MENGEMBANGKAN IMAN MELALUI KOMUNIKASI DAN
MEDIA
YANG EFEKTIF
(PENDEKATAN STRATEGI 5W+1H)
oleh: Errol Jonathans
GAGASAN
Keluhan tentang ketidaklancaran
komunikasi merupakan problem laten organisasi apapun dan di manapun. Realita
itulah (setidaknya yang dirasakan) yang mendorong stakeholder di beberapa paroki berusaha keluar dari hambatan tersebut,
melalui acara Dialog Terbuka dengan topik: “Komunikasi Yang Efektif Dalam
Mengembangkan Iman Melalui Media”.
Terdapat 3 makna kunci setelah
menelaah topik tersebut. Kunci pertama adalah “Kesadaran tentang komunikasi
yang efektif”. Kunci kedua tentang “Pemanfaatan media”, dan kunci ketiga
“Tujuan mengembangkan iman” berlandaskan kunci pertama dan kedua. Apakah penyelenggara
menyadari bahwa topik ini adalah sebuah gagasan besar. Mau dibilang topik ini idealistik
tidak juga, karena itulah makna Gereja (dengan “G” besar). Tetapi dikatakan
topik yang sederhana juga bukan, karena implementasinya membutuhkan strategi
yang terencana dan konsisten dalam rancangan waktu (time frame) yang detil.
Untuk membahasnya, saya menggunakan
pendekatan rumusan “5W+1H”. Rumusan ini populer di dunia media massa sebagai
strategi terjitu untuk menyajikan informasi yang lengkap, komprehensif dan
kredibel. 5W merupakan ringkasan dari: What (Apa), Who (Siapa), When (Bila),
Where (Di mana), Why (Mengapa). Sedangkan 1H adalah How (Bagaimana). Hanya saja
analisa ini tidak sampai ke implementasi operasional dan aksi yang detil.
Makalah ini hanya memaparkan kerangka panduan yang mestinya dapat ditindaklanjuti
umat Paroki Kelsapa secara mandiri. Penjelasan tentang pendekatan 5W+1H,
maknanya sebagai berikut;
1) WHAT:
Unsur “What” mempertanyakan apa maksud
komunikasi yang efektif? Definisinya adalah: “Proses spesifik pergerakan dan pertukaran informasi di Paroki antar
Stakeholder”. Komunikasi sesungguhnya sebuah proses dan bukan tujuan akhir.
Disebut sebagai proses yang spesifik, karena pesan-pesan yang hendak
disampaikan komunikator diproses dengan memperhatikan siapa sasaran
komunikasinya (segmentasi), dan melalui cara apa (kemasan), serta dampak apa
yang diharapkan komunikator dari sasaran komunikasi (feedback atau respon). Dengan demikian segenap insan Paroki Kelsapa
yang melaksanakan komunikasi, wajib mengetahui teknik berkomunikasi yang baik
agar pesan yang disampaikan efektif hasilnya. Filosofinya: “Komunikasi yang efektif bukan tentang apa
yang anda perkatakan kepada pendengar, tetapi apakah persepsi pendengar sesuai
dengan yang anda maksudkan“.
Para komunikator Gereja Kelsapa juga
wajib memahami, bahwa komunikasi intinya meliputi: 1) Alur Komunikasi dan 2)
Tingkatan Komunikasi. Alur komunikasi terdiri dari 3 gerak prinsip, yaitu
komunikasi yang bersifat: 1) Downward:
yaitu komunikasi dari atas ke bawah atau lazim disebut komunikasi hirarkial. 2)
Upward: yaitu komunikasi yang
inisiatifnya datang dari bawah dan menuju ke atas, yang lazim disebut
komunikasi partisipatif. 3) Lateral: yaitu
komunikasi yang geraknya melulu ke samping kiri dan kanan saja. Model
komunikasi ini bergerak di tataran yang sama, dan sederajad antara komunikator
dengan khalayak target komunikasinya.
Mengenai pengertian "Tingkatan
Komunikasi" adalah level komunikasi. Yaitu komunikasi yang dilakukan dalam
rumpun yang sama. Misalnya komunikasi antara pengurus DPP secara internal, juga
antar sesama pengurus BGKP, atau sesama anggota Kategorial tertentu, dan dalam
level Lingkungan atau Wilayah. Seharusnya komunikasi dalam kelompok terbatas
ini lebih akrab dan cair, karena lebih sering bertemu. Situasinya pasti berbeda
ketika komunikasi dilakukan antar kelompok, karena membutuhkan frekuensi yang
lebih sering untuk lebih akrab.
2) WHO:
Unsur “Who” mengidentifikasi siapakah
pelaku komunikasi dan siapa sasaran komunikasi. Pelaku komunikasi Gereja
Kelsapa adalah stakeholder Paroki
Kelsapa. Siapakah mereka sesungguhnya? Elemen-elemen stakeholder Gereja adalah: Pastor Paroki, Pastor rekan, pengurus
BGKP (Badan Gereja Katolik Paroki), pengurus Dewan Pastoral Paroki (DPP),
penggerak Kelompok Kategorial, pelaksana Wilayah dan Lingkungan, serta kelompok
mayoritas yang dominan yaitu segenap umat Gereja Kelsapa. Sementara itu pihak
eksternal juga dapat dimasukkan sebagai bagian, karena faktanya Gereja Kelsapa
juga harus berhubungan dengan pihak-pihak lain, seperti Keuskupan, paroki lain se
Kevikepan dan Gereja lainnya.
Yang wajib disadari oleh segenap
unsur Gereja Kelsapa, pada saat tertentu mereka berfungsi sebagai komunikator.
Tetapi di saat yang lain posisi mereka dapat berubah sebagai sasaran
komunikasi. Jadi setiap insan Paroki Kelsapa adalah komunikator sekaligus
target komunikasi. Maka segenap umat Gereja Kelsapa dituntut mahir bertindak
dan tahu detil kedudukannya sebagai komunikator, dan kapan sebagai sasaran
komunikasi. Bila satu saat mereka dituntut mahir berbicara dan menulis, maka di
saat lain dituntut mahir mendengarkan dan membaca.
3) WHERE:
Aspek “Where” menjelaskan di ranah
mana saja komunikasi akan terjadi. Terkait dengan penjelasan tentang stakeholder Gereja, maka komunikasi
sudah pasti terjadi di sektor-sektor struktural Paroki Kelsapa. Yaitu Pastor
Paroki, BGKP, DPP, Kategorial, Wilayah, Lingkungan dan Umat.
4) WHEN:
Makna "When" bukanlah
pengertian tentang kapan dalam konteks waktu. Tetapi diperluas dalam makna
"manakala" dan "apabila". Jadi, komunikasi dikategorikan
lancar manakala syarat-syarat utamanya terpenuhi. Yaitu: Paroki Kelsapa
memiliki kebijakan (policy) yang jelas tentang tata cara dan alur komunikasi. Kongkritnya,
diperlukan sistem sebagai kelengkapan organisasi paroki. Implementasinya
menyangkut kejelasan prosedur, yang ditopang kelengkapan sarana komunikasi yang
memadai. Untuk dapat menciptakannya maka kompetensi para pelaksana komunikasi
Paroki Kelsapa haruslah memadai, dan merupakan orang-orang yang mumpuni
ketrampilannya di sektor komunikasi. Meski pada umumnya umat berkarya di Gereja
bukan untuk mencari nafkah, tetapi kesuksesan alur komunikasi wajib didukung
ketersediaan dana yang memadai, karena menyangkut pengadaan alat komunikasi
termasuk operasional kegiatannya.
5) WHY:
Kajian “Why” menyangkut pertanyaan
mengapa komunikasi di Paroki Kelsapa harus lancar? ketidaklancaran komunikasi
berarti kesenjangan komunikasi. Sudah tentu dampak komunikasi yang buntu adalah:
ketidakjelasan informasi, makna dan persepsi yang keliru, bias komunikasi,
kesalahpahaman, bahkan kesenjangan informasi (information gap). Yang sangat tidak diharapkan akibat ketidak
efektifan komunikasi adalah peredaran desas-desus yang sudah pasti mengganggu
keharmonisan seluruh elemen Paroki Kelsapa. Karenanya, demi produktivitas dan
perkembangan Paroki Kelsapa ke arah yang dicita-citakan, kuncinya hanya
terletak pada komunikasi yang efektif dan berdampak positif. Perhatikan:
Ketidaklancaran komunikasi potensial menimbulkan apatisme umat kepada Gereja
sendiri.
