Kamis, 21 Januari 2010

Tamankan Sikap Peduli Lingkungan di Hati Seminaris

Alam menyediakan udara untuk dihirup, air diminum, dan sinar matahari untuk energi, tanah yang ditumbuhi tanaman dan tempat pendauran bahan organik secara alamiah (alam mampu menyembuhkan dir secara alamiah). Alam selalu berubah oleh aktivitas tektonik, vulkanik, dan manusia mengubahnya dengan kebudayaan dan teknologinya.

Sidang KWI tahun 2004 mengingatkan bangsa Indonesia untuk menghadapi tiga penyakit sosial yang merusak keadaban publik yakni korupsi, kekerasan, dan kehancuran lingkungan, “Kerusakan lingkungan sudah sampai tahap membahayakan hidup manusia…., Kerusakan itu sudah mengakibatkan kerusakan lingkungan baru. Bukan hanya pohon-pohon yang hancur, tetapi iklimpun terpengaruh oleh kerusakan itu”. (Nota Pastoral , Keadaban Publik: Menuju Habitus Baru Bangsa, November 2004)

Kerusakan lingkungan hidup di Indonesia setiap tahun hutan hilang 2 juta hektar karena penebangan hutan secara liar dan besar-besaran, setiap hari ada ribuan bahkan ratusan ribu ton limbah beracun dari pertambangan, industri yang dibuang ke sungai dan laut, konversi lahan besar-besaran untuk kelapa sawit, serangan hama belalang di Pulau Sumba, di NTT pun banyak daerah yang setiap tahunnya kekeringan.

Siapa yang merusak dan mengapa tega menghancurkan lingkungan? Yang merusak itu manusia juga yang dapat ditemukan dalam tiga poros kekuatan yakni negara, masyarakat pasar, dan masyarakat warga. Pengelola Negara dianggap paling bertanggungjawab karena dari awal salah menanganinya.

“Lingkungan hidup adalah lingkungan yang dapat menjamin kehidupan yang layak bagi generasi demi generasi,” tegas Prof. Dr. koesnadi Hardjasoemantri, SH.

”Melihat persoalan itu, pembelajaran mengenai lingkungan berperan penting dalam membangun kesadaraan pemberdayaan peserta didik dan masyarakat terhadap kerusakan, pelestarian lingkungan dalam bentuk pertanian organik, dan pengembangan ekonomi kerakyatan.”

Penyajian materinya perlu diintegrasikan ke dalam mata pelajaran yang ada di setiap jenis dan jenjang pendidikan. Arahnya ditempatkan dalam konteks pembangunan berkelanjutan.

Menurut Romo I. Ismartono, SJ, kesadaran anak didik terhadap kerusakan lingkungan perlu dibimbing sampai pada tahap aksi. Perlu guru panutan dan yang mampu menerapkan metode bertahap dari informasi, olah informasi, sentuh hati dan lalu aksi
Sedangkan Romo Y. Sari Jatmiko, Pr mengajak kita menempatkan pendidikan lingkungan sebagai pendidikan kontekstual melalui lingkungan sosial, fisik, dan lingkungan hayati. (Educare no 3/II/ juni 2005)

Sikap Ekologis
Sikap ekologis merupakan akibat dari perkembangan teknologi yang menawarkan banyak sekali kemudahan kepada manusia. Namun demikian, beberapa kemudahan harus dibayar dengan harga yang tak sepadan. Daripada membawa sapu tangan, dunia modern menawarkan tisu yang dapat dibeli dengan mudah dan murah.

Padahal di lain sisi bahan dasarnya harus diambil dari menebang pohon-pohon. Daripada harus membawa keranjang untuk belanja, hampir setiap supermarket dan toko-toko menyediakan tas plastik bagi pembeli, secara tidak sadar, orang meminta tas plastik bila kebetulan penjual tidak memberinya tas platik. Padahal plastik sangat sulit diuraikan oleh alam.

Hampir setiap supermarket di Eropa tidak lagi memberikan tas plastik secara cuma-cuma. Mereka menjual tas paltik seharga Rp 2.000 sampai Rp 3.000. Karena dengan cara itu orang akan mempertimbangan membeli tas baru atau membawa tas bekas untuk belanja.

Beberapa perusahaan sudah menunjukkan sikap bertanggung jawab atas sampahnya. Perusahaan pembuat tinta printer sudah mulai menyertakan amplop untuk mengirimkan kembali bekas tempat tinta printer ke pabrik asalnya tanpa pungutan biaya.

