Jembatani Bakal Calon Walikota dan Wakil Walikota
Tak lama lagi, Surabaya menyelenggarakan pesta demokrasi. Tepatnya, tanggal 2 Juni 2010. Dalam pemilihan calon Walikota dan Wakil Walikota. Pemilihan tahun ini diharapkan memilih dengan hati nurani dan berasaskan LUBER. Diantaranya Langsung, Umum, Bebas, dan Rahasia.
Namun, pada saat pemilihan, pemilih tidak mengetahui keberadaan calon Walikota dan Walikota, terutama umat katolik Keuskupan Surabaya. Sebagai umat yang bertanggungjawab atas kehidupan bersama di kota Surabaya diharapkan memilih secara aktif, jujur, cerdas, dan kritis.
Untuk itu umat katolik perlu mencermati, menganalisis, menimbang dengan cerdas dan kritis, serta hati nurani yang diterangi roh kudus, yakni sang pembebasan dari money politics. Dan, tidak hanya tertarik pada pesona janji-janji politiknya yang sering kali tidak terpenuhi.
Yang pasti dari calon Walikota dan Wakil Walikota mempunyai visi dan misi untuk kemajuan Surabaya. Tetapi juga mempunyai kelebihan dan kelemahan. Untuk mengetahui hal ini, umat perlu dibantu dalam mengamati para calon.
Dengan begitu seksi kerasulan Awam Gereja Katolik Paroki St. Yakobus, Citraland bekerjasama Komisi Kerasulan Awam Keuskupan Surabaya menyelenggarakan Bincang-Bincang Pagi Bersama Cawali dan Cawawali kota Surabaya. Tema dari bincang pagi ini mengusung ”Sosok Walikota dan Wakil Walikota Surabaya yang Ideal di Mata Masyarakat.”
Bincang pagi ini diadakan di Balai Paroki St. Yakobus, Minggu lalu (9/5) menghadirkan kelima calon Walikita dan Wakil Walikota. Diantaranya Mazlan Mansur, S.E. nomor urut 1 (calon wakil Walikota) dari partai pendukung PKB, Gerindra, Ir. H. Fandi Utomo (calon Walikota) nomor urut 2 dari partai pendukung PDS, PKS, PPP, PKNU, Arif Afandi (calon Walikota) nomor urut 3 dari partai pendukung Demokrat, Golkar, PAN, dan Fitradjaja Purnama bersama wakilnya Naen Soeryono nomor urut 5 independen.
Untuk calon Walikota dan Wakil Walikota nomor urut 4, yakni Ir. Tri Rismaharini dan Drs. Bambang DH tidak hadir, dikarenakan mempunyai agenda di tempat lain. Dan, Drs. Bambang DH sendiri harus membuka festival Rujak Uleg. Festival Rujak Uleg ini diselenggarakan di Kembang Jepun dalam rangka Hari Ulang Tahun Surabaya ke-717.
Dalam bincang pagi ini dihadir umat katolik dari 19 paroki, mahasiswa, aktivis gereja, para romo, suster, BEM Universitas Katolik Dharma Cendika, BEM Universitas Katolik Widya Mandala, mahasiswa-mahasiswi keperawatan dari RKZ, dan organisasi katolik. Diantaranya FMKRI, WKRI, PMKRI, dan Pemuda Katolik.
Sebelum dimulainya, bincang pagi Romo Y. Eko Budi Susilo selaku Ketua Komisi Kerasulan Awam memberikan pengantar kepada umat yang hadir. Beliau mengajak umat katolik untuk mengenal lebih dekat dan dialog dengan bakal calon pemimpin kota Surabaya. Karena umat katolik juga ikut bertanggungjawab pada sosial politik. Untuk memilih yang terbaik dari yang baik.
Romo Eko juga menghimbau kepada umat katolik untuk terlibat dalam politik demi kebaikan dan kemajuan bersama. Gereja juga menyadari tugas dan wewenangnya dikarenakan tidak dapat dicampur dengan negara dan tidak terikat pada sistem politik manapun juga, himbaunya.
”Jika ada umat katolik ikut bergabung dengan partai. Itu salah satu bentuk dari keaktifan umat dalam memperjuangkan kesejahteraan bersama dengan cinta kasih. Keaktifanya sebenarnya merupakan ungkapan iman yang didasari oleh panggilan pribadinya. Dan, tidak mengatasnamakan Gereja, tetapi dijiwai uman Katolik demi kepentingan umum dan kesejahteraan warga bersama.”
