Jumat, 20 Agustus 2010

Semarak Hari Jadi Gereja Paroki Kelahiran Santa Perawan Maria

195 Tahun, Saatnya Beri Kesempatan Bagi Orang Muda Katolik

Awal mulanya gereja pertama Kelsapa peninggalan Misionaris jaman Belanda ini berada di pojok Roomsche Kerkstraat/Komedie weg sekarang bernama jalan Cendrawasih sekitar wilyah Polwiltabes. Namun karena gereja pertama semakin rusak dan perkembangan umat begitu pesat. Akhirnya sekitar tahun 1822, umat merealisasikan membangun sebuah gereja berada di jalan Kepanjen/Kebunrojo yang berdampingan dengan SMAK Frateran (sebelah kanan) dan Kantor Pos Besar (sebelah kiri).

Pastor pertama kali yang bertugas di gereja Kepanjen, yakni Pastor Phillipus Wedding dan Pastor Hendricus Waanders. Namun Pastor Wedding kemudian pindah bertugas ke Batavia. Sementara Pastor Waanders menetap di Surabaya membaktikan dirinya untuk melayani umat Kepanjen dan sekitarnya.

Tidak hanya itu, gereja yang merupakan ikon kota Surabaya menjadi cagar budaya ini bergaya Geothic sering kali dikunjungi oleh wisatawan asing maupun lokal. Mereka tertarik pada gaya arsitekturnya dengan menggunakan batu bata yang tampak luar dan berbentuk salib. Dan, telah diabadikan dalam bidikan seorang fotografer dan telah menjadi bagian dari museum minim di depan balai Paroki Kelahiran Santa Perawan Maria.

Dan, tak terasa usia gereja pertama kali di Surabaya ini sudah berusia 195 Tahun. Usia ini tidak begitu pendek yang dirasakan umat Kepanjen. Begitu panjang perjuangannya dalam menumbuhkembangkan perkembangan umat dalam hidup menggereja. Hingga, berkembang sampai saat ini.

Kalau kita melihat dari sesi gedungnya tetap berdiri kokoh dan dihiasi dengan berbagai tanaman hias dan fasilitas gedung yang memadai. Seperti tanaman hias yang berada di depan gereja, balai pengobatan, ruang BIAK, ruang REKAT, ruang KOMSOS, ruang MUDIKA, ruang SSV, dan di belakang sebelah kanan dilengkapi dengan gua Maria.

Gua Maria menjadi tempat untuk berdoa umat Kepanjen maupun di luar Kepanjen. Sampai akhirnya diadakan misa Oase setiap hari Jumat pada siang hari atau saat jam istirahat makan siang. Di depan ruang Organisasi Katolik terdapat replika patung Hati Kudus Yesus. Dan, di samping kiri dibangun balai paroki yang dilengkapi dengan ruang-ruang pertemuan, salah satunya untuk Legio, ruang doa, di atasnya terdapat gedung apreasi seni maupun seminar dan dapat digunakan sebagai fasilitas olah raga, seperti olah raga Bulutangkis.

Di lantai 1 terdapat ruang sekretariat, kedai buku dan benda-benda rohani, ruang dewan paroki, ruang pembinaan untuk BIAK dan Rekat, serta ruang pastor paroki untuk konsultasi maupun kanonik.

Sangatlah memadai fasilitas gereja kita. Kita sebagai umat Kelsapa seharusnya berbangga memiliki gereja yang unik dan klasik ini. Kebangggaan ini, apakah hanya sekedar pada bentuk fisiknya. Namun, hal ini menjadi dilema bagi umat Kelsapa. Bila hanya bangga pada bentuk fisiknya saja. Berbanggalah hidup menggereja kita sebagai umat Allah. Karena kita telah dibaptis dan menjadi bagian dari anggota tubuh Gereja.

Bagian inilah yang seharusnya menjadi bahan refleksi kita sebagai umat Kelsapa dalam menyambut hari jadi gereja kita. Apakah kita telah berperan aktif menumbuhkembangkan hidup menggereja di saat mau menginjak usia yang ke 2 abad ini.

Dan, tepat sekali Hari Ulang Tahun (HUT) Gereja kita kali dengan mengusung tema, “Ini Aku Utuslah Aku, Yesaya 6:6-8.” Tema ini merupakan tema yang cukup mendasar dan mendalam. Untuk mengingatkan kita dalam hidup menggereja, terutama pelayanan kita kepada Gereja.

Kita sebagai umat Allah yang bertumpu pada PuteraNya, hendaknya melayani sesamaNya. Yakni umat kita sendiri melalui kegiatan yang telah dirumuskan oleh panitia HUT kali ini. Diantaranya Seminar Kitab Suci, Seminar Ajaran Sosial Gereja, Lomba Koor antara wilayah maupun lingkungan, Lomba Pemazmur, Lomba Membaca Kitab Suci atau seringkali pelakunya disebut Lektor, dan Merangkai Bunga.

Semarak kegiatan HUT ini merupakan bentuk aplikasi dari tema yang diusung oleh romo paroki dan panitia HUT kali ini. Dengan adanya lomba dan seminar, umat diajak semakin terlibat aktif dalam pelayanan hidup menggereja. Hingga umat semakin hidup dan lebih hidup serta kokoh berdiri menghadapi arus globalisasi.

Dan, ini yang diharapkan oleh para hirarki kepada umatnya. Keterlibatan langsung dalam hidup menggereja untuk menjadi pelayananNya, seperti menjadi petugas lektor, misdinar, perangkai bunga, pemazmur, dan anggota koor. Serta tergabung dalam organisasi katolik baik kategorial maupun lingkungan paroki.

”Seperti yang ditulis dalam bukunya oleh Alm. Rm. Mangunwijaya dengan menumbuhkembangkan Gereja Diaspora. Gereja bukan hanya milik para hirarki, melainkan miliki kita bersama. Para hirarki sebagai fasilitator dalam mendampingi umatNya. Dalam pertumbuhan iman Katoliknya.”

Terutama keterlibatan Orang Muda Katolik (OMK) kita, karena nantinya merekalah yang menjadi penerusnya. Kita sebagai umat dan pengurus yang mempunyai di atas 45 tahun. Hnedaknya mau melibatkan OMK dalam hidup menggereja.

Mengapa demikian?, karena saat ini OMK mengalami pasang surut dengan imannya yang lebih cenderung mengikuti arus globalisasi. Dengan adanya budaya yang serba instans. OMK cenderung menikmati budaya tersebut tanpa menyadari bahwa nilai-nilai yang terkandung di dalamnya meracuni OMK kita. Hingga tak sadar, mereka terbuai dengan fasilitas tersebut dan mempengaruhi pola pikir mereka dalam mengarungi hidup mereka di jamannya.

Hal ini janganlah kita biarkan, karena nasib OMK masih panjang dan salah satu penerus Gereja nantinya. Untuk itu, para hirarki dan dewan paroki harus membuka peluang lebar-lebar. Para hirarki dan dewan paroki mau memberikan fasilitas kepada mereka. Dalam bentuk kegiatan OMK sesuai keinginan mereka. Sehingga tak terasa mereka akan rindu hidup menggereja dan selalu ingin menggelar kegiatan di gereja.

Dengan begitu, apa yang ditulis dalam bukunya Alm. Romo Mangunwijaya benar-benar terwujud dalam diri umat Kepanjen. Mewujudkan keterlibatan OMK dalam segala kegiatan di gereja.

Dan, perlu diketahui keberadaan OMK saat ini lebih kreatif dan mempunyai nilai-nilai yang tinggi dalam membangun gereja. Namun hal ini menjadi dilema, dikarenakan para pengurus gereja kurang memberikan tanggung jawab dan kepercayaan kepada OMK.

Paradigma inilah yang harus kita bongkar dan mau memberikan peluang kepada OMK. Untuk terlibat aktif mengikuti kegiatan di gereja. Adanya kekeliruan dalam diri OMK itu hal biasa dan perlunya bimbingan serta arahan. Itu semua menjadi tugas dan kewajiban kita sebagai pengurus gereja untuk mendampinginya.

