Bermula dari Stasi Kecil
Di Pinggir Kota
Gereja Ratu Pecinta Damai, Pogot, Surabaya, atau lebih dikenal dengan Paroki Pogot, boleh dibilang gereja ‘pendatang baru’ di Jawa Timur bila dibandingkan dengan gereja-gereja tua yang dibangun pada era Hindia Belanda. Gereja ini terletak di pinggir kota, jauh dari hiruk-pikuk plasa, mal, serta pusat perbelanjaan moderen.
Alkisah, pada 27 Februari 1979 diadakan pertemuan bersama Pengurus Dewan Paroki Kepanjen dan para tokoh umat Katolik setempat, sehingga terbentuk panitia pembangunan gereja. Saat itu, Pogot dan sekitarnya masuk wilayah Paroki Kelahiran Santa Perawan Maria (Kelsapa), Kepanjen. Dalam perkembangannya, kata Alfonsus Siswadi, tokoh umat, beberapa kegiatan rohani seperti perayaan ekaristi diadakan di Sidotopo. Pogot berkembang menjadi stasi yang hidup dengan empat wilayah. “Apalagi, banyak anggota TNI Angkatan Laut yang merupakan keluarga muda. Terjadilah relasi antara Stasi Sidotopo Lor, Tenggumung, dan Pogot. Perkembangannya sangat pesat,” tutur Alfonsus Siswadi, bekas pastor kongregasi misi (CM).
Hal ini ditanggapi positif oleh Paroki Kelsapa, dengan membentuk dua lingkungan yang mandiri. Tanggal 22 Maret 1976 Romo Heuvelmans CM mendapat rekomendasi dari Lurah Dusun Tanah Kalikedinding dan Camat Sukolilo untuk membeli tanah sekaligus mendirikan bangunan Gereja Katolik di wilayah tersebut. Pada saat itu, Pak Lurah juga berkeinginan mendirikan sebuah rumah sakit. Rekomendasi tanggal 24 Maret 1976 dari RT 02/RW 06 Pogot Baru menyetujui pembangunan gereja di Jalan Pogot Baru.
Peletakan batu pertama pada 12 September 1976 serta pemasangan fondasi oleh Romo PJA Heuvelmans CM selaku Romo Paroki Kepanjen, disaksikan oleh pejabat pemerintah dan pejabat gereja. Akhirnya, didirikan Gereja Katolik di Pogot Baru dengan bentuk Joglo. Bentuk Joglo ini banyak pertimbangan, inspirasinya dari Jogjakarta.
Pada 1977-1980 Gereja Katolik Pogot mendapat surat izin dari Polda Jatim dan Departemen Agama Kota Surabaya. Wali Kota Surabaya memberikan izin prinsip lokasi untuk mendirikan Gereja Katolik Pogot, di desa Tanah Kalikedinding, Kecamatan Sukolilo, Surabaya, pada areal seluas sekitar 1.920 meter persegi.
GEDUNG GEREJA DIBERKATI
Menurut Johanes Samsudi selaku Ketua Dewan Paroki Ratu Pecinta Damai, pada 1979 pembangunan gedung gereja sudah jadi meskipun belum sempurna. Pembangunan gereja didesain oleh putra gereja Pogot, salah satunya Ir Robby yang telah lulus kuliah di Jerman dan memenangi lomba desain gereja. Samping kanan kiri dibuat etalase untuk sirkulasi udara dan penerangan. Penerangan ini didesain dengan unsur alami untuk kepentingan umat dalam perayaan ekaristi.
Gedung gereja diberkati oleh Romo L Tjahyo Kusumo CM. Sejak saat itu kegiatan dan perayaan ekaristi dilaksanakan di gedung gereja baru. Pada awalnya kegiatan dan perayaan ekaristi di rumah AY Meijik serta Sumardjono. Awal tahun 1981 pembangunan gedung gereja selesai sepenuhnya, kata Samsudi.
Pada 25 Januari 1981 Mgr Johanes Klooster CM. berkenan memberkati gedung gereja dengan nama pelindung Ratu Pecinta Damai. Mengapa harus memakai nama pelindung Ratu Pecinta Damai, tidak yang lain? Soal nama pelindung ini masih terjadi kesimpangsiuran antara tokoh umat dengan Romo gembala. Romo Everard van Mensvoort CM tetap berkeinginan untuk memberi nama pelindung Maria. Di dalam penanggalan liturgi yang berkenaan dengan Maria, yakni Maria Ratu Damai, dirayakan 9 Juli.
Nah, tanggal 9 Juli bertepatan dengan Pesta Kongregasi Hati Kudus Yesus dan Maria, para misionaris tarekat. Dengan alasan bulan Juli sudah tidak lagi musim hujan, sehingga umat dapat mengadakan kegiatan di gereja. Tetapi, Ratu Damai pada saat itu telah dipakai oleh Stasi Ujung (Armada Angkatan Laut, red) sebagai nama pelindung gereja di sana. Agar tidak terjadi kesalahpahaman, maka diberi nama pelindung Ratu Pecinta Damai, bukan Ratu Pencinta Damai. “Dengan melihat perkembangannya nama pelindung Ratu Pecinta Damai juga bisa dilihat dari Pengembangan Litani Santa Perawan Maria,” jelas Aloysius Siswadi.
PERKEMBANGAN UMAT
Berdirinya gedung gereja Pogot merupakan titik perubahan dari gereja diaspora yang telah digagas oleh Romo Yusuf Bilyarta Mangunwijaya Pr (almarhum). Gereja Diaspora yang terpencar-pencar menjadi sebuah Gereja yang satu, mempersatukan bangunan tubuh Kristus yang kecil-kecil menjadi sebuah tubuh Kristus yang lebih besar.
Awalnya, umat Pogot berada dalam teritorial Paroki Kelsapa, Kepanjen. Pada tahun 1980-an Gereja Pogot menjadi stasi dari Paroki Kristus Raja dengan kepala paroki, Romo Everard van Mensvoort CM. Perkembangan umat saat itu menjadi enam lingkungan yang dikoordinir oleh RD Mardjono.
Pada 9 September 1984 terjadi pergantian wilayah dengan ketua wilayah MS Purwanto serta Romo B Martokusumo CM sebagai romo wilayah. Dengan proses perkembangan umat yang pesat, akhirnya wilayah Pogot menjadi Stasi Ratu Pecinta Damai dengan ketua stasi, Yohanes Samsudi.
Yohanes Samsudi menjelaskan bahwa pada waktu itu banyak karya yang telah dilakukan oleh umat. Di bidang pendidikan mengadakan pelajaran agama, ketrampilan untuk melatih life skill umat, dan mendirikan sekolah (TK, SD, SMP yang sekarang diberi nama sekolah Ratu Pecinta Damai, red). Selain karya dalam bidang pendidikan formal, Stasi Pogot membentuk lembaga kursus ketrampilan dalam asuhan Yayasan Isidorus. “Tanggal 2 Juli 1989 umat Stasi Pogot mempunyai Pasturan Ratu Pecinta Damai yang diresmikan oleh Bapak Uskup,” terangnya.
DARI STASI KE PAROKI
Tahun 2002-2003 Stasi Ratu Pecinta Damai, Pogot, berkembang dengan 16 lingkungan empat wilayah. Romo Yohanes Gani Sukarsono CM dipercaya menjadi romo stasi. Hadirnya Romo Gani mempercepat perkembangan umat Pogot. Umat berani membuat visi dan misi: Bersama Umat Mewujudkan Gereja yang Solider untuk Mencapai persaudaraan Sejati dalam Umat dan Masyarakat. “Visi dan misi ini membuat motivasi umat Pogot menjadi kuat untuk lebih mandiri walaupun masih tertatih-tatih,” kata Samsudi.
Perubahan diawali dengan pembentukan struktur pengurus gereja berdasarkan acuan pada Buku Pedoman Dasar Dewan Paroki Keuskupan Surabaya edisi 1997. Umat Pogot bukan hanya bergerak pada rutinitas di seputar altar, melainkan menjalin persaudaraan keluar dengan umat agama lain. Setelah cukup mantap, kata Romo Th Tandyasukmana CM, selaku pastor paroki, Dewan Stasi memberanikan diri untuk hidup mandiri. Menjadi paroki sendiri, lepas dari induknya.
“Menjadi Paroki Ratu Pecinta Damai tepat pada 25 Januari 2004,” kata Romo Tandyasukmana. Tanggal ini sengaja disesuaikan dengan peresmian gereja dengan nama pelindung Ratu Pecinta Damai pada 25 Januari 1981. Paroki Ratu Pecinta Damai akhirnya diresmikan dan diberkati oleh Romo Julius Haryanto C, Administrator Keuskupan Surabaya. Saat ini umat Katolik di Paroki Pogot kurang lebih berjumlah 3.500 jiwa.
(A. SEPANCANARYANTO)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar