Raih
Adiwiyata Mandiri Nasional
Kamis lalu (7/6/12)
saya ditemui oleh Guru-Guru SD Santa Maria, yakni Yunitha Ike Christyowati,
S.Pd., Resdiana, S.Pd., SD, dan H. A. Endang Widayati, S.Pd. Di ruangan Kepala
Satuan Pendidikan. Untuk berbincang mengenai lingkungan hidup di SD Santa Maria
Surabaya. SD Santa Maria telah meraih Adiwiyata Mandiri tingkat Nasional.
Bahkan memasuki gerbang SD Santa Maria terpampang tulisan SD
Santa Maria yang dikeliling tanaman hias. Dan, terlihat jelas hasil karya daur
ulang dari siswa-siswinya. Itulah SD Santa Maria yang baru-baru ini meraih Adiwiyata Mandiri tingkat Nasional.
Penghargaan Adiwiyata Mandiri tingkat Nasional diberikan langsung oleh Bapak
Presiden, Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara.
Untuk meraih Adiwiyata Mandiri tingkat Nasional membutuhkan proses
perjuangan yang panjang. Tahun 2008 SD Santa Maria mendapat kepercayaan dari
Kepala UPTD, yakni Ibu Sumilah. Ibu Sumilah menunjuk SD Santa Maria untuk
mengikuti lomba lingkungan hidup mewakili kecamatan Tegalsari tingkat kotamadya
dan berhasil mencapai di tingkat kota madya. Sampai diundang oleh Walikota
Surabaya dalam rangka Hari Jadi kota Surabaya.
Awal mula, kami dari SD Santa Maria hanya mengikuti lomba
lingkungan hidup, tetapi Ibu Sumilah mempersiapkan dan mencalonkan SD Santa
Maria ke tingkat Adiwiyata. Saat itu kami belum mengetahui apa itu Adiwiyata?
Dikarenakan kami disibukkan dengan Serviam Camp. Tawaran itu kami tidak
sia-siakan, kami mulai studi literatur yang disupport oleh Suster Diah, OSU.
Kami bersyukur mempunyai Kepala Satuan Pendidikan baik yang dahulu maupun
sekarang selalu memberikan semangat kami. Hingga kami tidak tanggung-tanggung
dalam bekerja.
Setelah itu kami studi banding dengan SDK St. Theresia I yang
terlebih dahulu meraih Adiwiyata atas prakarsa Bapak Joko. Tak disangka, untuk
mencapai ke tingkat provinsi dan nasional kami membutuhkan waktu dan proses
yang panjang, terutama dokumen-dokumennya. Dokumennya ada 4 komponen yang harus
dipersiapkan. Diantaranya kebijakkan sekolah, kurikulum sekolah, partisipasi
masyarakat, dan sarana prasarana.
Maksud dari kebijakkan sekolah ini, setiap melakukan
kegiatan dan penunjukkan tanggung jawab harus disertakan Surat Keputusan dari
Kepala Satuan Pendidikan dan disertai check list di setiap program yang akan
dijalankan oleh penanggungjawabnya. Seperti contoh pengontrolan air dan
mematikan kran air harus ada surat keputusan penunjukkan petugasnya. Sampai
penggunaan listrik, yakni AC. AC mulai dihidup pukul 07.00 WIB sebagai gerakkan
penghematan listrik. Bahkan sampai piket siswa, petugas menggiling kertas bekas
dan tanggung jawab ruang diwajibkan ada surat keputusan.
Untuk kurikulum sekolah, di setiap mata pelajaran yang
diajarkan diwajibkan menyertakan materi yang berkaitan dengan lingkungan hidup.
Tercatat di Rancangan Proses Pembelajaran, Program Tahunan, dan Program Semester.
Semisal mata pelajaran Matematika tentang materi mengukur luas kebun, mata
pelajaran IPA tentang pengamatan proses pertmbuhan tanaman.
