Rabu, 16 Mei 2012

Putra Putri SMA Santa Maria Surabaya 2012


From Zero to Hero

OSIS SMA Santa Maria Surabaya menggelar  Pemilihan Putra Putri Santa Maria 2012-2013 (baca: PaPi SanMar). PaPi SanMar merupakan program kegiatan tahunan OSIS. Kegiatan ini diadakan dalam rangka mencari duta SMA Santa Maria. Untuk mewakili sekolah dalam mempromosikan sekolah, baik promosi keluar dan dalam.

Sebelum, final PaPi SanMar digelar di aula Santa Maria. Fanda, Ketua Pelaksana menuturkan, diadakan proses seleksi terlebih dahulu di masing-masing kelas X dan XI. Setiap kelas berhak mengajukan 2 calonnya, yakni putra dan putri. Proses pemilihan dari masing-masing kelas telah ditentukan dan disetujui oleh wali kelas.

Majelis Perwakilan Kelas menyerahkan daftar calon PaPi SanMar kepada panitia. Untuk proses selanjutnya, masa karantina  dilaksanakan Sabtu-Minggu lalu (5-6/5/2012) di area sekolah dan menginap di sekolah. Di masa karantina para calon Papi SanMar dibekali berbagai materi. Diantaranya leadership, wawasan lingkungan hidup, wawasan tentang sekolah kita seperti visi dan misi serta kemajuan sekolah, kegiatan sosial bersama masyarakat sekitar dengan membantu pedagang kaki lima, dan outbond, tutur Ketua Pelaksana.

Alhasil, Sabtu lalu (12/5/2012) Pemilihan PaPi SanMar 2012 digelar di aula Santa Maria sekitar pukul 08.00 WIB  dengan mengusung tema “From Zero TO Hero”. Masing-masing calon menunjukkan talen mereka dihadapan dewan juri, yakni Bapak Pras, Suster Fitri, Ibu Rossa, dan Ibu Sandra.
Dewan juri juga memberikan pertanyaan kepada calon Papi SanMar. Sebagai bahan penilaian mereka di segi wawasan. Menjadi PaPi SanMar tidak hanya dilihat dari sisi kecantikkannya. Tetapi panitia juga mempunyai kriteria tersendiri dalam menentukan PaPi SanMar 2012. Seperti memilki wawasan yang baik, fasih dalam berbahasa Indonesia dan Inggris yang benar, serta nilai akademiknya di atas rata-rata.

“Terlihat jelas, saat calon memaparkan keinginannya menjadi PaPi SanMar 2012 dengan menggunakan bahasa Inggris.”

Kriteria tersebut masing-masing ada di calon. Kriteria ini menentukan penilaian dari dewan juri. Sistem penilaiannya dijumlah menjadi  dari masing-masing penilaian dewan juri dan dibagi sesuai jumlah juri. Akhirnya, PaPi SanMar dapat ditentukan oleh dewan juri.

Tak lama kemudian, MC telah memegang hasil pilihan dewan juri. PaPi SanMar, yakni Kenji Yeo dari kelas XI IPA 2 dan Felicia Saputra dari X5. Selain itu juga ada Duta Persahabatan, Duta Intelektual dan The Best Partner. Duta-duta tersebut akan mewakili peserta didik SMA Santa Maria di setiap undangan yang diadakan oleh Diknas maupun instansi lain. Dan, wajib mempromosikan perkembangan dan kemajuan SMA Santa Maria Surabaya, terutama pada saat penerimaan peserta didik baru tahun 2013-2014, jelas Ketua Pelaksana.

Kegiatan pemilihan PaPi SanMar semakin meriah dengan hadirnya penampilan guru-guru ala CherryBelle. Penampilan Fashion ala Cherry Belle ini diplesetkan oleh guru-guru menjadi Performance Theacher-Cherry Bellek dan Cantengen. Untuk guru laki memerankan sebagai cewek dan begitu sebaliknya.
Seperti yang dikemukan oleh Ir. Marceline Prophylia, ternyata guru-guru mempunyai potensi dalam seni peran. Bahkan mereka tidak kalah dengan peserta didiknya. Hal ini, bagi saya dapat memicu guru yang lain untuk berani tampil dan mengembangkan potensinya. Selain mengajar di bidang studinya masing-masing, jabarnya.

Dan, ekstrakuriler juga ikut berpartisipasi dan yel-yel dari masing-masing kelas pun tidak kalah menarik dari penampilan guru-guru. (asep)

Tas Symba



Raih Young Creabiz 2 Competition 2012 

Segudang prestasi telah banyak diraih oleh peserta didik kita. Di bulan Mei ini kembali peserta didik kita meraih Young Creabiz 2 Competition 2012  yang bertajuk “Challenge for Young Creative Business Leader”.  Kompetisi ini digelar oleh IBMT International University.

 Ibu Lilis selaku guru bidang studi Ekonomi mengatakan, mendapat surat dari staf tenaga kependidikan yang isinya tentang kompetisi kreasi. Saya langsung mensosialisasikan kompetisi ini di kelas. Bahkan, peserta didik sangat antusias mendengar warta tersebut, kata guru bidang studi Ekonomi.