Kita datang di Balai Paroki merupakan bagian dari tanggungjawab kita sebagai warga Surabaya. Untuk mengenal lebih dekat bakal calon Walikota dan Wakil Walikota dari segi pribadinya, kepemimpinannya, integritas moral, dan kemampuan dalam bidang yang seharusnya dikuasai.
Oleh karena itu, tolak ukur para bakal Walikota dan Wakil Walikota, yakni mampu mengintegrasikan cinta kasih kepada warganya, martabat kemanusiaan dengan menghargai kemerdekaan, kesamaan, dan persaudaraan. Menjunjung tinggi kejujuran dalam keadilan hingga menumbuhkan iklim saling mempercayai antar warga masyarakat dan pelaksanaan pemerintahan, paparnya.
Selain itu, calon Walikota dan Wakil Walikota harus mengajak warga untuk menghargai pluralitas dengan membangun kekuatan di atas kepercayaan. Penghargaan terhadap perbedaan sebagai sesuatu yang saling memperkaya keanekaragaman di Surabaya. Di lain pihak para calon wajib menekankan hak hidup kepada warganya. Seperti menghindari sikap hedonisme, pergaulan bebas, permisif terhadap euthanasia, aborsi, dan bunuh diri.
”Hak hidup juga diwujudkan dalam pelayanan publik optimal dengan mempermudah dan memperoleh identitas, akses ruang publik, perlindungan keamanan, kebutuhan sehari-hari maupun ruang religiusitas.”
Romo Eko menambahkan bahwa warga Surabaya peka dan peduli pada lingkungan hidup. Mempersempit urbanisasi dengan menata dan mengelolah lingkungan hidup sebagaimana mestinya hingga warga masyarakat bisa hidup secara aman dan sehat, tambahnya.
Mengapa ingin menjadi Cawali dan Cawawali kota Surabaya?
Setelah kata pengantar dari romo Eko, Vinsensius Awey dan Retno selaku moderator membuka bincang pagi dengan memanggil keempat calon Walikota dan Wakil Walikota. Untuk maju ke depan. Sebagai pembuka, Vinsensius Awey memberikan pertanyaan kepada Fitra. Mengapa ingin menjadi Walikota?
Fitra menjawab seperti yang dituturkan romo Eko bahwa kita harus berpolitik atas panggilan pribadi didasari kesejahteraan bersama seluruh warga kota Surabaya. Terpenting sebagai pemimpin mau melayani dan rela berkorban waktu maupun perasaan, jawab Cawali nomor urut 5.
Naen pun menambahkan keinginannya menjadi Cawawali untuk mengabdikan diri kepada warga Surabaya. Melalui pengalamannya sebagai seorang pendidik. Salah satunya meningkatkan mutu pendidikan di Surabaya, tambah pria yang kesehariannya bekerja sebagai Advokat dan dosen di Universitas Katolik Darma Cendika Surabaya.
Berbeda dengan keinginan Mazlan, Cawawali dari partai pendukung PKB dan Gerindra ini mengungkapkan bahwa dirinya ingin memperbaiki Surabaya lebih maju dengan pembangunan. Dan, menjadikan kota yang agamis dengan tidak mensengsarakan yang lain. Pemuda juga harus ikut bangkit bersama yang tua, ungkapnya.
Arif Afandi pun menjelaskan keinginannya menjadi Cawali. Menjadi Cawali itu salah satu amanah dari orang tua beliau untuk melayani orang lain. Apalagi kalau memanggil nama beliau ada sesuatu yang berbeda. Nama beliau mempunyai arti yang mendalam, yakni seorang laki-laki yang tampan dan mengutamakan kebijakan dalam bertindak. Semisal dengan memperhatikan perkembangan kota Surabaya melalui otonomi daerah hingga dapat bersaing dan maju.
Di sela-sela menjawab pertanyaan moderator, Awey mengajukan pertanyaan yang unik, kenapa Pak Arif tidak melamar Bambang DH sebagai pendamping bapak. Arif dengan tenang menjawab pertama Bambang DH tidak boleh mencalonkan kembali sebagai Cawali. Jadi, Bambang BH hanya bisa mencalonkan diri sebagai Cawawali, jawab Cawali nomor urut 3.
Sedangkan saya telah mendaftarkan diri sebagai Cawali. Kalau Bambang DH menjadi Cawawali mendampingi saya. Itu namanya kualat. Dikarenakan Bambang DH itu dulu menjadi bapak saya. Pada tahun 2005, Bambang DH melamar saya untuk menjadi Cawawali. Masak saya melamar Bambang DH menjadi Cawawali, tambah mantan pemimpin redaksi media harian di Surabaya.
Bagaimana Program 100 hari ke depan?
Setelah pertanyaan pertama diajukan Vinsensius Awey, Retno menyambung pertanyaan kedua, bagaimana program 100 hari ke depan, jika Anda semua menjadi Walikota dan Wakil Walikota.
Arif Afandi yang mengusung slogan Rumah Kita memaparkan kunci utama, meningkatkan kesejahteraan warga masyarakat Surabaya melalui pertumbuhan ekonomi. Anggaran Pendapatan Belanja Daerah, 5%nya untuk perputaran uang.
Kami juga menfasilitasi dan merangkul pengusaha untuk membuka usaha di Surabaya. Di bidang pendidikan, kesehatan terutama puskesmas. Kami ingin mengratiskan untuk masyarakat bawah dan menengah (middle low) hingga kemiskinan dapat terkurangi. Bahkan, infrastruktur pun kami bangun sebagai pengurangan kemacetan melalui arus balik, jelasnya.
Untuk program 100 hari ke depan, pasangan Fitra dan Naen merencanakan pembebasan tanah yang sifatnya masih surat ijo menjadi sertifikat. Sesuai dengan teks Proklamasi 1945 ”....... pemindahan dalam tempo sesingkat-singkatnya...”.
Fitra menambahkan dengan tanah, warga Surabaya dapat menjadi modal dasar. Tanah merupakan hak milik rakyat yang harus diperjuangkan pemerintah kota dengan melihat UU Pokok Agraria.
UU Pokok Agraria itu hanya mengatur dan kami akan memperjuangkan kepada Badan Pertahanan Nasional (BPN) sampai menjadi sertifikat. Sampai ke tangan rakyat sebagai hak atas milik tanah. Dan, dalam waktu 3 bulan sistem soal tanah dapat terselesaikan, tambah pasangan independen. Dan, mohon doa restu dari warga Surabaya.
Setelah Retno mempersilakan Fitra menyampaikan programnya. Giliran pasangan dari partai PKB dan Gerinda ini. Mazlan mewakili Sutadi menyampaikan programnya, menjalankan mandar UU dan rakyat melalui pemberantasan kemiskinan dan pendidikan.
Untuk mengetaskan kemiskinan, Mazlan menambahkan bahwa seharusnya pembangunan infrastruktur ditinjau lagi dan tepat sasaran. Seperti penghijauan dan penbangunan ruang terbuka hijau mengeluarkan APBD begitu banyak. Sehingga perlunya penghematan dana, penghematan ini nantinya akan dialokasikan yang lain, seperti pengembangan rumah sakit Dr. Suwandi, tambahnya.
”Dr. Suwandi merupakan rumah sakit milik pemerintah kota Surabaya yang semestinya dikelola dengan baik. Akhirnya rumah sakit Dr. Suwandi menjadi pelayanan masyarakat.”
Bahkan, puskesmas tidak hanya gratis, melainkan pengalokasian dana. Pengembangan Sumber Daya Manusia, yakni kinerja perawat terutama pelayanan optimal. Dengan begitu pemerintah kota Surabaya dapat mengembangkan rumah sakit untuk orang tua. Semisal perawat-perawat yang tua melayani orang tua yang sakit. Jadi, perawat-perawat yang tua dapat berkarya.
Dan, terakhir perubahan identitas diri, seperti program dapat database dan kualitas kartu diperkuat. Janganlah seperti kartu pelajar.
Setelah Mazlan memyampaikan programnya, Fandi menyampaikan program pada pemuda harapan dan masa depan bangsa. Dengan menumbuhkembangkan partisipasi, emansipasi, dan ekspresi pemuda. Dan, yang paling penting program 100 ke depannya, pengentasan kemiskinan. Dana APBD difokuskan dan diorientasikan pada warga miskin melalui pengembangan alat produksi bagi warga miskin, sampainya. (asep) Foto: google.image.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar