Selasa, 22 Juni 2010

Dilema


Pasar Keputran, Eksis Lagi!

Awal mula pasar Keputran berada di belakang ruko Urip Sumoharjo dan perkampungan jalan Keputran. Namun, entah siapa yang mendahului berjualan sayuran di jalan Keputran. Bahkan pada saat itu pos polisi yang berada di jalan Keputran masih terlihat jelas. Tak lama kemudian, hingga bertahun-tahun pasar Keputran pindah di badan jalan Keputran. Hingga memenuhi pertigaan jalan Keputran. Sampai penggunaan jalanpun tidak bisa melewati akses jalur tersebut. Bahkan pos polisi tenggelam tertutup pasar Keputran.

Dan, kenapa pihak pemerintah kota Surabaya membiarkan berlarut-larut sampai tahun 2010. Dengan desakkan penggguna jalan dan masyarakat setempat. Pasar Keputran diterbitkan oleh pemerintah kota Surabaya. Dengan menugaskan satuan polisi pamongan praja.

Kekuatan satuan polisi pamongan praja tidak mampu menembus para pedagang sayuran Keputran. Akhirnya, meminta bantuan aparat kepolisian, baik dari Polwiltabes mapun dari Polda. Brimob pun turun tangan mengamankan penertiban pasar Keputran.

Kurang lebih satu bulan lalu, proses negosiasi kepada pedagang diadakan oleh pemerintah kota Surabaya. Melalui jalur damai agak sulit proses karena pihak tertentu ada yang menjadi provokator. Dianggap tidak menguntungkan bagi penguasa pasar dan pihak-pihak tertentu yang bermain di dalamnya.

Lebih dari 3 Minggu, proses penertiban dilakukan oleh pihak kepolisan, Angkatan Darat, dan satuan polisi pamong praja menjaga 5 titik akses masuknya supplier sayuran dari desa dan menjadi 12 titik akses.

Tidak mau terjadi kekerasan yang mengorbankan korban jiwa, seperti makam Priok. Pemerintah kota Surabaya bersikap tenang, namun pasti dengan cara melakukan pendekatan kepada para pedagang. Pedagang pun tetap bersikukuh keras mempertahankan keberadaan pasar Keputran.

Dengan cara memberikan pagar pertahanan, seperti tempat mereka berjualan. Bambu runcing pun ikut menjadi senjata mereka. Dan, kain merah pun dikibarkan sebagai bentuk perlawanan sampai darah penghabisan.

Tidak terpancing emosi, pihak pemerintah kota Surabaya semakin memasang strategi. Untuk mengamankan pasar Keputran, hingga DPRD pun sampai meninjau keberadaan pasar Keputran.

Melalui proses negosiasi dan sosialisasi menjelaskan kenapa adanya penertiban pasar Keputran, yakni untuk relokasi pasar Keputran. Menjadikan fungsi semula untuk jalan raya. Dan, para pedagang legowo untuk pindah di Pasar Induk Osowilangun (PIOS). Tidak semuanya mau pindah di PIOS, dikarenakan jangkauannya terlalu jauh. Kurang sesuai dengan biaya transportasinya. Hingga dihitung-hitung keuntungan mungkin tipis bagi mereka. Namun kesepakatan tersebut diterima dengan lapangan dada.

Relokasi Pasar Keputran, Fungsikan Kembali sebagai Jalan Raya
Relokasi pun dapat dijalankan dimulai dari belakang hingga menuju jalan Keputran. Aparat pun, seperti Birmob, Angkatan Darat, Pamong Praja, dan Dinas Perhubungan dapat memasuki kawasan pasar Keputran. Untuk memastikan keamanan lokasi.

Dan, dinas kebersihan dan tata letak pun bergerak memperbaiki jalan Keputran. Dimulai dari depan Hotel Brantas, Wisma Dharmala, dan menuju jalan Darmo kali.

Kabar ini sangat menggembirakan bagi pihak pengusaha setempat, dikarenakan mereka dapat membuka kembali usahanya. Apalagi hotel Brantas akan semakin terkenal dan ramai pengunjung untuk transit di hotel Brantas. Hotel Brantas, salah satu bangunan tua yang harus kita lestarikan keberadaannya dan mejadi ikon Surabaya.

Perekonomian setempat stabil dan moral bagi pengusaha setempat. Dan, kepadatan arus lalu lintas dari arah Panglima Sudirman dapat terkurangi dengan adanya jalur alternatif dari arah jalan kayun menuju Keputran.

Tetapi apa yang terjadi, katanya pengeluaran untuk pembenahan jalan Keputran membutuhkan dana 1 milyar. Seperti yang diberitakan di media harian, baik pagi maupun sore.

