Rabu, 18 Februari 2009

Prestasi


Siapa Takut Belajar Biologi

Siapa tak kenal ilmu biologi. Di Indonesia, mata pelajaran ini diperkenalkan kepada siswa sejak SD dalam mata pelajaran ilmu pengetahuan alam (IPA). Karena cakupan bahasannya lebih dispesifikasikan, di SMP dan SMA, IPA "dicerai" menjadi bilogi, fisika dan kimia.

Ilmu biologi memang tidak termasuk mata pelajaran favorit bagi sebagian besar siswa. Gambarannya, jika satu kelas rata-rata berisi 30 siswa, hanya 5-6 siswa yang mencintai mata pelajaran tersebut. Mencintai di sini berarti siswa tertarik belajar lebih dalam. Misalnya, membaca buku-buku di luar buku yang ditetapkan sekolah dan mencari sumber lain seperti internet.

Kondisi itu bukan tanpa sebab. Yang sering menjadi kendala adalah cara belajar siswa yang masih suka menghafal, bukan memahami, dan cara mengajar para guru yang masih one way communications. Pengajar biologi juga minim (satu sekolah rata-rata hanya punya 3-4 guru). Selain itu, perangkat mengajar tidak memadai.

Itu masih ditambah penggunaan bahasa Latin pada penyebutan aneka jenis makhluk hidup, (siswa sering mengistilahkan serasa mimpi buruk) dan kurikulum yang masih sering "kejar tayang". Dampaknya, siswa enggan menikmati lebih banyak "menu" yang disediakan ilmu biologi.

Padahal, Indonesia dikenal dunia sebagai salah satu negara "kaya" karena punya jutaan spesies makhluk hidup. Bisa dibilang, potensi pembelajaran dan pengembangan ilmu biologi di Indonesia sangat besar. Ratusan peneliti asing juga hilir mudik ke Indonesia untuk melakukan riset tentang keanekaragaman makhluk hidup di Indonesia. Menurut Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), sejak 2003 hingga September 2005, tak kurang dari 654 peneliti asing mendapatkan izin meneliti di Indonesia. (http://www.geografiana.com/nasional/politik/perketat-izin-peneliti-asing-3.)

Tak ada asap kalau tak ada api. Tentu, tak selayaknya pula hanya bisa menyalahkan diri sendiri. Sudah saatnya kita mengubah cara mengajar agar dapat menelurkan siswa-siswi mandiri yang mencintai biologi.

Caranya? Main drama bisa jadi alternatif. Cara ini mungkin asing di sini. Namun, di kebanyakan negara maju yang telah menerapkan prinsip two way communications bahkan lebih, cara begitu bukan hal baru. Metode pengajaran yang digunakan adalah "metode apersepsi". Inti metode pengajaran tersebut adalah memotivasi siswa agar mereka tertarik secara mandiri untuk mempelajari, bahkan mengembangkan materi yang didapatkan di kelas. Depdiknas mulai memberikan arahan penggunaan metode ini pada 2000-an.

Saya menerapkan metode itu saat merangkum pokok materi tentang monera. Monera adalah salah satu kingdom dalam pengelompokan makhluk hidup, berisi organisme yang tidak memiliki membran intisel. Contoh paling mudah adalah bakteri.

Saya membagi 40 siswa dalam satu kelas menjadi empat kelompok, masing-masing diminta menyiapkan sebuah naskah drama tentang empat jenis bakteri. Salah satunya, bakteri Treponema Palladium (penyebab penyakit sifilis).

Di luar dugaan, siswa sangat berminat menyiapkan "pentas" tersebut, meski saya hanya memberikan waktu dua minggu. Bahkan, pengajaran yang semua bersifat presentasi kreatif siswa itu berkembang menjadi sebuah "opera sabun" menarik, lengkap dengan atribut pentas (meski masih minimalis).

Kelompok yang mendapatkan tugas bakteri Treponema Palladium membagi peran meliputi dokter, alat kelamin pria, alat kelamin wanita, hingga bakteri. Tak ayal, suasana kelas menjadi aktif dan siswa penuh semangat saling berinteraksi untuk memahami pokok bahasan ini.

Dari metode ini, setidaknya ada lima unsur proses belajar yang secara tidak langsung telah dilakukan oleh siswa secara mandiri dan kreatif. Yakni pengumpulan dan pencarian bahan, diskusi kelompok, proses kreatif pengimplementasian materi, pembentukan kepercayaan diri, dan seni. Metode pengajaran yang efektif tak selamanya harus "diadili" dalam selembar kertas ujian. Metode "opera sabun" di atas bisa menjadi ajang ujian kreatif untuk mengajak siswa mempelajari ilmu biologi dengan penuh semangat dan keceriaan.

Oleh: Birgitta Klara Krisdina Guru Biologi SMA Santa Maria Surabaya (Artikel ini juga dimuat di Media Harian Jawa Pos, Kamis 19 Februari 2009)

* foto : Bu Lia-Praktikum Biologi di Lab. SMA Santa Maria.