Di Surabaya ada salah satu upaya membeli sabun, sampo, minyak langsung ke pabriknya dan membawa tempat sendiri yang harganya tentunya lebih murah daripada jika membeli dengan tempatnya di toko, pasar, swalayan.

KTT Tokyo, Bali dan Kopenhagen juga berupaya memperhatikan, tindakan terhadap kerusakan-kerusakan bumi karena sampah atau polutan.

Kepedulian terhadap lingkungan perlu digalakkan dengan berbagai cara, yakni pembuatan kompos, daur ulang, penghijauan, pertanian organik, tebang pilih, penanganan limbah dan lain-lain.

Pengelolaan kompos, pemberdayaan bakteri anaerob untuk penghasil gas alami (biogas), pemanfaatan tanaman penarik polusi logam berat dan pemanfaatan cacing untuk mempercepat pembuatan pupuk alami merupakan upaya-upaya pengembalian lingkungan pada fungsinya. Sebenarnya secara alamiah lingkungan mampu untuk mengembalikan diri atau menyembuhkan diri menjaga keseimbangan sistem di lingkungan namun karena aktivitas manusia yang tidak memperhitungkan akibatnya pada lingkungan sehingga hal tersebut sulit terjadi. Misalnya aktivitas manusia dalam pembuatan dan penggunaan plastik yang baru dapat terurai secara alamiah dalam waktu yang lama, jenis plastik tertentu baru dapat terurai setelah 100 tahun, jadi dapat kita bayangkan tumpukan sampah yang dapt merusak kehidupan biota tanah.

Di alam secara alamiah terjadi siklus, pemulihan kembali, penguraian mahluk hidup yang mati, dan terus berlangsung selama masih ada kehidupan di bumi.

Daya dukung lingkungan (kemampuan alam/lingkungan mendukung kehidupan berbagai mahluk hidup di dalammya) dan daya lenting lingkungan (kemampuan lingkungan untuk pulih kembali pada keadaan seimbang jika mengalami perubahan atau gangguan) perlu selalu kita jaga agar selalu dapat mendukung kehidupan di bumi.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa lingkungan mampu menanggulangi perubahan-perubahan selama perubahan tersebut masih dalam daya dukung dan daya lentingnya.

Kalau akar masalah harus dibereskan, pendidikan memiliki peran yang amat sentral. Maka muatan-muatan lokal dari segi pendidikan harus dikenalkan kepada siswa dalam konteks lingkungan hidup. Dengan demikian orang tahu betul bagaimana dan seperti apa pengelolaan kawasannya. Sehingga tidak terjadi kesalahan dengan mengadopsi teknologi dari Negara continental sedangkan kenyataannya Indonesia Negara kepulauan yang jelas penanganannya berbeda.

Penanganan limbah organik dapat secara langsung (contohnya untuk makanan ternak) maupun secara tidak langsung karena memerlukan proses terlebih dahulu, yaitu proses daur ulang (contohnya pengomposan dan biogas).

Penanganan limbah anorganik melalui proses daur ulang. Limbah anorganik yang dapat didaur ulang antara lain plastik, logam, dan kaca. Namun limbah yang dapat didaur ulang harus diolah terlebih dahulu yaitu dengan sanitary landfill, pembakaran (incineration) atau penghancuran (pulverisation).

Demikian juga kepedulian terhadap lingkungan yang dilakukan di Seminari. diantaranya pelatihan pembuatan kompos-materi Save Your Planet, seminar dan pelatihan daur ulang sampah (sampah daun,kertas, palstik, kaca, studi lapangan di Wana Patria, pembuatan karya tulis yang juga mendukung terlaksananya pembuatan kompos dengan sistem keranjang TAKAKURA.

Proses pembuatan dilanjutkan dan telah dilengkapi dengan mesin pengiling, rumah kompos, green house, dan disosialisasikan ke semua siswa tidak terbatas kelas IPA, termasuk karyawan (bapak-bapak). Bahkan penjadwalan pengerjaan tiap hari dan diupayakan inovasi-inovasi baru untuk lebih memberikan daya tarik terhadap pengolahan sampah organik.

Ketika seminaris libur, mereka mengadakan kepada pendamping dan karyawan. Dengan tujuan menanamkan semangat peka dan peduli terhadap lingkungan. Sehingga diharapkan para seminaris juga peduli dengan lingkungan dan menjadi habitus yang diawali dari kegiatan di asrama diteruskan di rumah dan kelak mereka kelak menjadi pelopor-pelopor di lingkup yang lebih luas. (Johana)