Senin, 11 Januari 2010

Opini


MUPAS Keuskupan Surabaya
"Momentum bagi Pengejawantahan Gereja Umat Allah Berdaya Juang Bung Tomo"

Tanpa terasa, sudah 6 uskup, memimpin keuskupan Surabaya. Banyak hal telah dilakukan keenam uskup; termasuk uskup sekarang, Mgr. Vincentius Sutikno Wisaksono, Pr. Mulai dari penetapan tahun 2009 sebagai tahun pendidikan, dimana di setiap paroki dan komunitas diadakan kolekte khusus untuk dana pendidikan sekolah-sekolah Katolik di keuskupan Surabaya yang minus; pembentukan perangkat pastoral baru, Kantor Koordinasi Pastoral, yang berperan dalam membantu tugas Vikep; pembentukan dewan pastoral dan dewan imam, sampai pelaksanaan Musyawarah Pastoral (MUPAS), yang telah berlangsung pada tanggal 26-28 Nopember 2009, sebagai sarana untuk penetapan arah dasar keuskupan Surabaya. Sisi lain, terjadi banyak kekurangan tenaga pastoral (romo diosesan), sehingga ada paroki yang hanya dipimpin oleh seorang romo.

Sebagai umat, tentunya sebuah kebanggaan memiliki seorang gembala yang mampu menjadikan keuskupan Surabaya lebih hidup sebagai cerminan gereja umat Allah; dalam arti, Gereja yang peduli terhadap kondisi dunia pendidikan Katolik yang cenderung minus. Namun, sebuah refleksi akbar perlu dilakukan, karena jumlah panggilan menjadi seorang romo diosesan mengalami kemerosotan yang tajam dalam hal jumlah.

Lebih sakit lagi, keuskupan Surabaya yang memiliki semangat kepahlawanan karena kota Surabaya adalah kota pahlawan, menjelang MUPAS, memiliki banyak pemuda yang lebih suka untuk berkaktivitas di sekitar altar saja, ketimbang berkompetisi di pasar. Ini terlihat, dari ragam kegiatan yang sering diadakan oleh orang muda Katolik keuskupan Surabaya (OMK-KS), seperti: retret, camping rohani, jaga parkir, diskusi tanpa aksi, dan pentas seni. Lebih parah lagi, mudika yang aktif cuma sepuluh persen. Sisi lain, masih banyak mudika yang nganggur, masih banyak umat yang penghasilannya hanya cukup untuk makan; masih banyak umat yang anaknya tidak bisa sekolah sampai ke jenjang perguruan tinggi. Padahal, setiap kali kolekte, jumlah uang yang terkumpul cukup lumayan; apalagi, kolekte khusus untuk dana pendidikan sekolah minus, jumlahnya lumayan besar. Jika saja, dana tersebut diprioritaskan untuk membantu umat yang butuh modal usaha, butuh dana untuk membiayai anaknya sekolah, melatih mudika untuk berwirausaha, momen MUPAS sungguh-sungguh akan menjelma menjadi peristiwa yang mampu menunjukkan jati diri keuskupan Surabaya sebagai keuskupan yang memiliki semangat juang yang tinggi, seperti Bung Tomo.

MUPAS Keuskupan Surabaya
Melihat kondisi tersebut, momen MUPAS menjadi sebuah jalan yang mesti dilewati untuk mewujudkan keuskupan yang benar-benar Suroboyo Asli; keuskupan dimana setiap gembala dan umatnya selalu waspada dalam menghadapi setiap bahaya yang ada.

Menjawab itu, tentunya banyak hal yang digodog pada MUPAS tanggal 26-28 Nopember 2009 yang lalu. Banyak komponen umat dan gembala yang terlibat; mulai dari dewan imam, dewan pastoral, tokoh umat dan perwakilan para biarawan/ti. Mereka semua telah mencurahkan segala pemikirannya, sehingga arah dasar keuskupan Surabaya dapat diwujudkan. Pertanyaannya, 'Apakah arah dasar yang dihasilkan dalam MUPAS, akan sungguh-sungguh dihayati dan dilaksanakan secara sungguh-sungguh? Ataukah hanya dijadikan sebagai pedoman yang cuma ditulis dengan rapi tapi tidak dijalankan?'

Dengan demikian, arah dasar keuskupan Surabaya yang telah berhasil dirumuskan dalam MUPAS, “Gereja Keuskupan Surabaya sebagai Persekutuan Murid Kristus yang Semakin Dewasa dalam Iman, Guyub, Penuh Pelayanan, dan Misioner”, tidak hanya sekedar menjadi sebuah kumpulan data saja. Akan tetapi, mampu menjadi sebuah pedoman bagi setiap pelaksanaan kegiatan pastoral di keuskupan Surabaya.

Sementara itu, beberapa bulan ke depan, pasca MUPAS, di setiap paroki dan komunitas akan diadakan banyak kegiatan sosialisasi hasil MUPAS; untuk mendukung hal tersebut, banyak poster, baliho, dan spanduk, yang akan dipasang di papan pengumuman di setiap gereja dan komunitas. Sisi lain; menjadi tantangan tersendiri bagi umat, dalam menerima, menghayati, dan melaksanakan hasil MUPAS. Jangan sampai, MUPAS, sebuah musyawarah yang menghabiskan banyak dana, hanya menjadi sebuah momen yang mati; sebuah momen yang tidak mampu membangkitkan dan menggerakkan umat dan gembala keuskupan Surabaya. Jika hal ini terjadi, tidak dapat dipungkiri jika MUPAS hanya menjadi momen yang ujung-ujungya menghabiskan banyak uang tetapi tidak ada wujud realnya.

