Minggu, 04 April 2010

Paskah 2010


Perayaan Paskah Bersama BKS

Senin, (5/4) di Gereja Paroki Kristus Raja, tepat di Jl. Residen Sudirman No. 3 penuh sesak dipadati oleh pahlawan tanpa tanda jasa, yakni Guru, Kepala Sekolah, Frater, Suster, dan Romo. Mereka memadati gedung gereja merayakan Paskah bersama. Paskah bersama ini diadakan oleh Panitia BKS Regio I Keuskupan Surabaya.

Perayaan Paskah ini diawali dengan perayaan ekaristi. Dan, setelah dilanjutkan ramah tamah di gedung Kristus Raja tepatnya belakang gereja. Perayaan Paskah ini merupakan kegiatan rutin tiap tahun diselenggarakan oleh BKS.

Untuk menjalin keakraban dan bertukar pengalaman dalam mengajar anak didik kita dengan karakter iman Katolik kita.”

Dan, semoga perayaan ini tidak sekedar perayaan biasa. Melainkan sesuatu yang menghasilkan buah-buah karya pendidikan yang jauh lebih maju lagi. Dalam menumbukembangkan generasi atau anggota tubuh gereja yang masih perlu pendampingan dalam bergerak maju. Melalui kemenanganNya kita sebagai pahlawan tanpa tanda jasa semakin dikuatkan sebagai pendidik.

Sebagai pendidik tidak hanya sekedar mengajar, tetapi ditambah 2M lagi. Diantaranya Melatih dan Mendidik. Sehingga M-nya menjadi lengkap. Karena guru merupakan panggilan Tuhan yang unik. (asep)

Sajian Unik


Sate Klopo Ondomohen

Melintasi jalan Walikota Mustajab dari arah Balai Kota menuju Genteng Kali, kita sebagai warga kota Surabaya setiap pagi pasti menghirup asap yang mempunyai rasa seger dan berbau daging ayam.

Asap tersebut bersumber dari perempatan jalan Walikota Mustajab di pojok warung kopi, kiri jalan. Asap tersebut ternyata dari penjual sate daging ayam. Dengan rasa penasaran, diriku setiap melintasi jalan Walikota Mustajab ingin mencobanya. Tetapi waktu pun kadang-kadang tidak ada untuk singgah menikmati sate daging ayam tersebut.

Akhirnya, sampai di rumah diriku curhat kepada istriku, istriku tertarik juga ingin mencobanya. Minggu merupakan hari keluarga yang tepat untuk mencoba menikmati sate daging ayam.

Ternyata, tiba di sana sudah penuh sesak dipadati penikmat sate daging ayam. Penjualnya pun sampai tidak terlihat karena dikerumuni penikmat sate.

Setelah antri satu setengah jam, diriku bersama istriku mendapatkan 2 porsi sate daging ayam. Pelan-pelan aku makan sate, satenya ternyata reyah dan gurih. Bumbunya pun terasa sampai di lidah. Tanpa kata, istriku pun dengan nikmati sate tersebut.

Dan, sate ini tidak seperti biasanya. Sate daging ayam ini terlapisi dengan bumbu kelapa berwarna kuning kecoklatan. Pas dimakan dengan minum teh atau jeruk hangat. Nikmat sekali. Sate daging ayam yang dilapisi kelapa berbumbu itu sangat laris dan lezat. Pas untuk sarapan pagi. "Sate ini dikenal dengan sebutan Sate Klopo Ondomohen yang didirikan oleh Ibu Asih, Hj. Zaenab tahun 1977. Ondomohen sendiri merupakan nama jalan pada zaman penjajahan Belanda. Sekarang berganti nama Jl. Walikota Mustajab."