Dengan sigap, Ibu Lilis meminta kepada setiap peserta didik kelas XI SMA Santa Maria Surabaya. Untuk membagi kelompok dan menentukan produk apa yang ingin mereka buat untuk kompetisi di IBMT? Pada saat pelajaran muatan lokal Kewirausahaan.

Akhirnya, peserta didik kelas XI IPS diantaranya Andreas, Mellisa, Andrew Branch, Yulis, dan Syntia membuat tas rangsel. Seperti yang disharingkan Mellisa, awalnya mereka binggung mau membuat apa?  Di kelas semua kelompok  membuat makanan. Akhirnya kami terpacu membuat tas yang kekuatannya aman dan anti air. Sekaligus ada penutupan kepalanya, seperti Jumper.

Mellisa juga mensharingkan produk inovasinya supaya saat dijadikan duduk dapat nyaman. Setelah berdiskusi panjang mereka menentukan nama tas rangselnya, yakni  SYMBA, sharingnya.
“Dengan penuh perjuangan dan selalu berdiskusi serta mendampingi tukang penjahit , tanggal 28 April 2012. Tas Symba hampir 80% jadi. Dan, kami juga berdiskusi kepada salah satu guru kami yang pintar mendesain.  Beliau mengatakan tasnya sudah bagus dan tinggal presentasinya saat kompetisinya. Untuk selalu memberikan keunikkan dari tas Symba tersebut,” cerita Mellisa.

Rabu lalu (2/5/12) di Ciputra World Surabaya yang bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional. Mereka mempresentasikan produk tas Symbanya dihadapan juri. Dan, juri terkesima menyimak hasil produk dari peserta didik kita . Akhirnya juri menobatkan produk peserta didik kita pemenangnya. Dan, mendapatkan trophy, uang pembinaan, dan  ucapan selamat berupa spanduk yang telah terpampang di selaras sekolah kita.  (asep)

Peserta Didik Kelas XI SMA Santa Maria Surabaya




Buktikan 
Cinta Seni dan Budaya Nusantara

Sekitar pukul 10.30 WIB ratusan orang tua, peserta didik kelas X dan XI, serta beberapa undangan memadati aula Santa Maria, lantai 4. Untuk menyaksikan pagelaran seni kelas XI yang bertemakan Ini Karyaku…., Mana Karyamu….. Acara yang dihelat di aula Santa Maria, Sabtu lalu (5/5/2012) ini berlangsung meriah. 

Dalam acara ini ada berbagai jenis kesenian tradisional yang mereka tampilkan. Mulai tarian, seni karawitan dan berbagai ragam tari dipenjuru nusantara yang seluruhnya dipadukan dengan seni modern, yakni tari Sense of Jig, musik Keliling Nusantara, dan Tari Aiz Tjampoer.  Selain itu, mereka juga menampilkan teater Sesuatu.

Pambuko Kristian, Guru Seni dan Budaya mengatakan pagelaran seni ini rutin dilaksanakan tiap tahun. Tujuannya untuk menggali kreatifivitas peserta didik kelas XI dan menumbuhkan kearifan lokal pada kecintaan seni dan budaya nusantara.  Selain itu acara ini juga menjadi uji kompetensi peserta didik kelas XI sebagi sumber penilaian rapor pelajaran seni dan budaya, kata Pambuko.


"Ketika ada yang bagus mereka juga dapat kami tampilkan diluar (perlombaan) seperti tarian legenda asal muasal Surabaya," kata Pambuko.

Pambuko menambahkan, acara ini juga melatih siswa untuk tampil percaya diri. Sebab selain nilai mereka diambil dari kegiatan ini, orang tua, guru serta perwakilan dari Dinas Pendidikan Surabaya juga hadir dalam kegiatan ini, tambahnya. 

Selain, Pambuko, Maria Darmajanti selaku Guru Seni Budaya juga ikut bangga melihat kreatifitas peserta kelas XI. Di pagelaran seni ini, peserta didik kelas XI juga mempersembahkan karyanya. Untuk HUT Kota Surabaya ke-719 dengan menelurkan tari kolaborasi modern dan tradisional yang menceritakan legenda Surabaya dilengkapi ornamen Suro dan Boyo. Tidak hanya itu, mereka juga membuat multimedia untuk melengkapi kreasi tarian Surabaya. 

Nantinya tarian Surabaya ini akan ditampilkan di Jatim Ekspo, jalan Ahmad Yani melalui kegiatan yang digelar oleh MKKS Kota Surabaya, yakni Pameran Pendidikan SMA-SMK se-Surubaya awal bulan Juni, terangnya. (asep)

Hari Komunikasi Sedunia, Minggu 20 Mei 2012


Keheningan dan Kata-kata:  Sebuah Jalan Evangelisasi







Saudara-saudari yang terkasih,


Menjelang Hari Komunikasi Sedunia 2012, saya ingin berbagi dengan Anda sekalian beberapa refleksi menyangkut aspek dari proses manusiawi dalam komunikasi, yang, sekalipun penting, sering terlewatkan, dan yang, pada zaman sekarang ini, nampak semakin perlu diingat kembali. Yaitu perhatian terhadap relasi antara keheningan dan kata-kata: dua aspek komunikasi yang perlu dipertahankan untuk tetap seimbang, untuk saling diaplikasikan secara bergantian dan diintegrasikan satu sama lain, demi tercapainya dialog yang berhasil guna dan kedekatan yang bermakna mendalam di antara manusia. Ketika kata-kata dan keheningan terpisah satu dengan lainnya, komunikasi pun terputus, entah karena keterpisahan itu melahirkan kebingungan, atau sebaliknya, menciptakan suasana kaku dan dingin. Namun ketika keduanya saling melengkapi, ternyata, komunikasi antar manusia menjadi bermakna dan mencapai tujuannya.