Apa yang terjadi sampai sekarang jalan Keputran masih tertutup dengan pagar seng berwarna hijau. Dan, terlihat semakin rusak. Kondisi ini tidak sebanding dengan nilai uangnya. Kelihatan kondisi tidak sebagus kita kira. Tidak difungsikan kembali sebagai jalur alternatif untuk mengurangi kepadatan jalan Panglima Sudirman. Hal ini menjadi kecewaan besar bagi para pedagang pasar Keputran.

Relokasi yang terlalu lamban ini menyebabkan keuntungan bagi pedagang pasar Keputran. Untuk membuka kembali barang dagangannya di Keputran. Saat ini setiap sore aktifitas pasar Keputran kembali pulih. Pedagang pasar Keputran berjual di sekitar bibir sungai Bantaran Kali Mas dengan mendirikan tenda. Semestinya bibir sungai dijadikan ruang terbuka hijau, seperti sepanjang sungai Kali Mas.

“Bahkan di jalan Irian Barat telah dimanfaatkan oleh pedagang sayuran. Untuk berjual dan ini menyebabkan tidak ramah lingkungan. Kemacetan pun akan terjadi lagi. Kondisi jalan akan rusak, pemerintah kota Surabaya akan mengeluarkan biaya lagi dari APBN. Hal ini dirasakan kurang tegasnya pemerintah kota Surabaya. Untuk menfungsikan kembali jalan Keputran. Jalan hanya difungsikan kembali yang menuju jalan Kayoon dan Urip Sumohardjo.

Jadi, jangan salahkan pedagang Keputran berjualan kembali di Keputran. Dan, berilah solusi untuk mereka yang pedagang menengah ke bawah. Dikarenakan mereka tidak bisa berjualan di PIOS. PIOS hanya diperuntukkan supplier dan agen besar. Bayangkan kalau mereka diikutisertakan pindah ke PIOS. Mereka kesulitan mengatur keuangan mereka. Seperti transportasi dan biaya sewa stand PIOS.

Menjadi pekerjaan rumah untuk pemerintah kota Surabaya, untuk memikirkan hal ini. Tidak semua dapat dipindahkan di PIOS. Buatlah tempat bagi mereka yang strategi dan menguntungkan bagi mereka. Seperti yang digaungkan calon walikota dan wakilkota Surabaya pada bulan April hingga Mei. Cawali dan Cawawali ini berjanji akan menyejahterakan warganya. Apakah ini buktinya?

Seperti diberitakan di media harian bahwa pemerintah kota Surabaya akan berjanji menertibkan pedagang Keputran dalam batas waktu akhir Juni ini. Hal ini selalu dikatakan dengan janji. Janji lagi, apa kata Surabaya?

Ciptakan Culture kota Surabaya
Dengan melihat seperti ini, hendaknya pemerintah kota Surabaya membuat strategi yang cepat untuk mengatasi hal ini. Dengan cara menempatkan mereka di tempat yang strategi, seperti pembuatan pasar rakyat ataupun tradisional. Karena kalau kita kelola dengan baik pasar tradisional ini tidak kalah dengan pasar modern. Diantaranya mall yang ada di kota Surabaya.

Malahan pembangunan mall ini akan mengaburkan biaya dan nilai-nilai kota Surabaya. Nilai-nilai dan budaya kota Surabaya akan hilang dengan sendirinya. Terciptalah sikap egois, individu, tidak adanya komunikasi, hedoisme, dan menciptakan dengan sendirinya budaya kapitalis. Sungguh memprihatinkan hal ini, bila semakin terjadi di kota Surabaya!

Ciptakan kota Surabaya yang penuh komunikasi, ramah, sopan, dan menghormati sesama warga dengan adanya pasar tradisional. Karena di dalamnya pasar tradisional ini dapat menumbuhkembangkan nilai-nilai dan cultur kota Surabaya. Banyak nilai-nilai yang akan tertanam dalam kota Surabaya, seperti adanya komunikasi antar pembeli dan penjual melalui transaksi jual beli. Maka, sikap saling menghormati ada di dalamnya. Bahkan sikap nasionalisme akan semakin bertumbuh di dalam jiwa warga kota Surabaya. Tidak hanya itu bahasa Jawa Timuran akan semakin berkembang di kalangan kota Surabaya. Itulah ikon kota Surabaya.

Janganlah meluluh mementingkan para pemodal dengan adanya pembangunan gedung bertingkat dan mall. Ini semua memang baik adanya, tetapi dampaknya bagi Surabaya akan tenggelam dengan adanya air hujan. Dikarenakan tidak adanya penyerepan air hujan. Mari kita pertahankan Adipura kita sebagai kota Surabaya dengan ramah lingkungan dengan adanya ruang terbuka hijau (RTH). RTH dapat mengurangi polusi udara yang disebabkan oleh asap pengguna kendaraan dan menjadi penyerepan air hujan. Banjir tidak akan berlama-lama mengenangi kota Surabaya. (asep) Ilustrasi : www.image.google.co.id