Bila ini kita lakukan dalam gereja kita akan semakin bertumbuh kembang pesat dengan semangat OMK melalui keteladanan putraNya.. Karena kepercayaanlah yang dibutuhkan oleh OMK. Kalau kita melihat OMK mempunyai kemauan dan kemampuan yang luar biasa. Dan, memperbolehkan OMK mengadakan kegiatan dalam lingkup besar yang dilakukan oleh OMK. Kesemuaannya panitianya dipercayakan kepada OMK. Para hirarki dan dewan paroki menjadi kontrol sosial. Sedangkan di struktur organisasi kita terdapat seksi kepemudaaan. Seksi kepemudaan di sini menjadi fasilitator dan membuat program kaderisasi untuk OMK sesuai minat dan bakat mereka. Sehingga memaksimalkan fungsi seksi kepemudaan sebagai penjembatan antara dewan paroki dengan OMK.

Jadi, alur yang dilakukan dalam menggerakkan OMK, yakni melibatkan peran serta OMK secara proaktif dalam kegiatan, mempercayakan salah satu kegiatan sepenuhnya kepada OMK, membuat program kaderisasi, dan menggelar rekoleksi. Dengan begitu terciptalah Habitus Baru bagi OMK di tengah-tengah Gereja kita. Sesuai tujuan arah dasar pastoral keuskupan Surabaya. (asep)

OMK

AKTUALISASI PERAN OMK

“Saya selaku Orang Muda Katolik (OMK) Gereja mau ke mana dan bagaimana? OMK sesungguhnya bukan sekedar bagian dari lapisan sosial dalam masyarakat. Mereka memainkan peranan penting dalam perubahan sosial.”

Kalimat di atas merupakan pertanyaan yang kritis dan pernyataan yang kritis. Berangkat dari hal tersebut kita dapat menggali lebih dalam tentang potensi yang dimiliki OMK dan sejauh mana potensi itu diaktualisasikan. Sudahkah OMK mengambil peran-peran yang strategis di alam Gereja dan masyarakat?

Apakah peran dalam arti umum tersebut juga dapat berkolaborasi dengan perannya di dalam Gereja? Seperti yang ditulis di dok. Konsili Vatikan II, hal 328 – 329 mengatakan bahwa "Angkatan muda menularkan pengaruh yang sangat penting dalam masyarakat dewasa ini. Terdorong oleh kesadaran akan kepribadian mereka sendiri yang makin matang, dan oleh gairah hidup serta semangat yang meluap, mereka menerima tanggung jawabnya sendiri dan ingin memainkan perannya di dalam kehidupan kemasyarakatan dan kebudayaan. Bila diresapi roh Kristus, dan dijiwai oleh ketaatan dan cinta terhadap gembala-gembala Gereja, semangat ini diharapkan menghasilkan buah-buah yang limpah. Mereka harus menjadi rasul angkatan muda yang pertama dan langsung, dengan menjalankan kerasulan antar mereka dan lewat mereka, sambil memerhatikan lingkungan masyarakat di mana mereka hidup."

Setelah belajar memahami peran OMK pada umumnya dan menghubungkan dengan apa yang tercantum dalam dokumen Konsili Vatiakan II; saya memahami sedikit peran OMK. Maka boleh dibilang di dalam pribadi OMK tersimpan potensi kepemimpinan dan kepeloporan. Selayaknya potensi ini diaktualisasikan secara positif dalam bidang-bidang garapan yang sesuai dengan talentanya.

Di dalam Gereja banyak bidang garapan yang dapat dikerjakan OMK. Misalnya saja KOMSOS Paroki juga ke ranah sosial lainnya. Aktualisasi diri OMK yang dikelola secara proposional pasti memberikan sumbangan yang positif untuk Gereja dan masyarakat. Dari perannya di dalam KOMSOS dapat juga berperan menjadi RT dan Karang Taruna di dalam masyarakat.

Kalau dokumen Gereja menyebutkan bahwa OMK menularkan pengaruh yang sangat penting dalam masyarakat. Di sini ditemukan potensi unik di dalam pribadi OMK. Sedangkan dalam pengertian umum dikatakan," Mereka mempunyai peran penting dalam perubahan sosial."

“Eksistensi atau gerakan OMK di dalam Gereja maupun di dalam masyarakat sangat dimungkinkan untuk berperan aktif di dalam bidang-bidang pelayanan.”

Menyandang perannya secara utuh, kepeloporannya untuk memimpin dengan komitmen yang tak diragukan. Namun untuk ke sana masih memerlukan dukungan dan bimbingan dari pihak yang lebih tua. Maka Gereja memfasilitasi mereka secara hirarki. Dengan fasilitas ini Gereja bermaksud mengoptimalkan peran mereka selaku OMK. Diharapkan dalam aktualisasi diri mereka tidak lepas dari prinsip-prinsip Gereja.

“OMK perlu dibantu untuk tumbuh dan matang di dalam iman. Ini adalah pelayanan pertama yang harus mereka terima dari Gereja.”

Benediktus XVI menambahkan "Banyak dari mereka tidak dapat mengerti dan menerima dengan cepat segala ajaran Gereja, namun tepatnya untuk alasan ini adalah penting untuk membangkitkan dalam diri mereka keinginan untuk percaya dengan Gereja, dan untuk memiliki kepercayaan bahwa Gereja ini yang dijiwai dan dibimbing oleh Roh Kudus.; adalah subyek yang benar dari iman, dan dengan masuk ke dalamnya, kita masuk berpartisipasi dalam persekutuan iman."

Dengan fasilitas yang disediakan oleh Gereja, OMK semakin mantap dalam aktualisasi diri, namun juga bertumbuh kembang dalam iman akan Kristus. Dengan demikian identitas OMK adalah harapan Gereja tidak ditelan arus zaman. ( Sr. M. LINA, SPM)

Sabtu, 14 Agustus 2010

OMK

PASANG SURUT ORGANISASI ORANG MUDA KATOLIK (OMK)

Orang Muda Katolik (OMK) di Paroki Kelahiran Santa Perawan Maria (Kelsapa) Surabaya memang masih aktif, lihat saja BIAK, Rekat, Mudika dan Misdinar. Namun, ada juga orka OMK yang susah diajak untuk bekerja sama. Beberapa tahun lalu pernah mengadakan kegiatan seperti acara sinterklas yang diadakan BIAK (Bina Iman Anak Katolik) dan drama musikal yang diadakan Mudika. Saat itu, orka-orka masih mudah bekerja sama tanpa pikir panjang langsung kerja, jauh berbeda dengan saat ini.
Saat ini orka-orka susah! Untuk diajak kerja sama dengan berbagai macam alasan. Hal ini dikuatkan Stefanus Agus Kristiawan, ketua Mudika. OMK yang aktif secara langsung dalam kegiatan di paroki sangat sedikit. Jika dibandingkan dengan yang belum mau terlibat secara langsung dalam kegiatan dan kepengurusan yang ada di paroki, keluhnya.

Senada yang dikatakan Kuncoro Kohar, mantan Ketua Remaja Katolik (REKAT) mengakui belum terjalinnya kerja sama. Pernah diadakan misa misioner pada tahun 2008 dengan maksud dan tujuan menjaring OMK untuk kaderisasi dan melanjutkan kembali misa misioner agar dapat berpartisipasi. Namun, disayangkan sampai saat ini belum diadakan lagi, katanya.

Hal ini juga diungkapkan oleh Lazarus L.N. ketua kelompok paduan suara Epifani, belum pernah mengadakan kerja sama. Karena kelompok paduan suara Epifani baru terbentuk kurang lebih setahun yang lalu. Bukan berarti kelompok paduan suara ini menutup diri untuk bekerja sama. Kalau ada OMK yang mengajak kelompok paduan suara Epifani, kami menyetujuinya. “Jika kelompok paduan suara Epifani ada kegiatan yang membutuhkan OMK untuk berpartisipasi, kami akan mengajaknya” ungkap Lazarus.
Sedangkan, Olivier Chunnardi, ketua BIAK BIAK selama ini sudah bekerja sama dengan Orka OMK lainnya, khususnya REKAT. “Untuk Orka OMK lainnya masih belum pernah diajak kerjasama” kata Chun, sapa akrapnya.