Keheningan adalah suatu elemen yang tak terpisahkan di dalam komunikasi, tanpa keheningan, kata-kata yang kaya akan pesan tak dapat lahir. Dalam diam dan keheningan, kita dapat mendengarkan dengan lebih baik dan lebih mampu memahami diri sendiri; gagasan-gagasan dapat lahir dan mencapai kedalaman makna; kita menjadi mampu untuk mengerti dengan lebih baik apa yang sesungguhnya ingin kita sampaikan, apa yang kita harapkan dari orang lain, dan memilih bagaimana kita mengekspresikan diri kita. Dengan diam, kita memberi kesempatan kepada orang lain untuk berbicara, untuk mengekspresikan dirinya; dan kita mencegah diri kita terpaku pada kata-kata dan gagasan-gagasan kita sendiri tanpa semua itu diberikan kesempatan untuk diuji secara layak. Dengan bersikap diam dan mendengarkan, terciptalah ruang untuk mendengarkan satu sama lain, dan memungkinkan relasi antar manusia terjalin lebih mendalam. Sebagai contoh, kita melihat, bahwa sering justru di dalam keheningan, misalnya di antara dua insan yang sedang jatuh cinta, terjadi bentuk komunikasi yang paling tulus dan otentik: gerak-gerik, ekspresi wajah, dan bahasa tubuh, semua itu menyatakan pesan di mana mereka saling mengungkapkan diri satu sama lain. Kegembiraan, kekhawatiran, dan kesusahan, semua itu dapat dikomunikasikan dengan baik dalam keheningan – sesungguhnya keheningan memberikan sarana yang sangat baik untuk mengekspresikan semua itu. Maka, keheningan memberi jalan bagi komunikasi yang lebih aktif, yang bila disertai kepekaan dan kemampuan untuk mendengarkan, mampu mewujudkan kesejatian relasi-relasi yang terlibat di dalam komunikasi tersebut. Ketika pesan-pesan dan informasi membanjir, keheningan menjadi penting pada saat kita perlu membedakan mana yang benar-benar penting, di antara hal-hal yang tidak mempunyai arti mendalam atau hal-hal yang sifatnya sekunder saja. Permenungan dan refleksi yang lebih dalam membantu kita untuk menemukan kaitan di antara peristiwa-peristiwa yang sekilas nampaknya tidak berhubungan, untuk membuat evaluasi, untuk menganalisa pesan-pesan; hal ini memungkinkan kita memberikan pendapat-pendapat yang relevan dan bijaksana, untuk melahirkan sebuah struktur yang otentik tentang pengetahuan yang kita miliki bersama. Supaya semua itu dapat terjadi, adalah penting untuk mengembangkan suasana dan lingkungan yang sesuai, semacam “ekosistem” yang menjaga keseimbangan antara keheningan, kata-kata, gambar-gambar, dan berbagai suara.

Proses-proses komunikasi pada zaman ini sangat dipicu oleh pertanyaan pencarian berbagai jawaban. Sarana-sarana pencari di internet dan jaringan sosial telah menjadi titik awal dari komunikasi banyak orang, yang berusaha menemukan berbagai nasihat dan saran, ide-ide, informasi dan jawaban. Di zaman kita ini, internet semakin menjadi sebuah forum untuk bertanya-jawab – sesungguhnya manusia zaman sekarang secara terus menerus dibombardir dengan berbagai jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang tidak pernah mereka ajukan, dan dengan berbagai kebutuhan yang tidak mereka sadari. Jika kita ingin mengenali pertanyaan-pertanyaan yang benar-benar penting saja dan berfokus pada hal-hal itu, maka keheningan adalah sebuah sarana berharga yang memampukan kita untuk mempunyai ketrampilan membedakan secara baik apa yang sungguh penting itu, di tengah meningkatnya kuantitas informasi dan data yang kita terima. Bagaimanapun, di tengah kompleks dan beragamnya dunia komunikasi, banyak orang kemudian menemukan dirinya berhadapan dengan pertanyaan-pertanyaan fundamental dari keberadaan umat manusia: Siapakah aku? Apa yang dapat aku ketahui? Apa yang seharusnya aku lakukan? Apa yang dapat aku harapkan? Adalah penting untuk mendukung mereka yang mempertanyakan semua itu, dan untuk membuka kemungkinan-kemungkinan terhadap sebuah dialog yang sehat, melalui sarana kata-kata dan tukar pikiran, dan juga kepada panggilan untuk merefleksikan dalam keheningan, sesuatu yang seringkali lebih berharga daripada sebuah jawaban yang terburu-buru, dan memungkinkan si pencari jawaban menjangkau kedalaman keberadaan mereka, membuka diri mereka kepada jalan pengetahuan yang telah diukir oleh Tuhan di dalam hati manusia.