Menu pagi spesial ini paling dikenal oleh masyarakat Surabaya di antara para penjual sate kelapa lainnya. Dan, para artis dan petinggi negara pun sering kali singgah untuk menikmati sajian unik. Setiap harinya Ibu Asih ini melayani sendiri pelanggannya sejak pukul 06.00 -16.00 WIB. (asep)
foto :image.google.co.id

Family


KEHARMONISAN KELUARGA
Sedikit Berkata, Banyak Berbuat

Kunci Keharmonisan Keluarga itu Komunikasi
Sejak menikah, 23 Juli 1983 di Stasi Tlagasari, Paroki Purworejo Kabupaten Malang, Yohanes Berchmans Yan Sastra (54) telah menerapkan kepada keluarganya untuk hidup secara harmonis sesuai dengan hukum kanonik 1057.

Demikian petikan dari hukum kanonik 1057 : “(1)Kesepakatan pihak-pihak yang dinyatakan secara legitim antara orang-orang yang menurut hukum mampu, membuat perkawinan; kesepakatan itu tidak dapat digantikan oleh kuasa manusiawi manapun. (2)Kesepakatan perkawinan adalah tindakan kehendak dengannnya seorang laki-laki dan seorang perempuan saling menyerahkan dan saling menerima untuk membentuk perkawinan dengan perjanjian yang tak dapat ditarik kembali.” Adapun tujuan sakramen perkawinan tersebut untuk mensejahterakan keluarga dan anak, agar tercipta keluarga Kudus seperti yang diajarkan Yesus didalam Alkitab.

Yan Sastra ini menjelaskan keluarga harmonis itu saling memahami peran masing–masing, guyub, keterbukaan, dan tidak egois. Dan, untuk membentuk keluarga yang harmonis, bapak kelahiran Ruteng Flores ini mendidik anak-anaknya agar telibat dalam pelayanan gereja dan lingkungan. Diantaranya doa lingkungan, pelajaran agama, koor, kolektan dan tatib, jelas bapak yang lahir pada tanggal 9 Januari 1956.

Lanjut, Yan Sastra menambahkan bahwa saat ini beliau mempunyai 1 putri dan 2 putra. Diantaranya Antonius Septian Brilianto, Caecilia Novarista Sastri, dan Albertus Benny Irawan). Untuk kedua putra, Yan Sastra ini menerapkan hidup pelayanan dan hidup hemat, seperti menjadi anggota misdinar dan memberikan uang saku secukupnya.

Selain mengajarkan dua pola hidup tersebut, beliau juga selalu mengamati proses belajar putra-putra dengan menanyakan hasil ujian. Dan, tidak pernah melarang putra dan putrinya untuk bermain, melainkan hanya membatasi mereka dalam bermain, tambahnya.

Di dalam hidup menggereja, Suami dari Fransiska Lasmi (52) juga ikut ambil bagian dalam kepengurusan dewan paroki. Awal kepengurusan dimulai dari lingkungan, sekarang telah menjadi Ketua I Dewan Paroki Kelahiran Santa Perawan Maria. Di situlah di dalam keluarag, beliau menerapkan kepada keluarganya untuk selalu bertanggung jawab, khususnya dalam mendidik anak-anaknya untuk nenumbuhkembangkan iman Katolik, kata Bapak yang berdomisili di jalan Sedayu V/11.

”Dengan begitu diharapkan dalam berkomunikasi di keluarga harus terjalin dengan baik, sehingga apabila terjadi kesalahpahaman sebaiknya diselesaikan dengan kekeluargaan.”

Resep-resep yang diterapkan dalam keluarganya ini, mencoba berbagi kepada keluarga muda supaya turut serta berpartisipasi di dalam kegiatan yang ada di lingkungan, wilayah, dan di paroki. Dan, menerapkan Aksi Puasa Pembangunan tahun ini, bukan hanya di momen prapaskah dan paskah, tetapi tetap menerapkan selamanya, tutur Bapak yang berdomisili di lingkungan Bernadette Soubirous 2.

