Surat Suara, Selebar KoranKeluar dari gang kampungku-Margerejo IIID/79D, aku dan istri menuju rumah mertuaku di jalan Krembangan Sumbalan. Sepanjang perjalanan melintasi jalan protokol tampak sepi. Beberapa kendaraan umum, mobil pribadi, dan sepeda motor dapat dihitung jari. Ini semua karena pengaruh kegiatan PEMILU 2009 yang digelar hari Kamis lalu (9/4) bertepatan dengan Tri Hari Suci Umat Katolik.
Beberapa jalan di sekitar jalan Indrapura pun ditutup untuk kepentingan PEMILU 2009. Sampai jalan Indrapura, aku melintasi jalan Jinten dan sekitar pukul 08.30 wib tampak Tempat Pemilihan Suara (TPS) 33 jalan Krembangan masih sepi oleh pemilih. Padahal PEMILU dibuka mulai dari jam tujuh pagi. Di TPS 33 ini dibuat sederhana hanya diberi tenda. Para panitia atau KPPS tidak memakai seragam khusus, mereka hanya memakai batik.
Aku memantau di TPS 33 tidak ada layout atau design tempat yang standar, sehingga dapat membinggungkan para pemilih. Bahkan jalan keluarnya pun tidak jelas, entah kenapa dan bagaimana? Bila kalau melihat di media elektronik layoutnya jelas dan mudah dimengerti oleh para pemilih. Kenyataannya ketika kita turun ke bawah. Hal ini kejelasannya masih kabur. Kelihatannya didesign apa adanya.
Usai mengantarkan istriku ke TPSnya, aku melaju dengan tenang menuju TPSku. Melintasi TPS 21 Nyamplungan, TPS ini juga didesign sangat sederhana, tetapi disamping pembatas kanan ditempel beberapa contoh surat suara yang lebarnya sama seperti koran.
Berlanjut melintasi Polsek Pegirian, Tampak mobil Polisi dan Polisi siap siaga mengamankan kelancaran Pemilu tahun ini. Sampai jalan Karang Tembok, saya melihat TPS 03 berada di jalan yang menuju jalan Pegirian dan Nyamplungan.
Tidak beberapa lama kemudian, aku tiba di rumah dan bertemu Ibuku. Ibuku yang bernama Damiana Supriatin mengatakan surat panggilanmu untuk memilih ada di kamar bapak. Tempat Pemilihan Suaramu ada di RT 08, kata Damiana.
Setelah melihat kembali surat panggilannya, aku termasuk daftar pemilih di TPS 18. Memang benar TPS 18 ada di Mrutukalianyar RT 08. Istirahat sebentar sambil makan dan minum kopi di ruang tamu, aku langsung membawa surat panggilan tersebut ke TPS 18 dengan sepeda motor kesayanganku.
Ku parkir sepeda motorku di depan TPS 18. Saat aku mau mendaftarkan diri sebagai pemilih. Aku berhenti dan binggung, kemana hendak kulangkahkan kakiku. Karena arah masuk untuk mendaftarkan diri tidak jelas. Tak satu pun petunjuk arah menuntunku.
Salah satu anggota KPPS dari LINMAS menunjukkan arah untuk mendaftarkan diri. Ternyata sejauh pengamatan aku mulai dari TPS 33 hingga sampai TPS 08, masih tetap yang aku katakan dari awal tadi. Bahwa layout atau design tempat ’tidak’ ada standar yang baku. Lagi-lagi membinggungkan bagi para pemilih untuk memilih jagoannya. Apalagi orang tua maupun nenek-kakek mengalami kesulitan untuk memilih. Kadang perlu diarahkan ke bilik suara.
Sambil berbincang dengan anggota KPPS, ada seorang pengamat PEMILU dari salah satu warga Mrutukalianyar RT 07. Pengamat ini mengatakan bahwa di Mrutukalinayar, RW 04 terdapat lima TPS mulai dari 16 sampai 20. Masing-masing di TPS jumlah pemilihnya kira-kira tiga ratusan lebih. Setiap warga atau pemilih disebar di masing-masing TPS. Jadi kemungkinan untuk berbuat curang sangat tipis sekali, katanya.
Di TPS 18 tepatnya di Mrutukalianyar RT 08 ini juga dijaga oleh dua anggota LINMAS dan dua orang polisi dari Polsek Pegirian. Tak lama kemudian namaku dipanggil oleh anggota KPPS. Aku langsung mengambil surat suara yang jumlah empat lembar.
Setelah aku menuju bilik suara, bilik suaranya lebih lebar. Design bilik suara yang disiapkan oleh KPU dimodif sedikit oleh panitia setempat. Mungkin area mencontrengnya kurang bebas atau bagaimana? Aku tidak begitu mengetahui, tetapi dalam benak aku-apakah ini tidak menyalahi aturan yang ditetapkan KPU mengenai design standart bilik suara dari KPU?
Empat surat suara ini masing-masing mempunyai warna, warna hijau untuk DPD Kabupaten/Kota, biru untuk DPRD Provinsi, merah untuk DPD, dan kuning untuk DPR. Setelah aku melihat satu per satu nama caleg dari empat lembar surat suara tersebut, tanpa ragu kucontreng pemilihku dan beranjak menuju kotak suara. Untuk memasukkan pilihanku, aku harus melihat setiap warna kotak suara.
Lebih jauh, setelah mencontreng aku tidak beranjak di TPS 18. Aku masih melihat situasi di TPS 18, Anwar, Ketua RW 04 bersama dua anggota polisi memantau kondisi dari kelima TPS.
Tak lama kemudian, anggota KPPS dari TPS 18 mengatakan pemilih sampai pukul 12.00 wib dan mulai pukul 13.00 wib dilanjutkan dengan perhitungan suara di masing-masing TPS. Rata-rata perhitungan suara selesai sekitar pukul 17.00 wib.
”Alhasil, dengan peralatan yang cukup memadai KPU bekerjasama dengan berbagai media elektronik melaporkan hasil sementara perhitungan suara. Hasil sementara dimenangkan oleh Partai Demokrat disusul oleh Partai Golkar dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.”
100 persen Katolik, 100 persen Indonesia
Sebagai umat Katolik waktu pemilih ini bersama dengan Tri Hari Suci kita, yakni Kamis Putih, Jumat Agung, dan Malam Paskah. Hari Kamis (9/4) pagi hari, umat diajak untuk berefleksi diri untuk mempertanggungjawabkan perkataan ini ”100 persen Katolik, 100 persen Indonesia”.
Umat Katolik sudah 40 hari berpuasa dan berpantang untuk menentukan pilihan kita sebagai warga negara Indonesia yang baik. 40 hari menjalani retret agung, saatnya umat Katolik menentukan pilihan dengan hati nuraninya secara langsung, umum, bebas, dan rahasia. Dan, nantikan di Pemilihan selanjutnya untuk pemilihan capres dan cawapres. Suara kita menentukan nasib rakyat. (asep.)
Ilustrasi diambil dari image.google.co.id