Pada akhirnya, aliran yang terus menerus dari pertanyaan-pertanyaan menunjukkan kegelisahan umat manusia, yang tak henti-hentinya mencari kebenaran, mulai dari yang terpenting hingga yang kurang penting, yang mampu memberikan arti dan harapan bagi hidup mereka. Orang tidak mau berhenti dan tidak merasa puas dengan tukar pikiran yang tidak mengundang pertanyaan dan hanya bersifat superfisial/ permukaan dari pendapat-pendapat yang skeptis dan pengalaman-pengalaman kehidupan – pada masa ini, semua dari kita sedang dalam pencarian akan kebenaran dan memendam kehausan yang sama, lebih dari masa-masa yang pernah ada: “Ketika manusia saling bertukar informasi, sesungguhnya mereka sedang saling berbagi diri mereka sendiri, saling berbagi pandangan mereka akan dunia, harapan-harapan mereka, dan cita-cita mereka” (Message for the 2011 World Day of Communications).

Perhatian harus diberikan kepada berbagai jenis situs web, aplikasi, dan jaringan sosial yang dapat membantu manusia zaman ini menemukan waktu untuk permenungan dan mempertanyakan hal-hal yang otentik, serta untuk menciptakan waktu-waktu hening sebagai kesempatan untuk berdoa, bermeditasi, atau saling berbagi Firman Tuhan. Melalui kalimat-kalimat yang singkat namun padat, seringkali tidak lebih panjang dari sebuah ayat di dalam Kitab Suci, sebuah pemikiran yang berharga dapat dikomunikasikan, asalkan mereka yang ambil bagian di dalam percakapan itu tidak mengabaikan perlunya mengusahakan pertumbuhan kehidupan spiritual mereka sendiri. Tidaklah mengherankan bahwa berbagai tradisi agama yang berbeda, sama-sama menghargai kesendirian dan keheningan sebagai sebuah keadaan yang berharga yang membantu manusia menemukan jati dirinya kembali dan menemukan Kebenaran yang memberi makna kepada segala hal. Wahyu Tuhan dalam Kitab Suci juga berbicara tanpa kata-kata: “Sebagaimana diperlihatkan oleh Salib Kristus, Tuhan juga berbicara melalui keheninganNya. Keheningan Tuhan, pengalaman berjarak dengan Bapa Yang Maha Besar, adalah sebuah situasi yang menentukan dalam perjalanan Putera Manusia di bumi sebagai manusia, Firman yang berinkarnasi menjadi daging….keheningan Tuhan memperkaya pesan-pesan dan kata-kata-Nya yang telah diutarakanNya sebelumnya. Di dalam masa-masa kegelapan ini, Dia berbicara melalui misteri keheningan-Nya” (Verbum Domini, 21). Kekuatan cinta Tuhan, dihidupi sedemikian sehingga menjadi sebuah pemberian yang paling utama, berbicara dalam keheningan Salib. Sesudah kematian Kristus, keheningan yang besar menyelimuti bumi, dan pada hari Sabtu Suci, ketika “Sang Raja meninggal dan Tuhan wafat dalam daging dan membangkitkan mereka yang telah wafat sejak berabad yang lalu” (bagian dari bacaan Sabtu Suci), suara Tuhan bergema kembali, dipenuhi dengan cinta bagi semua umat manusia.

Jika Tuhan berbicara kepada kita bahkan dalam keheningan, bagian kita adalah menemukan dalam keheningan itu kemungkinan untuk berbicara dengan Tuhan dan mengenai Tuhan. “Kita memerlukan keheningan yang akan menjadi sebuah kontemplasi, yang akan memperkenalkan kita kepada keheningan Tuhan dan membawa kita ke titik di mana Firman, yaitu Firman yang menebus kita, lahir” (Homily, Eucharistic Celebration with Members of the International Theological Commission, 6 October 2006). Dalam berbicara tentang kebesaran Tuhan, bahasa kata-kata kita akan selalu terbukti tidak cukup layak dan kita harus menciptakan ruang untuk berkontemplasi dalam hening. Dari kontemplasi serupa itu akan berkembang, dengan segenap kekuatan di dalam jiwa, kerinduan yang mendesak akan sebuah misi, sebuah kewajiban yang mendesak, “untuk mengkomunikasikan apa yang telah kita lihat dan kita dengar” sehingga semua orang dapat berada dalam persatuan dengan Tuhan ( 1 Yoh 1 : 3). Kontemplasi hening menyelimuti kita di dalam sumber Cinta kasih yang mengarahkan kita kepada sesama, sehingga kita dapat turut merasakan kepedihan mereka dan menawarkan kepada mereka, terang Kristus, pesan kehidupan-Nya, dan karunia-Nya yang menyelamatkan dalam kepenuhan cinta kasih.

Maka dalam kontemplasi hening, Firman yang kekal, yang melaluinya dunia diciptakan, menjadi hadir bahkan lebih kuat lagi dan kita menjadi sadar akan rencana keselamatan yang telah Tuhan genapi di sepanjang sejarah manusia melalui kata-kata dan perbuatan. Sebagaimana Konsili Vatikan II mengingatkan kita, wahyu ilahi digenapi melalui ”perbuatan dan kata-kata yang mengandung kesatuan di dalamnya: perbuatan yang telah dilakukan Tuhan dalam sejarah keselamatan mewujud dan menggenapi pengajaran dan kenyataan-kenyataan yang ditandai dengan kata-kata, sementara kata-kata itu menyatakan perbuatan-perbuatan dan menjelaskan misteri yang terkandung di dalamnya” (Dei Verbum, 2). Rencana keselamatan ini memuncak di dalam pribadi Yesus dari Nazareth, sang pengantara dan kepenuhan dari seluruh wahyu Allah. Ia telah menyatakan kepada kita wajah Allah Bapa yang sesungguhnya, dan melalui Salib dan Kebangkitan-Nya telah membawa kita dari perbudakan dosa dan maut kepada kemerdekaan sebagai anak-anak Allah. Di dalam misteri Kristus, pertanyaan mendasar tentang arti keberadaan umat manusia menemukan jawabannya, yang mampu memberikan kedamaian kepada kegelisahan hati umat manusia. Misi Gereja bertumbuh dari misteri ini; dan bahwa misteri inilah yang mendorong umat Kristen untuk menjadi pembawa harapan dan keselamatan, saksi-saksi dari cinta Tuhan, yang menjunjung tinggi martabat manusia dan membangun keadilan serta perdamaian.

Kata-kata dan keheningan: belajar untuk berkomunikasi adalah belajar untuk mendengarkan dan berkontemplasi sebagaimana kita berbicara. Hal ini terutama penting bagi mereka yang terlibat dalam pekerjaan-pekerjaan evangelisasi: keheningan dan kata-kata keduanya adalah elemen yang esensial, menyatu dengan karya komunikasi Gereja bagi pembaharuan pewartaan Kristus di dalam dunia zaman ini. Kepada Bunda Maria, yang dalam keheningannya “mendengarkan Firman dan membiarkannya berbunga” (Private Prayer at the Holy House, Loreto, 1 September 2007), saya mempercayakan segenap karya evangelisasi yang diselenggarakan oleh Gereja melalui sarana-sarana komunikasisosial.


Dari Vatikan, 24 Januari 2012, Pesta peringatan St Fransiskus dari Sales
Bapa Suci Benediktus XVI
Sumber: Dokumen Tahta Suci Vatikan

KOMSOS Paroki Kelsapa, Surabaya




Gelar Diskusi Terbuka


Minggu beberapa pekan lalu (29/4/2012) di aula balai Paroki Kelahairan Santa Perawan Maria (Kelsapa), Kepanjen Surabaya digelar Diskusi Terbuka. Diskusi Terbuka ini diadakan oleh Komunikasi Sosial, Paroki Kelsapa. 


Jefry, Ketua Pelaksana menjelaskan, diskusi terbuka mengusung tema “Komunikasi Efektif dalam Pengembangan Iman Umat Lewat Media”. Tema ini sengaja dipilih untuk memperingati Hari Komunikasi Sosial Sedunia ke-46 yang jatuh pada tanggal Minggu, 20 Mei 2012 dengan pesan Bapa Suci Paus Benediktus XVI tentang Keheningan dan Kata-kata:  Sebuah Jalan Evangelisasi, jelas Ketua Pelaksana.


Dan, sekaligus memperingati Hari Pers Internasional yang jatuh pada tanggal 3 Mei 2012 lalu. 


Menurut, Jefry mengutarakan komunikasi saat ini mahal harganya. Untuk berkomunikasi kita perlu mempelajari lebih jauh lagi. Dikarenakan setiap orang kadang kurang memperhatikan kaidah dalam berkomunikasi yang baik.


Dalam diskusi terbuka ini, kita bekerja sama dengan beberapa narasumber yang kompeten di komunikasi, diantaranya Errol Jonathan (Praktisi Komunikasi, Direktur Radio Suara Surabaya), Petrus Rizki( Jurnalis VOA dan Majalah Hidup), dan Rm. Ignatius Suparno, CM selaku pastor pendamping Komsos Paroki Kelsapa.


Untuk Errol Jonathan menyoroti tentang pengembangan iman melalui komunikasi dan media yang efektif melalui pendekatan strategi 5W+1H. Petrus Riski lebih menyoroti peranan media di paroki, terutama Komsos. Dan, untuk narasumber yang terakhir, Rm. Ignatius Suparno memaparkan peranan umat dalam pengembangan imannya yang selalu dikomunikasi melalui perkembangan Gereja sampai saat. 


Dan, berikut paparan dari Errol Jonathan dari segi pendekatan strategi 5W+1H dan biodata Errol Jonathan dalam karirnya di dunia media, terutama di radio. (asep)

ERROL JONATHANS


Jurnalis Sejati di Media RADIO

Lahir di Jakarta, 27 April 1958, lulusan Sekolah Tinggi Komunikasi Surabaya. Karier awalnya sebagai Jurnalis koran Pos Kota Jakarta, selanjutnya fokus di Radio Suara Surabaya sejak 1983 hingga mencapai posisi Direktur Utama Suara Surabaya Media (terdiri dari: Radio Suara Surabaya FM 100, Radio Maja FM Mojokerto, News Portal www.suarasurabaya.net, Mossaik Communication). Saat ini juga sebagai Direktur Utama SHE Radio FM 99.6. 