Pengalaman membina keluarga ini juga tidak lepas dari kegiatam-kegiatan yang telah diikut olehnya, seperti di Marriage Encounter (ME). Beliau mengatakan acara tersebut sangat bermanfaat karena para pesertanya dibekali dengan renungan, pengarahan, dan perilaku agar komunikasi di dalam keluarga dapat terbina dengan baik. Dan, itu semua yang beliau dapat berkat pelayanannya di Gereja. Sebagai umat Katolik menjadi pelayanan Tuhan, sungguh anugerah yang tak ternilai harganya. Karena upahnya besar di Surga.

Koreksi Diri, Kunci Keluarga Harmonis
Menurut Edy Joko Prasetyo, keluarga harmonis merupakan keluarga yang hidup secara harmonis tanpa ada pertengkaran dalam keluaga dan hidup rukun. Edy juga mengajarkan kepada ke dua putranya untuk saling mengasihi satu sama lain. Dan, jika jika ada pertengkaran harus saling memberikan pengertian satu dengan yang lain, seperti koreksi diri. Penyelesaiannya pada saat itu juga dan jangan sampai berlarut-larut, karena itu berbahaya sekali bagi keharmonisan keluarga kita, jelas bapak yang menikah di Santa Maria Purworejo, 1 juni 1994.

Tanggapan ini selalu dipegang teguh oleh Edy, selaku Sub Seksi Liturgi Paroki Kelahiran Santa Perawan Maria. Dalam keluarga kecilnya, Edy memiliki 2 putra yang bernama Yusuf Anton Prasetyo duduk di bangku SLTP, dan Leo Agung Prasetyo duduk di bangku SD.

Bapak kelahiran Purworejo, 3 maret 1962 menjelaskan keluarga harmonis adalah keluarga yang hidup secara harmonis tanpa ada pertengkaran dan hidup rukun. Hal ini juga diterapkan dalam mengajarkan kepada kedua putranya untuk saling mengasihi. Dan, jika ada pertengkaran harus saling memberikan pengertian satu sama lain, jelasnya.

Edy dalam mendidik anaknya selalu berpakaian yang sopan, rapi pada waktu pergi ke gereja. Tidak hanya rapi, tetapi mengatur jadwal untuk kedua putranya. Diantaranya dengan melihat televisi yang sesuai dengan usia mereka, belajar sesuai waktu yang sudah ditentukan, dan bermain dengan teman yang sebaya dengan mereka, imbuhnya.

”Selain mendidik kedua anaknya, Edy (48) dalam mengatur ekonomi selalu melakukan manejemen ekonomi dimana kebutuhan pokok harus terbeli dahulu baru yang lainnya, ungkap suami dari Yustina Darmayati (42).

Beliau juga terlibat di paroki, seperti koor dan dirigen. Keaktifnya beliau juga merambah sampai di lingkungan dan kampungnya, seperti doa lingkungan dan pengurus RT 2/RW 8. Edy juga salah satu umat lingkungan Antonius Padua ini berpesan kepada keluarga muda supaya harus saling pengertian dan koreksi diri, terangnya. (jef/card)

Cermin


KESEJATIAN HIDUP DALAM KELUARGA

Apabila kita perhatikan dengan seksama, anak-anak mempunyai kesamaan atau kemiripan denagan orang tuanya. Semakin bertambah besar, ia semakin menampakkan ciri-ciri yang terdapat pada orang tuanya. Rambut, mata kulitnya dan sebagainya, juga bagaimana cara dia berbicara, makan, marah, dan memecahkan masalah. Sifat dan tingkah lakunya hampir semua meniru orang tuanya.

Orang tua adalah orang yang paling dekat dengan anak-anak, paling tidak ketika anak masih bayi. Orang tua sering mendapat julukan sebagai pendidik pertama dan utama. Dari merekalah anak-anak mulai mengalami cinta, benci, dan sedih. Sedikit demi sedikit anak-anak mempunyai gambaran diri dari orang tuanya. Anak mempunyai gambaran positif kalau diperlakukan dengan baik : “Saya dicintai, saya diperhatikan, saya diterima, saya anak yang diharapkan, saya anak yang tidak membebani orang tua dan sebagainya.”

Bila gambaran diri anak positif ia akan belajar merasa diri “Oke” dan mempunyai kepercayaan diri. Akan tetapi, tidak jarang anak-anak yang mempunyai gambaran diri seperti yang tidak dikehendaki kehadirannya. Membuat orang tua jengkel, tidak diperhatikan, tidak dicintai, lahir karena kecelakaan dan sebagainya. Anak akan mempunyai gambaran diri negatif.

Kita dapat mengetahui mereka mempunyai gambaran diri negatif dari ungkapan-ungkapannya: “Mengapa saya selalu dibanding-bandingkan dengan adik”, “Mama merasa menyesal karena melahirkan saya”, “Saya anak haram, anak yang tidak pantas dilahirkan”, dan sebagainya.
Gambaran diri yang negatif membuat anak menjadi minder, merasa diri “tidak oke”.

“Mereka mengatakan bahwa saya ini jelek, untuk apa saya dilahirkan?” seorang filsuf Jean Paul Sartre mengatakan “Orang lain adalah musuh bagiku.” Mengapa ia berpendapat demikian? Ia mempunyai gambaran diri yang jelek, maklumlah karena ia dilahirkan dan dibesarkan di dalam keluarga yang berantakan! Apalagi sebelah matanya cacat.

Kesalahan yang banyak dilakukan oleh orang tua adalah cara mendidik anak dengan sistem hukuman, dengan kata-kata kasar, bahkan kadang anak-anak sasaran pelampisan kekesalan dan kebingungan mereka. Anak yang begitu menderita secara sadar maupun tidak sadar, disebabkan oleh tindakan orang tuanya yang tidak tepat dalam memperlakukannya. Misalnya menerima dengan syarat-syarat, menghukum dengan kekerasan, bahkan tidak jarang anak dijadikan objek atau kemarahannya.

Anak-anak menerima dosa warisan orang tua mereka. Suatu saat nanti, mereka akan membawanya dalam kehidupan keluarga barunya, setelahnya mereka berkeluarga. Untuk itu, kita diajak dalam masa prapaskah dan paskah ini untuk menumbuhkembangkan kecintaan dan kebersamaan keluarga. Hal ini juga diserukan dalam tema APP 2010 secara umum : ”Kesejatian Hidup Dalam Keluarga”. Di Keuskupan Surabaya, Uskup bersama stafnya lebih mempersempitkan lagi menjadi ”Aku Cinta Keluarga”. Diharapkan dengan adanya tema keluarga dapat berkumpul, misalnya makan dan doa bersama. Dari situ akan timbul kebersamaan dan kecintaan keluarga secara utuh.

Dan, orang tua lebih memberikan kepercayaan dan kebebasan anak dengan kontrol sosial melalui kumpul keluarga minimal dalam satu bulan satu kali. Dengan begitu keluarga harmonis tercipta dengan sendiri.

Seperti illustrasi ini, ada salah seorang Frater sangat mengasihi anak-anak nakal. Mereka diterima. Mereka boleh berbuat apa saja dengan syarat tidak merugikan atau mengganggu orang lain. Dalam waktu 6 bulan, mulai terlihat perubahan-perubahan sikap dan tingkah laku anak didiknya, yang dulunya pemurung sekarang mulai ceria, yang dulunya tidak acuh sudah mulai memperlihatkan gejala-gejala interes terhadap teman-temannya dan sebagainya. Mereka mulai berubah, mereka menemukan gambaran dirinya yang sebenarnya. Setiap orang membutuhkan rasa aman, merasa diterima apa adanya. Benih membutuhkan tempat untuk tumbuh. Anak membutuhkan persemaian yaitu keluarga Allah, keluarga anda, keluarga Katolik. (L. Vicky)
foto : google.com