1971 STFT-WS lahir dari penyatuan SEMINARI TINGGI KARMEL, Regina Apostolorum, Batu, Malang dengan SEMINARI TINGGI KONGREGASI MISI (CM), Santo Yosef, Kediri. STFT-WS lahir pertama-tama dari buah kerjasama penuh pengorbanan dua tarekat O.Carm dan CM.

Tahun 1980-an, Serikat Sabda Allah (SVD) bergabung dengan Yayasan Widya Sasana. Tetapi yang kuliah di STFT-WS, lantas tidak hanya CM, O.Carm, SVD melainkan juga Pr, CDD, CP, beberapa tarekat dari para suster, dan awam. Ada sebelas (11) keuskupan yang mengirim para calon pastornya ke STFT-WS. Di tahun-tahun berikutnya juga SMM, dan beberapa tarekat religius lain.

1983 semula kampus berada di Jalan Talang 5, lantas pindah ke kampus baru di Jalan Terusan Rajabasa 2, Malang. Kampus yang lama menyatu dengan sekolahan Dempo. Yang baru berada di tempat yang lebih tenang, jauh dari keramaian kota.

1986 status “Terdaftar” untuk jurusan Filsafat Agama, Pro¬gram Studi Filsafat Agama Kristen. Status diiperbarui dengan SK Mendikbud No. 0477/0/1986, tg1.16 Juli 1986 untuk jenjang program Sarjana Strata Satu (S-l). Program studi: Filsafat Agama Kristen.

1993 Peningkatan ke status “Diakui” untuk jenjang program S-1 diperoleh STFT-WS berdasarkan SK Dirjen Dikti tertanggal 16Agustus 1993 No. 498/DIKTUKep/1993. Program studi: Filsafat Agama Kristen.

1998 STFT-WS dinilai “Terakreditasi” dengan nilai Akreditasi C (cukup) yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Badan Akreditasi Nasional - Perguruan Tinggi No. 002/BAN-PT/Ak - IUXIU 1998 tertangga122 Desember 1998.

2005 STFT Widya Sasana mendapat kualifikasi nilai maksimal “A” (skor 380) berdasarkan surat keputusan Ban PT tertanggal 7 Juli 2005, Nomor 010/BAN-PT/Ak-IX/S1/VII/2005.

2007 STFT Widya Sasana mendapat ijin penyelenggaraan pembukaan program Magister Filsafat dengan dua konsentrasi: Filsafat Teologis dan Filsafat Sistematis. SK Diknas, Dirjen Dikti No. 4018/D/T/2007.
[Sumber: www.stftws.org]