TRP MUPAS

Jika sudah demikian, langkah apa yang mesti dilakukan, sehingga pasca MUPAS, peran serta gembala dan umat dalam mewarnai kehidupan menggereja di keuskupan Surabaya sungguh-sungguh mengalami peningkatan yang luar biasa. Salah satu langkah yang dapat dikerjakan adalah Pembentukan Tim Relawan Pasca MUPAS (TRP MUPAS). Dengan adanya TRP MUPAS, umat dan gembala dapat memperoleh data yang akurat terkait hasil-hasil MUPAS dan pasca MUPAS.

Nantinya, TRP MUPAS akan membuat data base hasil MUPAS dan setiap wujud real yang diperoleh pasca MUPAS. Untuk mengakses semua itu, umat dan gembala dapat mengaksesnya lewat internet (blog dan web) dan handphone (sms center). Semua fasilitas tersebut (blog, web, dan sms center) disiapkan oleh TRP MUPAS, bekerjasama dengan Kantor Koordinasi Pastoral (KKP). Dengan demikian, kontrol dan evaluasi terhadap hasil MUPAS dan kegiatan pasca MUPAS dapat dilakukan dengan efektif dan efisien.

Ada MUPAS atau tidak, yang penting keuskupan Surabaya memiliki Arah Dasar; sehingga setiap langkah dan tindakan yang dilakukan oleh umat dan gembala, mengarah pada tujuan yang sama; sehingga tidak ada kesan bahwa umat dan gembala itu asal nrobos. Alhasil, akan terwujud Gereja Umat Allah yang mampu mencerminkan dirinya sebagai Gereja yang Memiliki Semangat Kepahlawanan Bung Tomo. Keuskupan yang memiliki banyak pahlawan yang rela berkorban agar setiap umatnya memiliki penghasilan yang cukup; rela berkorban demi lahirnya tunas-tunas bangsa yang mampu sekolah sampai jenjang perguruan tinggi.

Agustinus Amapoli Karangora
karangora2k@yahoo.com

Pemuda Katolik


Romo Eko Lantik Pemuda Katolik Jatim

Untuk mengoptimalkan kinerja organisasi, pengurus Pemuda Katolik Jawa Timur periode 2009-2012 mengadakan rapat kerja daerah pada 18-19 Desember di PK3A Widya Dharma Jl. Dukuh Kupang Timur XIII/12-B Surabaya. Agenda utama adalah penyusunan program strategis periode 2009-2012.

Penyusunan program ini dibagi dalam tiga tahap. Tahun 2009-2010, pembentukan dan penguatan cabang, komisariat cabang, dan komisariat anak cabang. Tahun 2010-2011, terpolanya sistem kaderisasi, dan tahun 2011-2012, terpolanya gerakan kemasyarakatan. Ada enam dari 13 cabang yang mengikuti rakerda ini. Keenam cabang itu Surabaya, Sidoarjo, Kediri Kabupaten, Kediri Kota, Madiun Kota, dan Kabupaten Lumajang. Masing-masing mengirimkan 2-3 peserta.

Sebelum rakerda, seluruh pengurus Pemuda Katolik Jawa Timur dilantik oleh Romo Yosep Eko Budi Susilo, Ketua Komisi Kerawam Keuskupan Surabaya. Upacara pelantikan yang sedianya dilaksanakan pada pukul 18.00 sedikit molor, karena menunggu tamu undangan. Pada 18.30 acara pelantikan dimulai diawali dengan penyerahan mandat dan berita acara dari ketua PK sebelumnya, Ansfridus Legho, kepada ketua terpilih, I Dewa Made RS, disaksikan pengurus lain.

Setelah penyerahan mandat, protokoler pelantikan dipimpin oleh ketua terpilih. Rm. Eko yang mewakili hirarki Gereja Katolik sekaligus pembina PK langsung melantik dengan mengenakan jas Pemuda Katolik berwarna kuning muda kepada Dewa Made. Setelah melantik Rm. Eko dan ketua terpilih PK, menandatangani berita acara pelantikan. Dengan demikian, secara resmi Dewa Made sah sebagai ketua Pemuda Katolik Jatim periode 2009-2012.

Romo Eko berharap agar PK Jatim bisa berbenah diri. Meskipun PK mengalami kevakuman cukup lama, bukan berarti setelah pelantikan ini kita tidur terus. Ada yang perlu dipersiapkan misalnya membentuk cabang-cabang di daerah, konsilidasi dengan orang muda Katolik, membuka kembali jaringan dengan Ormas lain seperti KNPI, Ansor. Selain itu, "Pada tahun 2014 ada pemilu. Bagi PK Jatim apa yang bisa ditawarkan," ujar pastor asal Solo ini.
Romo Eko menegaskan, meskipun pelantikan ini tidak dihadiri oleh pengurus pusat PK, kepengurusan PK Jatim ini sah. Sebab, yang melantik adalah hirarki Gereja Katolik. Ini sekaligus menanggapi dualisme kepengurusan PK Jatim. "Kepengurusan yang satu merupakan hasil Muskomda di Hotel Narita. Sementara kepengurusan yang saya lantik ini adalah hasil Muskomda pada tanggal 2 Agustus 2009 di Aula Paroki HKY. Jadi, ini sah," ujar Romo Eko menegaskan lagi.

Pada kesempatan tersebut, Dewa Made mengucapkan terima kasih kepada hirarki Gereja Katolik yang bersedia melantik pengurus PK Jatim. Ini sebagai bentuk dukungan agar PK bisa berkembang di Jatim. Menurut Dewa, pelantikan dan rakerda ini jadi satu paket supaya lebih efektif. Rakerda ini tidak lepas dari tiga program strategis yang telah disusun. "Nanti pada pertemuan kita bisa menyusun ha-hal yang bersifat teknis untuk mencapai ketiga sasaran tersebut," tegasnya. (sil)