PERSOALAN YANG TERJADI
Tren saat ini. Adalah hal yang sering terjadi dalam kehidupan zaman sekarang. Seperti buah-buahan kalau lagi musim panen dapat ditemui di mana-mana, Lalu bagaimana tren kehidupan Orka OMK dalam menggereja dewasa ini? Apakah setiap kegiatan sudah ada tindak lanjut yang berkelanjutan, ataukah masih mengikuti tren zaman sekarang yang hanya booming sesaat lalu tenggelam?

Dewan Pastoral Paroki Kelsapa sudah melakukan berbagai tindakan yang kongkret, salah satunya berupa dana. “Dana bukanlah yang menjadi hambatan utama. Dewan pastoral pasti memberikan dana asalkan tujuan kegiatannya jelas,” kata Stefanus.

Lanny Hartani selaku ketua lektor menambahkan kurangnya koordinasi dan keterbatasan waktu yang menjadi salah satu hambatan. “Sejauh ini paroki memang sudah mewadahi Orka OMK yang ada. Namun, kurang memotivasi kaum mudanya agar mau terlibat dalam Orka OMK yang ada” tambahnya. Sehingga yang terlibat dalam kegiatan yang diadakan paroki tetaplah orang-orang yang sama.

Hambatan lainnya, untuk mengumpulkan OMK saja sangat susah terutama pada waktu ada kegiatan, seperti beberapa tahun lalu, ketika ada misa misioner. Banyak di antara Orka OMK yang susah dihubungi dengan berbagai alasan, imbuh Lanny.

Permasalahan ini ditanggapi oleh Fransiskus Hangky Kosasih, Ketua II Dewan Pastoral Paroki tidak mengetahui secara persis permasalahan yang terjadi di OMK. “Sebenarnya OMK sendirilah yang tahu apa permasalahan yang terjadi,” jelasnya.

Tanggapan Kosasih ini, ditepis oleh Lazarus bahwa alangkah lebih baiknya kalau dari pihak paroki mau terjun langsung ke lapangan. Sehingga mengetahui persoalan yang dihadapi oleh OMK. Jangan hanya merencanakan program-program saja, OMK butuh pendampingan dan pembinaan.

Namun, Kosasih juga menyayangkan OMK saat ini terlalu sibuk dengan kegiatan di luar gereja sehingga kurang atau belum aktif dalam kegiatan gereja. Lalu, siapa lagi yang akan berperan katakanlah 5 tahun mendatang gereja kita sebagai gereja tua yang bergaya Goethic ini sudah tidak ada umatnya karena OMK tidak mau terlibat kepengurusan, sibuk sendiri dalam dunianya di luar gereja. Hal itu sangat memprihatinkan, keluhnya. Dan, ini menjadi tanggung jawab kita bersama sebagai orang-orang yang dituakan dalam hidup menggereja.

JALAN KELUAR
Untuk membentuk kerja sama yang baik membutuhkan modal. Modal yang dimaksud bukanlah uang atau barang. Melainkan modal iman, kepercayaan, dan kemauan. Tanpa hal-hal tersebut, kerjasama yang dicapai kurang maksimal.

Lazarus L. N. menngungkapkan tidak boleh ada tendensi apa-apa dalam menjalin kerja sama. Apabila tercapai kondisi tersebut, maka kegiatan dalam Orka tidak berjalan lancar. Dalam menjalin kerja sama, diharapkan ada semangat dan kepercayaan antar Orka OMK. Hal tersebut harus diimbangi dengan komunikasi. Komunikasi merupakan kunci utama dalam menjalin kerjasama. Seperti yang digaungkan dalam arah dasar dari Keuskupan pada bulan November lalu.

Dalam suatu hubungan, jika terjadi miskom (miskin komunikasi) dengan teman-teman yang ada di Orka OMK lainnya, dapat berakibat terjadi salah paham, ungkapnya.
“Jangan ada perasaan sungkan dan minder serta merasa dirinya paling pintar dalam menjalin kerja sama antar Orka OMK lainnya. Karena dengan begitu komunikasi akan lancar. Sehingga semua Orka OMK dapat saling bekerja sama” jabarnya. Proses komunikasi lainnya dengan pendekatan persuasif melalui masing-masing anggota Orka OMK lainnya maupun dengan OMK di tingkatan wilayah maupun lingkungan.

Pendekatan yang dilakukan yakni mendatangi rumah anggota-anggota Orka OMK lainnya. Kalau proses pendekatan itu sudah lancar, untuk mengajak anggota-anggota Orka OMK lainnya tidak susah. Setelah pendekatan persuasif baru mengadakan pertemuan rutin antar Orka OMK, jangan hanya ketika ada acara-acara besar baru berkumpul.
Kekuatan lainnya terletak pada semangat dan kemauan. Sehingga ketika ada kritikan tetap jalan terus. Sebab dengan kritikan dapat menjadi acuan ke depan yang lebih baik.

Dari pihak Dewan Pastoral Paroki mengharapkan, “OMK dapat ikut berperan aktif dalam kegiatan hidup menggereja”. Hal itu sesuai dengan arah dasar Keuskupan tahun 2010-2019 yakni “Gereja Keuskupan Surabaya sebagai Persekutuan Murid-Murid Kristus yang Semakin Dewasa Dalam Iman, Guyub, Penuh Pelayanan, dan misioner”. untuk mewujudkan hal tersebut diatas, “OMK hendaknya mulai sekarang sudah mempunyai program kegiatan rutin baik untuk jangka pendek dan jangka panjang (5 tahun atau 10 tahun) mendatang,” tutur Hangky Kosasih.

Ketua II Dewan Pastoral Paroki ini mencontohkan, dalam bidang liturgi dibutuhkan peran serta dalam menjadi misdinar, lektor, koor, dan lain-lain.
Ia juga mengajak agar semua OMK yang ada di paroki ini mau bergabung dalan kegiatan dan kepengurusan tanpa membedakan Orka-Orka yang satu dengan yang lain.
Dan, Kuncoro menambahkan selain itu perlunya kepercayaan dari dewan paroki untuk menyerahkan sepenuhnya kegiatan dalam lingkup besar ditangani oleh OMK. Dengan begitu OMK dapat belajar lebih banyak, terutama tanggung jawab dalam hidup menggereja.

“Dewan Paroki saat ini bertindak sebagai fasilitator dan kontrol pada gerakan OMK, “ keluhnya. (KOMSOS KELSAPA)

Selasa, 03 Agustus 2010

UYC II di Pacet, Mojokerto


Belajar Menanam Padi di UYC II, Pacet Mojokerto

Memperingati 475 Tahun Ordo Santa Ursula berkarya dalam dunia pendidikan di Indonesia. Sekolah-sekolah dibawah naungan Ordo Santa Ursula se-Indonesia mengelar Ursuline’s Youth Camp II (UYC II).

UYC II ini mengusung tema “Bertekun dan Maju Sampai Akhir” diadakan di Mojopahit Agro Lestari (MAL), Pacet, Mojokerto, mulai Senin (2/8) sampai Kamis (5/8). “Peserta UYC II ini terdiri dari sekolah-sekolah dibawah ordo suster-suster Ursulin di Indonesia. Diantaranya, 29 sekolah dari 14 komunitas seperti Jakarta, Tangerang, Bandung, Surabaya, Sukabumi, Solo, Klaten, Madiun, Ende-Flores dan Sulawesi Utara," ujar koordinator kegiatan, Martinus Eko Nugroho.

Peserta UYC II saat tiba, langsung didapuk membuat mading bertemakan St. Angela Corner. Semua mading berbahan dasar dari daur ulang dan memanfaatkan barang-barang bekas. Ada yang membuat replika St. Angela dan ada yang memamerkan kebudayaan seni dari Bandung, yakni Angklung.

Setelah peserta membuat mading St. Angela Corner, sore harinya sekitar pukul 17.00 Wib digelar Opening Party UYC II dan dibuka dengan 55 penari Remo dari SMP dan SMA Santa Maria Surabaya.

Sebelum para peserta menampilkan yel-yel mereka dengan atraktif dan unik. Dalam opening party, dikibarkan seluruh bendera peserta dan bendera berlogo UYC II serta menyanyikan lagu Mars UYC II. Kegiatan itu diiringi oleh orkestra SMP Santa Maria Surabaya. Tak ketinggalan pula, lagu Serviam dikumandangkan oleh paduan suara SMA Santa Maria dengan penuh semangat.

Selepas itu, Sr. Agatha Linda Chandra, OSU selaku inspektur upacara UYC II mengalungkan Id Card kepada 2 orang perwakilan peserta sebagai tanda dibuka dan dimulainya seluruh rangkaian kegiatan UYC II dengan ditandai pula dengan tabuhan drum yang menggema.

Usai upacara pembukaan, seksi acara menampilkan operet St. Angela. Operet ini diperankan oleh siswa-siswi SMP dan SMP Santa Maria Surabaya. Mengisahkan rangkaian perjalanan hidup St. Angela semasa mudanya.

”Wah, operetnya begitu menyentuh. Sungguh ini memberi inspirasi aku untuk terus berkarya, mandiri, jujur, bertanggung jawab, dan peduli pada sesama,” aku Tomy salah satu peserta kontingen dari Surabaya.

Pentas seni pun digelar di arena utama dengan pengisi acara dari empat kontigen. 2 diantaranya kontigen Jakarta dan Madiun. Kontigen Jakarta menampilkan ciri khas mereka, yakni musik kolaborasi dan kesenian daerah Betawi. Sedangkan kontigen Madiun menampilkan ekstrakurikuler mereka, yakni kesenian Barongsai yang memukau.

Keesokan harinya, Selasa (3/8) Martinus selaku koordinator kegiatan mengatakan ada kegiatan fun games juga. Fun Games merupakan muatan lokal pembelajaran nilai-nilai kehidupan. Pembelajaran nilai di sini untuk lebih menekankan kepedulian peserta pada kegiatan pertanian. Peserta diajarkan bagaimana cara memilih bibit padi IR64 yang baik. Kemudian, membajak sawah sampai menanam padi. Peserta terlihat tidak merasa canggung, ketika melakukan aktivitas tersebut bersama para tutor pembimbing.

Seperti yang dituturkan oleh Yopi, alumni Universitas Negeri Jogyakarta peserta UYC ini, ”Mereka terlihat berani dan semangat menanam padi. Meski hampir seluruh badan peserta berlepotan lumpur. Tapi, tak menjadi kendala. Semangat para pesrta luar biasa dan antusias. Plusnya lagi, mereka serius mendengarkan para tutor saat cara memilih bibit padi yang akan ditanam di sawah. Ini sesuatu yang luar biasa untuk anak-anak seusia mereka, ”tuturnya.

”Selain belajar menanam padi, peserta juga diajak untuk memacu adrenalinnya di ruang terbuka dengan melakukan aktivitas seperti flying foc, susur sungai, dan bermain sepak bola lumpur. Wah, pokoknya seru dan asyik sekali,” imbuh Martinus. (pras)

Minggu, 01 Agustus 2010

Semarak 475 Tahun Ordo Santa Ursula



Gelar UYC II di Pacet, Mojokerto

Setelah sukses menggelar Pentas Budaya dengan tajuk drama kolosal yang dimainkan kurang lebih 700 siswa-siswi Santa Maria, Yayasan Paratha Bhakti, di Super Mall, Pakuwon Trade Center pada bulan Februari yang lalu. Dengan mengusung isu sosial kemasyarakatan, yakni culture and art. Terutama keprihatinan terhadap urbanisasi. Urbanisasi ini mengangkat keprihitanan masyarakat desa yang tertarik dengan pola hidup di kota.

Kesuksesan ini tidak ingin sirna begitu saja di mata hati para pendidik yang berada dalam naungan suster-suster Ursulin di Indonesia. Kesuksesan ini digaungkan kembali dalam Ursulin Youth Camp II (UYC).

Dari sinilah suster-suster Ursulin ingin mengadakan kembali UYC yang kedua. UYC II ini diadakan di Mojopahit Agro Lestari (MAL), hotel Sativa Pacet, Mojokerto, Jawa Timur. Diikuti oleh ratusan siswa-siswi di seluruh sekolah-sekolah Ursulin se-Indonesia.

Kali ini, UYC II mengusung tema “Bertekun dan Maju Sampai Akhir”. Thema dibuat oleh Sr. Widhi, Kepala Satuan Pendidikan SMP Santa Maria Surabaya lengkap dengan logo yang terinspirasi dari Regula Prakata St. Angela : 10. Logo ini melambangkan kegembiraan kaum muda yang selalu melangkah jejaknya terus maju sampai akhir. Dengan bimbingan Tuhan dalam menjalani relasi hidup di dunia ini. Sebagai kaum muda yang mempunyai semangat tinggi dipanggil untuk diutus oleh Allah menjadi saksi-saksiNya. Melalui ketahanan dan ketekunannya seturut teladan Santa Angela.

Tujuan dari Kegiatan Ursulin Youth Camp II ini diantaranya menanamkan dan mengembangkan semangat hidup Santa Angela, membangun generasi baru kaum muda yang kreatif dan inovatif, memberi pembekalan keterampilan yang dapat dipakai untuk hidup kaum muda, menanamkan semangat cinta budaya kepada generasi muda, serta membina persatuan di antara generasi muda yang dibimbing oleh Suster Ursulin.

JUMPA PERS

Pada kesempatan ini, seksi publikasi UYC II menggelar jumpa Pers. Jumpa Pers diadakan di ruang Romana SMA Santa Maria dengan dibuka tari Remo, Rabu (28/7) yang lalu. Rencananya tari Remo sebagai tari pembuka dalam UYC II. Yang dibawahkan oleh siswa-siswi SMP dan SMA Santa Maria Surabaya.

UYC II tersebut berlangsung dari tanggal 2 - 5 Agustus 2010. Dan, pesertanya berasal dari siswa -siswi yang tergabung dalam sekolah-sekolah Ursulin se-Indonesia. "Mereka berasal dari 29 sekolah dari berbagai kota seperti Jakarta, Tangerang, Bandung, Surabaya, Sukabumi, Solo, Klaten, Madiun, Ende-Flores dan Sulawesi Utara," ujar koordinator kegiatan, Martinus Eko Nugroho pada jumpa pers.

Dalam kegiatan yang menjadi agenda wajib dua tahunan tersebut, peserta akan melakukan penanaman seribu pohon jenis pohon kayu putih di beberapa tempat di bantaran sungai Pacet.

Nantinya, panitia akan bekerja sama dengan warga sekitar untuk merawat dan melestarikan pohon-pohon yang ditanam. "Hasilnya bisa berguna bagi warga, antara lain untuk pemanfaatan minyak kayu putih, jelas Martinus.

Selain penanaman pohon atau reboisasi, Martinus juga menambahkan bahwa di Pacet juga digelar berbagai kegiatan, seperti Santa Angela Corner, Kewirausahaan, Pertanian, dan Bakti Sosial untuk masyarakat sekitar, tambahnya.

Lanjut, Bernadetha T. Meno selaku koordinator acara mengatakan di UYC II ini ada pentas karya seni atau panggung budaya. Pentas karya seni sebagai bentuk visualisasi dari kegiatan yang mereka lakukan di lokasi. Outbond juga digelar di UYC II ini dengan menumbuhkembangkan nilai-nilai kepribadian siswa-siswi.

Dan, setiap kota akan menampilkan karya seni yang berbeda-beda dan unik. Sesuai situasi dan kondisi yang mereka lihat di kegiatan. Ini penting sekali, karena saat ini kaum muda semakin tergerus budaya asing. Dengan adanya ini kaum muda terutama siswa-siswi dibawah naungan Ordo Ursulin diajak menumbuhkembangkan kekayaan budaya dan seni Indonesia, jabarnya. (asep)