Sedangkan partisipasi masyarakat, kami merangkul PKL, warga
sekitar, instansi terkait, dan petugas kebersihan. Kami mengajak PKL dan
petugas kebersihan sekitar sekolah dengan membuat tong sampah dari ban bekas
yang diletakkan disamping stan mereka. Dan, peka pada lingkungan melalui
sosialisasi tentang lingkungan sehat. Kami juga bekerja sama bersama warga
sekitar mengumpulkan sampah untuk dipilah-pilah mulai sampah basah, kertas, dan
plastik. Sampah basah didaur ulang menjadi pupuk kompos, sampah kering, kertas,
dan plastik menjadi daur ulang seperti vas bunga, tas, dan tempat tissue.
Bahkan kami bekerja sama instansi terkait memberikan materi lingkungan hidup,
seperti Tunas Hijau dan BLH Kota.
Sampai di kompenen yang keempat mengenai sarana prasarana,
kami membuat dan mendesain tiga tempat sampah, yakni sampah basah, kertas, dan
plastik. Kami juga mempunyai poster-poster yang dipasang di sekitar lingkungan,
yakni “Mari kita tingkatkan Budaya 3R (Reuse, Reduce, and Recycle), Birunya
Langitku-Hijaunya Halamanku-Putihnya Hatiku.”
Resdiana, S. Pd., SD. mengakui untuk memenuhi keempat
komponen tidak mudah yang saya bayangkan. Kami membutuhkan waktu tersendiri. Kami
merelakan pulang sampai sore, bahkan larut malam membuat laporan lingkungan
hidup.
“Alhasil, laporan sudah selesai, tetapi setelah dicek
kembali. Laporan masih ada beberapa yang salah . Sampai-sampai kami mencetak ulang
lembar-lembar yang salah. Baru yang ketiga kali, benar-benar dikatakan sudah selesai
dan dapat dijilid”, aku Diana.
Perjuangan kami berlanjut ke tingkat provinsi. Tahun 2009
meningkatkan diri di tingkat provinsi, kami mulai membuat Green House. Di Green
House kami menanam tanaman toga, vertical culture (tanaman bertingkat), dan relief.
Kami membuat relief di belakang sekolah seperti graffiti yang
bahan bakunya dari semen. Dilengkapi dengan tanaman hias. Dalam perkembangannya,
Sr. Diah, OSU melihat di sekitar sekolah kami banyak lidah buaya. Kami binggung
menguranginya, daripada di buang sia-sia. Tidak mencerminkan lingkungan hidup,
akhirnya kami berinisiatif mengolahnya menjadi es lidya buaya.
Es lidya buaya menjadi ikon unggulan di lingkungan hidup
kami. Ikon es lidya buaya berkat prakarsa Sr. Diah, OSU. SD Santa Maria
Surabaya meraih Adiwiyata Nasional.
Penghargaan diberikan langsung oleh Menteri Lingkungan Hidup.
Kami mempertahankan Gelar Adiwiyata Nasional dengan mencanangkan
program berlanjutan melalui keragaman hayati. Kami menumbuhkembangkan kepekaan
dan kepedulian siswa-siswi kami. Setiap siswa-siswi membawa tanaman sendiri.
Tidak hanya membawa tanaman, siswa-siswi dibimbing cara merawat tanamannya
dengan baik. Dengan menggelar Jumat bersih setiap pukul 09.15 sampai 09.30 WIB.
Dan, setelah doa malaikat Tuhan pukul 12.00 WIB siswa-siswi mengumpulkan sampah
di sekitar sekolah. Membuangnya di tempatnya. Bukan hanya itu setiap hari,
siswa-siswi membawa koran, kertas, dan botol bekas. Siswa-siswi menjadikannya
barang berharga dan hasilnya dijual kepada orang tua.
Buku bekas, cerita, dan komik mereka kumpulkan disumbangkan
di sekolah. Ada yang disewakan dan dijual kepada teman-temannya. Bahkan
siswa-siswi juga diajarkan untuk mengelola keuntungannya.
Sampai salah satu siswi mewakili sekolah mengikuti lomba Eco
Preuneurship tahun 2010 dan meraih juara I. Dan, sampai saat ini orang tua dan
siswa-siswi lingkungan hidup menjadi bagian dari hidup mereka. Bukan kebiasaan
baru bagi mereka, melainkan menjadi budaya mencintai lingkungan hidup, papar
Endang. (asep)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar