Ajang Safari Panggilan
Masih semarak 60 tahun Seminari Menengah St. Vincentius a Paulo, usai menggelar reuni akbar (27-28/6) dan membentuk Ikatan Keluarga Alumni Seminari Garum, pihak Staf Seminari dan Formartur menggelar kembali semarak 60 tahun, kali ini kemasannya lain daripada yang lain. Kemasan ini tidak hanya diperuntukkan untuk alumni ataupun keluarga besar Seminari, melainkan diperuntukkan bagi kalangan umum (umat, red.) dari beberapa paroki di Regio II serta Paroki dari Surabaya.
Kemasan kali ini dinamakan open house sekaligus ajang untuk safari panggilan bagi orang muda Katolik yang tertarik dengan panggilan khusus, diantaranya imam dan suster.
Saat Jubelium turun dari Bus Restu persis di depan Gerbang Seminari disambut dengan tulisan yang terpampang jelas yakni “Selamat Datang di Open House Seminari Garum.” Memasuki gerbang Seminari suasananya penuh kemeriahan dengan adanya ubul-ubul menghiasai sepanjang jalan menuju lokasi open house.
“Open house ini diadakan selama tiga hari dua malam, Jumat sampai Minggu Kliwon (12-14/9) di tiga wilayah diantaranya wilayah
pertama-St. Vincentius, wilayah kedua-Gua Maria-lapangan basket, dan wilayah ketiga-depan garasi.”
Beberapa lama kemudian Jubelium disambut oleh Seksi Tamu dari panitia open house. Salah satu seksi tamu bertanya dari mana mas? Dengan santai Jubelium menjawab dari Jubelium. Mendengar dari Jubelium, panitia mengatakan dari tadi sudah ditunggung Bapak I. L. Parsudi, salah satu Guru Bahasa. Silakan mas, langsung saja ke ruang guru.
Parsudi menjelaskan Jumat Pon (12/9) diadakan lomba Bilinggua atau bercerita dengan menggunakan Bahasa Inggris, peserta yang mengikuti lomba tersebut juga cukup lumayan banyak memperebutkan Tropi Bapak Uskup, salah satu pemenangnya yakni dari SMP Santa Maria-Surabaya.
Untuk lomba kording (Koran Dinding) karena pesertanya kurang dari lima tidak ada lomba,
maka peserta yanag telah datang tetap dipersilakan untuk membuat kording yang temanya tentang kegiatan open house. Dari semua liputan yang dilakukan peserta kording banyak yang mengcover proses pembuatan kompos dan daur ulang yang dibuat Seminaris. Peserta Kording ini dari siswa-siswi SMP Santa Maria Tulungagung dan SMP Santa Maria Surabaya, jelas Parsudi.
“Jumat malamnya, para pengunjung dihibur dengan teater dari mudika Paroki St. Yusuf, Blitar.”
Usai berbincang dengan L. Parsudi, Jubelium meninggalkan ruang guru melihat pernik
-pernak dekorasi dari gabus yang ditata apik, di samping kiri tembok ruang Tata Usaha Seminari tampak galeri foto aktivitas para seminaris. Bahkan di pilar terlihat jelas petunjuk arah yang bertuliskan Workshop dan lomba daur ulang.
Sabtu Wage (13/9) mengadakan Bedah Buku “Melepaskan Panah, Melukis Pelangi (Rahasia Pendidikan Calon Pemimpin di Seminar)” dengan narasumber Rm. Dr. Alfonsus Tjatur Raharso dan Drs. Robertus Angkowo, MM. Bedah buku ini semakin menarik dan suasananya santai berkat moderator, Rm. Cosmas Benediktus Senti Fernandez. Rm. Tjatur lebih menyoroti dari tiga aspek, diantaranya sejarah, refleksi, dan tantangan. Dari aspek sejarah yang menulis Rm. Dr. Armada Riyanto, CM, Rm. Julius Haryanto, CM, aspek refleksi yang menulis Yohanes Bosco Hariono, Rm. Budi Prasetyo, Rm. Hardjo Dirono, CM, sedangkan aspek tantangan ditulis oleh Rm. Ignatius Buidono, CM, Rm. Y. Gani Sukarsono, CM. Lain halnya Robertus lebih pada kritikan pendidikan seminari dilihat dari kemasyarakatan, terang Parsudi by call to Garum.
Usai mengasah otak dengan bedah buku, pengunjung disegarkan pula dengan santapan rohani, doa Taize. Doa Taize ini dikoordinir oleh ikansegar. Yosua, ikansegar Surabaya mengatakan doa Taize diadakan di aula mulai pukul 21.30 yang telah dipersiapkan seminaris lengkap dekorasinya untuk mendukung suasana doa yang sifat kontemplatif ini.
Begitu pula di lapangan Bulutangkis disulap menjadi stan pameran dari Suster SSps dan Suster PK. Selain mengajak untuk tertarik menjadi suster, kedua suster dari SSps dan PK mengadakan kampaye damai menyelamatkan Bumi dari sampah dengan memperlihatkan p
roduk-produk dari daur ulang, seperti membuat tas dari kemasan deterjen, mobil-mobilan dari kardus-kardus bekas, dan vas bunga.
Keesokan harinya, Minggu Kliwon (14/9), Jubelium membantu proses penjurian lomba menggambar, sebelum penjurian dilakukan koordinasi dengan tiga juri lainnhya, diantaranya Eko (Pelukis asal Madiun), Fransiskus (Pelukis asal Sidoarjo), dan Felix Sad Widu W (Kartunis, ikansegar 1994).
Proses lomba menggambar diadakan di Aula, Aula dibatasi dengan menggunakan tali rapih supaya orang tua, pengunjung melihat dari batas tersebut. Rm. Widya, Romo Kesiswaan Seminari mengucapkan lomba menggambar untuk kelas IV-VI dan Bina Iman Anak Katolik dari berbagai paroki, diantaranya Surabaya, Blitar, Wlingi, Jombang, Trenggalek, Tulungagung, dan Kediri, ucap Rm. Kesiswaan.
Tepat pukul 09.15 WIB, lomba menggambar dimulai dengan 41 peserta, peserta langsung menuangkan ekspresi ke dalam kertas gambar, ada yang mulai membuat sketsanya dulu dan ada pun langsung mewaranai untuk membuat kombinasi backgroundnya.
Saat dikonfirmasi oleh Jubelium salah satu juri menggambar, Felix Sad Widu mengatakan lomba menggambar mengambil tema,”Aku Cinta Gerejaku”. Kreteria penilaian lebih menekankan pada ide, gagasan, konsep nilai 50 persen lebih besar dari teknik, komposisi warna, kerapian dan kebersihan. Lomba menggambar berakhir pukul 11.15 WIB, penjurian kita ambil langsung 13 karya karena pemenangnya dibagian menjadi 10 terbaik dan 3 juara (Juara I sampai III).
Salah satu calon frater kelas IV, Andreanus Jegan (24) menjadi fungsionaris sie. Koran mengatakan senang banyak peminatnya, bahkan BIAK saya juga mengikuti lomba menggambar. Saya tidak menekankan harus juara, tetapi lebih mengutamakan keberanian diri untuk tampil meningkatkan potensi anak dalam menumbuhkembangkan pribadi anak secara utuh. Calon frater ini bertugas praktek pastoral stasi di Stasi Banjarsari Sumber Bendo, Paroki St Petrus Paulus-Wlingi mengatakan BIAK saya yang mengikuti lomba ini salah satunya yang duduk di depan bernama Aan, Sekolah di Banjarsari 02 Kelas 6.
Usai lomba menggambar peserta dihibur berbagai acara, diantaranya Band, sulap, dan tari-tarian dari BIAK Blitar. Tidak hanya dimanjakan dengan panggung gembira di Lapanngan Basket. Peserta lomba menggambar, pengunjung dimanjakan dengan bazaar di wilayah tiga. Di Bazar berbagai sajian menarik ditawarkan oleh Guru-guru, seperti Soto Ayam, Tahu Campur, Bakso, makanan favorit Seminaris “RW” alias sengsu, soft drink, kopi, es jus, dan berbagai minuman tersedia di Bazaar. Tempat makannya dikemas layaknya café orang muda dibuat lesehan lengkap dengan dekorasi sambil makan melihat galeri foto yang dikombinasi hiasan kain warna-warni.