Di lingkup Gereja, saat ini aktif sebagai Ketua Seksi Komsos Paroki Santo Yakobus dan Pemimpin Umum Tabloid “Efata” terbitan Gereja Santo Yakobus. Aktivis Kelompok Kategorial  ME (Marriage Encounter) dan Choice. Mantan anggota Dewan Pastoral Keuskupan Surabaya (2009-2012).

Di organisasi aktif sebagai Koordinator Dewan Kehormatan Standar Profesional Radio Siaran PRSSNI (Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia) Jatim, Penasehat Pengurus Pusat Aliansi Wartawan Radio Indonesia (Alwari), Dewan Penasehat Indonesian Radio Awards (IRA) .

Menjadi fasilitator keradioan dan komunikasi untuk pelatihan PRSSNI, The Ford Foundation, Friedrich Naumann Stiftung, Unifem, Unesco, Internews, Tifa Foundation, Signis Unda Osic, RRI, Komsos Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Radio Nederland Siaran Indonesia, Forum Indonesian Mediation Leiden University, dan Perguruan Tinggi Komunikasi di Indonesia.

Mengikuti pelatihan keradioan dan manajemen dari International Visitors Program-USIA, Radio Voice of America, Radio France Internationale, Forum komunikasi global Salzburg Seminar Austria, Radio Bayerischen Rundfunk, Radio Deutsche Welle, Radio WOUB Ohio University, Western Kentucky University, Broadcast Asia Conference, Radio Corporation of Singapore dan Radio Asia Seminar Singapore.

Menerima penghargaan Jurnalis Terbaik Persatuan Wartawan Indonesia Jatim tahun 1982. Menerbitkan buku “Politik dan Radio”, “Radio dan Pemilu 2004”, “Socrates di Radio-Esai Esai Jagad Keradioan” dan panduan Public Speaking, Keradioan dan Komunikasi.

Dosen tamu di Universitas Kristen Petra, Universitas Katolik Widya Mandala, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, Universitas Katolik Atmajaya Yogyakarta, Universitas Ciputra, Multi Media Training Centre Yogyakarta, Program Studi Komunikasi Universitas Airlangga, Sekolah Tinggi Komunikasi Surabaya (Stikosa-AWS), Fakultas Komunikasi Universitas Brawijaya Malang, Fakultas Komunikasi Universitas Negeri Sebelas Maret Solo.

Menyusun modul pelatihan dan kurikulum keradioan untuk program D-3 Broadcasting Universitas Pajajaran Bandung, UK Petra Surabaya dan Tifa Foundation.

Diskusi Terbuka


MENGEMBANGKAN IMAN MELALUI KOMUNIKASI DAN MEDIA 
YANG EFEKTIF
(PENDEKATAN STRATEGI 5W+1H)

oleh: Errol Jonathans

GAGASAN
Keluhan tentang ketidaklancaran komunikasi merupakan problem laten organisasi apapun dan di manapun. Realita itulah (setidaknya yang dirasakan) yang mendorong stakeholder di beberapa paroki berusaha keluar dari hambatan tersebut, melalui acara Dialog Terbuka dengan topik: “Komunikasi Yang Efektif Dalam Mengembangkan Iman Melalui Media”.

Terdapat 3 makna kunci setelah menelaah topik tersebut. Kunci pertama adalah “Kesadaran tentang komunikasi yang efektif”. Kunci kedua tentang “Pemanfaatan media”, dan kunci ketiga “Tujuan mengembangkan iman” berlandaskan kunci pertama dan kedua. Apakah penyelenggara menyadari bahwa topik ini adalah sebuah gagasan besar. Mau dibilang topik ini idealistik tidak juga, karena itulah makna Gereja (dengan “G” besar). Tetapi dikatakan topik yang sederhana juga bukan, karena implementasinya membutuhkan strategi yang terencana dan konsisten dalam rancangan waktu (time frame) yang detil.

Untuk membahasnya, saya menggunakan pendekatan rumusan “5W+1H”. Rumusan ini populer di dunia media massa sebagai strategi terjitu untuk menyajikan informasi yang lengkap, komprehensif dan kredibel. 5W merupakan ringkasan dari: What (Apa), Who (Siapa), When (Bila), Where (Di mana), Why (Mengapa). Sedangkan 1H adalah How (Bagaimana). Hanya saja analisa ini tidak sampai ke implementasi operasional dan aksi yang detil. Makalah ini hanya memaparkan kerangka panduan yang mestinya dapat ditindaklanjuti umat Paroki Kelsapa secara mandiri. Penjelasan tentang pendekatan 5W+1H, maknanya sebagai berikut;

1) WHAT:
Unsur “What” mempertanyakan apa maksud komunikasi yang efektif? Definisinya adalah: “Proses spesifik pergerakan dan pertukaran informasi di Paroki antar Stakeholder”. Komunikasi sesungguhnya sebuah proses dan bukan tujuan akhir. Disebut sebagai proses yang spesifik, karena pesan-pesan yang hendak disampaikan komunikator diproses dengan memperhatikan siapa sasaran komunikasinya (segmentasi), dan melalui cara apa (kemasan), serta dampak apa yang diharapkan komunikator dari sasaran komunikasi (feedback atau respon). Dengan demikian segenap insan Paroki Kelsapa yang melaksanakan komunikasi, wajib mengetahui teknik berkomunikasi yang baik agar pesan yang disampaikan efektif hasilnya. Filosofinya: “Komunikasi yang efektif bukan tentang apa yang anda perkatakan kepada pendengar, tetapi apakah persepsi pendengar sesuai dengan yang anda maksudkan“.

Para komunikator Gereja Kelsapa juga wajib memahami, bahwa komunikasi intinya meliputi: 1) Alur Komunikasi dan 2) Tingkatan Komunikasi. Alur komunikasi terdiri dari 3 gerak prinsip, yaitu komunikasi yang bersifat: 1) Downward: yaitu komunikasi dari atas ke bawah atau lazim disebut komunikasi hirarkial. 2) Upward: yaitu komunikasi yang inisiatifnya datang dari bawah dan menuju ke atas, yang lazim disebut komunikasi partisipatif. 3) Lateral: yaitu komunikasi yang geraknya melulu ke samping kiri dan kanan saja. Model komunikasi ini bergerak di tataran yang sama, dan sederajad antara komunikator dengan khalayak target komunikasinya.      

Mengenai pengertian "Tingkatan Komunikasi" adalah level komunikasi. Yaitu komunikasi yang dilakukan dalam rumpun yang sama. Misalnya komunikasi antara pengurus DPP secara internal, juga antar sesama pengurus BGKP, atau sesama anggota Kategorial tertentu, dan dalam level Lingkungan atau Wilayah. Seharusnya komunikasi dalam kelompok terbatas ini lebih akrab dan cair, karena lebih sering bertemu. Situasinya pasti berbeda ketika komunikasi dilakukan antar kelompok, karena membutuhkan frekuensi yang lebih sering untuk lebih akrab.    

2) WHO:
Unsur “Who” mengidentifikasi siapakah pelaku komunikasi dan siapa sasaran komunikasi. Pelaku komunikasi Gereja Kelsapa adalah stakeholder Paroki Kelsapa. Siapakah mereka sesungguhnya? Elemen-elemen stakeholder Gereja adalah: Pastor Paroki, Pastor rekan, pengurus BGKP (Badan Gereja Katolik Paroki), pengurus Dewan Pastoral Paroki (DPP), penggerak Kelompok Kategorial, pelaksana Wilayah dan Lingkungan, serta kelompok mayoritas yang dominan yaitu segenap umat Gereja Kelsapa. Sementara itu pihak eksternal juga dapat dimasukkan sebagai bagian, karena faktanya Gereja Kelsapa juga harus berhubungan dengan pihak-pihak lain, seperti Keuskupan, paroki lain se Kevikepan dan Gereja lainnya.

Yang wajib disadari oleh segenap unsur Gereja Kelsapa, pada saat tertentu mereka berfungsi sebagai komunikator. Tetapi di saat yang lain posisi mereka dapat berubah sebagai sasaran komunikasi. Jadi setiap insan Paroki Kelsapa adalah komunikator sekaligus target komunikasi. Maka segenap umat Gereja Kelsapa dituntut mahir bertindak dan tahu detil kedudukannya sebagai komunikator, dan kapan sebagai sasaran komunikasi. Bila satu saat mereka dituntut mahir berbicara dan menulis, maka di saat lain dituntut mahir mendengarkan dan membaca.

3) WHERE:
Aspek “Where” menjelaskan di ranah mana saja komunikasi akan terjadi. Terkait dengan penjelasan tentang stakeholder Gereja, maka komunikasi sudah pasti terjadi di sektor-sektor struktural Paroki Kelsapa. Yaitu Pastor Paroki, BGKP, DPP, Kategorial, Wilayah, Lingkungan dan Umat.

4) WHEN:
Makna "When" bukanlah pengertian tentang kapan dalam konteks waktu. Tetapi diperluas dalam makna "manakala" dan "apabila". Jadi, komunikasi dikategorikan lancar manakala syarat-syarat utamanya terpenuhi. Yaitu: Paroki Kelsapa memiliki kebijakan (policy) yang jelas tentang tata cara dan alur komunikasi. Kongkritnya, diperlukan sistem sebagai kelengkapan organisasi paroki. Implementasinya menyangkut kejelasan prosedur, yang ditopang kelengkapan sarana komunikasi yang memadai. Untuk dapat menciptakannya maka kompetensi para pelaksana komunikasi Paroki Kelsapa haruslah memadai, dan merupakan orang-orang yang mumpuni ketrampilannya di sektor komunikasi. Meski pada umumnya umat berkarya di Gereja bukan untuk mencari nafkah, tetapi kesuksesan alur komunikasi wajib didukung ketersediaan dana yang memadai, karena menyangkut pengadaan alat komunikasi termasuk operasional kegiatannya.

5) WHY:
Kajian “Why” menyangkut pertanyaan mengapa komunikasi di Paroki Kelsapa harus lancar? ketidaklancaran komunikasi berarti kesenjangan komunikasi. Sudah tentu dampak komunikasi yang buntu adalah: ketidakjelasan informasi, makna dan persepsi yang keliru, bias komunikasi, kesalahpahaman, bahkan kesenjangan informasi (information gap). Yang sangat tidak diharapkan akibat ketidak efektifan komunikasi adalah peredaran desas-desus yang sudah pasti mengganggu keharmonisan seluruh elemen Paroki Kelsapa. Karenanya, demi produktivitas dan perkembangan Paroki Kelsapa ke arah yang dicita-citakan, kuncinya hanya terletak pada komunikasi yang efektif dan berdampak positif. Perhatikan: Ketidaklancaran komunikasi potensial menimbulkan apatisme umat kepada Gereja sendiri.


6) HOW:
"How" membahas cara dan strategi yang seharusnya dilakukan untuk mencapai komunikasi yang efektif. Untuk memperoleh fakta-fakta yang obyektif, Paroki Kelsapa sebaiknya mengadakan pemetaan kondisi dan situasi komunikasinya. Langkah berikutnya menganalisa situasi dan kondisi tersebut, sebelum memutuskan target pengembangan komunikasi yang hendak dilakukan. Untuk mencapai target tersebut perlu disusun strategi sekaligus parameter keberhasilan komunikasi yang dilaksanakan. Seluruh proses analisa dan perencanaan ini pada akhirnya sangat tergantung pada rancangan langkah operasional sebagai realisasi setiap rencana. Saat mengaplikasikan langkah operasional, perhatikan rekomendasi-rekomendasi yang disarankan.  

POTENSI KOMUNIKASI
Dunia telekomunikasi dewasa ini sangat kaya dengan sarana dan cara untuk berkomunikasi. Uniknya, cara dan sarana yang konvensional ternyata masih efektif digunakan, meski dunia saat ini telah kebanjiran teknologi telekomunikasi digital yang canggih dan mudah.

Sarana dan cara komunikasi konvensional ragamnya antara lain: 1)Komunikasi Verbal/tuturan, misal: dialog, rapat, diskusi, homili. Juga tersedia 2)Komunikasi Teks seperti: surat, pengumuman, lembar informasi. 3)Telekomunikasi, meliputi: telpon, SMS, email. 4)Media Massa konvensional terdiri dari: media cetak, radio dan televisi.

Pertumbuhan sarana dan cara komunikasi digital menghasilkan beragam sistem, seperti: Konvergensi (persilangan media massa konvensional dengan teknologi informasi), Media Online, Multi Media dan Media Sosial. Berbagai sistem ini menurunkan ragam model media komunikasi baru, baik yang bersifat personal maupun massa. 1)Dalam rumpun Media Online hadir: Website, Blog, Streaming media, On demand. 2)Di rumpun Media Sosial bertumbuhan: Friendster, Face Book, Twitter, You Tube. 3)Di Multi Media lahir: Electronic Book, CD-Rom, Game dan sejenisnya.   

REKOMENDASI
Terkait dengan tujuan pengembangan iman umat Paroki Kelsapa melalui komunikasi dan media, -juga usaha mendinamisasi komunikasi di Paroki Kelsapa-, metode dan sarana apa yang secara realistis dapat digunakan? Beberapa rekomendasi berikut dapat menjadi rencana aksi .

1. Komunikasi Verbal:
Meski tergolong paling konvensional, komunikasi verbal tetap efektif untuk digunakan. Terutama bentuk: Rapat, Konsultasi, Homili, Diskusi dan Pengajaran.

2.Komunikasi Teks:
Meski juga tergolong konvensional, efektivitasnya juga tidak meragukan, khususnya bentuk: Surat, Edaran, Lembaran dan Pengumuman.

3.Telekomunikasi:
Meski tergolong sederhana, Telpon, SMS, Email dan BBM direkomendasikan untuk digunakan.

4.Media Massa:
Dianjurkan berkonsentrasi pada media cetak, seperti: Tabloid, Majalah, Buletin dan Warta Paroki. 

REKOMENDASI KHUSUS:
Selain 4 Rekomendasi ini adalah menghidupkan peran dan fungsi seksi Komunikasi Sosial (Komsos). Lembaga struktural Paroki ini, ternyata sering tidak diberdayakan dan difungsikan sebagai konseptor dan motor komunikasi Gereja. Status dan fungsinya sering hanya sebatas pelaksana terbitan media massa. Tetapi Komsos jarang diperankan lebih strategis. Misalnya mendesain pola komunikasi Gereja, atau menjadi ujung tombak sektor komunikasi internal dan eksternal Paroki. Yang paling sering terjadi, Komsos tidak tahu harus melakukan apa, dan memahami tugas kewajibannya bagi Paroki dan Gereja. Untuk itu peran Pastor Paroki, BGKP dan DPP sangat diharapkan secara kebijakan maupun implementif, dengan menjadikan Komsos sebagai entitas komunikasi yang strategis.

Semoga Tuhan mengabulkan usaha-usaha baik kita demi penyempurnaan komunikasi dan media di Paroki Keuskupan Surabaya, sehingga pertumbuhan iman umat menjadi lebih subur karenanya. Amin.