6) HOW:
"How" membahas cara dan
strategi yang seharusnya dilakukan untuk mencapai komunikasi yang efektif. Untuk
memperoleh fakta-fakta yang obyektif, Paroki Kelsapa sebaiknya mengadakan
pemetaan kondisi dan situasi komunikasinya. Langkah berikutnya menganalisa
situasi dan kondisi tersebut, sebelum memutuskan target pengembangan komunikasi
yang hendak dilakukan. Untuk mencapai target tersebut perlu disusun strategi
sekaligus parameter keberhasilan komunikasi yang dilaksanakan. Seluruh proses
analisa dan perencanaan ini pada akhirnya sangat tergantung pada rancangan
langkah operasional sebagai realisasi setiap rencana. Saat mengaplikasikan
langkah operasional, perhatikan rekomendasi-rekomendasi yang disarankan.
POTENSI KOMUNIKASI
Dunia telekomunikasi dewasa ini
sangat kaya dengan sarana dan cara untuk berkomunikasi. Uniknya, cara dan
sarana yang konvensional ternyata masih efektif digunakan, meski dunia saat ini
telah kebanjiran teknologi telekomunikasi digital yang canggih dan mudah.
Sarana dan cara komunikasi
konvensional ragamnya antara lain: 1)Komunikasi Verbal/tuturan, misal: dialog,
rapat, diskusi, homili. Juga tersedia 2)Komunikasi Teks seperti: surat,
pengumuman, lembar informasi. 3)Telekomunikasi, meliputi: telpon, SMS, email. 4)Media
Massa konvensional terdiri dari: media cetak, radio dan televisi.
Pertumbuhan sarana dan cara
komunikasi digital menghasilkan beragam sistem, seperti: Konvergensi (persilangan
media massa konvensional dengan teknologi informasi), Media Online, Multi Media
dan Media Sosial. Berbagai sistem ini menurunkan ragam model media komunikasi baru,
baik yang bersifat personal maupun massa. 1)Dalam rumpun Media Online hadir:
Website, Blog, Streaming media, On demand. 2)Di rumpun Media Sosial
bertumbuhan: Friendster, Face Book, Twitter, You Tube. 3)Di Multi Media lahir:
Electronic Book, CD-Rom, Game dan sejenisnya.
REKOMENDASI
Terkait dengan tujuan pengembangan
iman umat Paroki Kelsapa melalui komunikasi dan media, -juga usaha mendinamisasi
komunikasi di Paroki Kelsapa-, metode dan sarana apa yang secara realistis
dapat digunakan? Beberapa rekomendasi berikut dapat menjadi rencana aksi .
1. Komunikasi Verbal:
Meski tergolong paling konvensional,
komunikasi verbal tetap efektif untuk digunakan. Terutama bentuk: Rapat,
Konsultasi, Homili, Diskusi dan Pengajaran.
2.Komunikasi Teks:
Meski juga tergolong konvensional,
efektivitasnya juga tidak meragukan, khususnya bentuk: Surat, Edaran, Lembaran
dan Pengumuman.
3.Telekomunikasi:
Meski tergolong sederhana, Telpon,
SMS, Email dan BBM direkomendasikan untuk digunakan.
4.Media Massa:
Dianjurkan berkonsentrasi pada media
cetak, seperti: Tabloid, Majalah, Buletin dan Warta Paroki.
REKOMENDASI KHUSUS:
Selain 4 Rekomendasi ini adalah
menghidupkan peran dan fungsi seksi Komunikasi Sosial (Komsos). Lembaga
struktural Paroki ini, ternyata sering tidak diberdayakan dan difungsikan
sebagai konseptor dan motor komunikasi Gereja. Status dan fungsinya sering
hanya sebatas pelaksana terbitan media massa. Tetapi Komsos jarang diperankan
lebih strategis. Misalnya mendesain pola komunikasi Gereja, atau menjadi ujung
tombak sektor komunikasi internal dan eksternal Paroki. Yang paling sering
terjadi, Komsos tidak tahu harus melakukan apa, dan memahami tugas kewajibannya
bagi Paroki dan Gereja. Untuk itu peran Pastor Paroki, BGKP dan DPP sangat
diharapkan secara kebijakan maupun implementif, dengan menjadikan Komsos sebagai
entitas komunikasi yang strategis.
Semoga Tuhan mengabulkan usaha-usaha
baik kita demi penyempurnaan komunikasi dan media di Paroki Keuskupan Surabaya,
sehingga pertumbuhan iman umat menjadi lebih subur karenanya. Amin.