Melintasi selasar menuju kelas XI sampai XII, tertata apik dekorasi yang didesign oleh Seminaris dengan daur ulang mulai dari bambu, kertas semen, daun kering, masuk di kelas XI IPS dipamerkan Karya Ilmiah Remaja diantaranya rumpu bahasa, rumpu IPA, dan rumpu IPA. Tampak asyik, salah satu anak melihat, bermain replika gunung meletus dengan dikombinasi kolam mini di sekitar dihiasi bunga-bunga.
Tidak hanya Karya Ilmiah Remaja yang dipamerkan, salah satu kebanggaan seminaris dalam bidang jurnalistik ikut ditampilkan di kelas XII IPS, Parade Karya-Papan Kreasi (Pankreas) dan majalah Viva Vox mulai dari terbitan tahun 1995-2007 dipajang rapi papan display. Mulai dari proses pembuatannya pun diperlihatkan dari membuat artikel, ilustrasi yang disebut Vignet, mendesign cover hingga proses layout pun dijelaskan oleh para seminaris. Selain Majalah Viva Vox, Seminaris juga mempunyai kreasi lain, Terra Santa.
Terra Santa ini tempat ajang seminaris mengekspresikan dalam karya seni, diantaranya membuat patung sampai proses pewarnaan atau pengecatan, membuat rosario, daur ulang seperti bingkai foto dari daun kering dan kertas daur ulang, lukisan dari pelepah pisang, replika sepeda pancal, dan pin. Bahkan cara membuat rosario ditunjukkan oleh seminaris, semisal salah satu cewek sedang asyik membuat rosario, Cicilia Novita (17) dari Paroki St. Maria-Tulungagung mengatakan asyik melihat proses pembuatan rosario ini dan tertantangan untuk mencobanya. Ternyata setelah dicoba, gak sabar ingin menyelesaikan dan memakainya berdoa devosi kepada Bunda Maria, kata Cicilia.
Rm. Martinus Irwan Yulius, CM (30), pembimbing Terra Santa, saya menjadi pembimbing katakanlah begitu baru saja, sebelumnya Rm. Widya. Cara kerja Terra Santa untuk tahap I, kelas X diajarkan pembuatan rosario setelah itu ditempatkan pada devisi lainnya, seperti pembuatan patung, daur ulang kertas bekas, daur ulang lilin, daur ulang pelepah pisang, dan pengelolahan buku rohani.
Saat berada di meja display pembuatan kompos, Jubelium dijelaskan oleh Romo Yulius proses pembuatan kompos mulai dari mengumpulkan sampah basah setelah itu dicacah kemudian dimasukkan ke dalam keranjang Takakura. Tunggu beberapa Minggu, pupuk kompos jadi kemudian dikemas ke dalam plastik yang telah disablon bertuliskan Kompos Segar : “Be a Friend For Our Earth”.
Setelah dijelaskan oleh Rm. Yulius, Jubelium melangkahkan kakinya di ruang kelas IV melihat lomba daur ulang, ada delapan kelompok yakni Paroki Santo Yusuf-Blitar, Paroki Santo Yosef-Ngawi, Paroki Jombang-stasi Kertosono, Paroki St. Maria Jombang, dan Paroki St. Maria-Blitar. Dari hasil lomba daur ulang ini berbagai karya original dipamerkan meja display. Karya original, diantaranya hiasan dinding, tempat permen dari disket yang telah usang, tempat bolpen, pensil terbuat dari gelas air mineral dikombinasi dengan kertas krep, kerang, pohon natal terbuat dari gelas air mineral disusun apik kombinasi kertas berkas dan daun kering diletak acak sebagai backgroundnya, vas bunga dari plastik, sedotan, dan meja mini terbuat dari kardus bekas lengkap dengan lampu duduknya dihiasi sandal jepit terbuat dari kardus serta kain percah.
Di detik-detik terakhir, kedua juri dibinggungkan dalam penilaian, sempat binggung dalam menentukan sang pemenang karena karya-karya daur ulang sangat bagus, salah satu juri bernam Yohanna, Guru Biologi Seminari menjadi juri daur ulang dalam open house ini jadi binggung mau milih yang mana, pokoknya nanti dijadikan satu dengan juri satunya biar kuat penilaiannya. Yohanna salut dengan semangat orang muda saat ini kreasinya cukup tinggi dalam menanggapi tantangan zaman ini. Barang yang tidak berguna bisa diolah lagi menjadi karya seni yang mempunyai daya tarik tersendiri untuk kita nikmati.
(asep.)