Minggu, 05 Oktober 2008

Refleksi Hari Pangan Nasional 2008



Berpikirlah Kristis Dalam Menciptakan Keanekaragaman Pangan
dan Menyelamatkan Bumi


"Dan Bunda Gereja sepanjang sejarah senantiasa mengajarkan bahwa semua barang ciptaan diperuntukkan bagi semua orang. Alam serta kekayaannya diusahakan demi pengembangan lingkungan hidup yang menghasilkan kesejahteraan bagi setiap orang dan seluruh masyarakat .... Manusia membutuhkan daya dukung lingkungan alam ciptaan. Dan memelihara hidup manusia baik untuk hari ini maupun hari depan.” (Surat Gembala tentang Lingkungan Hidup tahun 1989)


Melalui Hari Pangan Nasional 2008 yang diperingati tanggal 16 Oktober 2008, bahkan dunia juga memperingati Hari Pangan Sedunia atau World Food Day adalah satu momen di mana masyarakat Indonesia diajak untuk merefleksikan dan memperhatikan kembali kondisi pangan Indonesia. Kita lihat data yang diolah oleh Panitia HPS KWI mengatakan bahwa jumlah penduduk Indonesia 2008 sebesar 220 juta jiwa dan terus berkembang. Jika konsumsi beras per kapita sebesar 115 kg/tahun, maka jumlah yang harus dipenuhi tahun ini sebesar 25,3 juta ton, atau setara gabah kering giling (GKG) 43,5 juta ton. Untuk memenuhi produksi yang aman, diperlukan lahal seluas 8,7 juta ha. Data riil mengatakan tahun 2008 ini setelah dikurangi laju konversi lahan sawah menjadi non pertanian yang mencapai 134 ribu ha/tahun, diperkirakan seluas 11,4 juta ha. Jadi tahun ini diperkirakan surplus beras. Kenapa Indonesia menjadi kekurangan beras, hal ini ada apa? Diperlukan kepekaan dan kepedulian dalam mencerna dan melakukan terobosan baru dalam mengatasi permasalahan ini? Bagaimana kondisi nantinya di tahun 2018, diperkirakan laju pertumbuhan penduduk tahun 2018 1,5% per tahun, maka populasi penduduk mencapai 270,8 juta jiwa. Kebutuhan beras sebanyak 40,2 juta ton atau setara 69,1 juta ton GKG, yang dapat dihasilkan dari luas panen 13,8 juta ha. Padahal luas sawah yang ada tinggal 10,45 juta ha. Dikhawatirkan pada satu dekade mendatang Indonesia sudah krisis pangan.
Untuk mengatasi krisis pangan ini diperlukan terobosan baru dalam mengisi celah-celah tersebut. Melalui Hari Pangan ini harus dijadikan momentum yang terbaik dalam menumbuhkembangkan kembali ke pertanian organik, pertanian organik bukan saja tuntutan kebutuhan konsumen tetapi juga menadi kepentingan petani. Karena pertanian organik ini menjadi dasar bagi perwujudan kemandirian petani dan mengurangi ketergantungan dari pihak luar yang mewajibkan petani menggunakan pupuk berbahan kimia dan pestisida. Padahal pupuk kimia dan pestisida ini mengelabui kita dan para petani, karena secara tidak langsung bila petani terus menerus memakai pupuk tersebut melegalkan pemanasan global. Pemakaian pupuk yang berbahan kimian salah dalam budidaya tanaman, khususnya yang monokultur pada hamparan luas, akan meningkatkan akumulasi gas ammonia di atmosfir.
Seperti yang diungkapkan Eddy Locke, Staf Komisi PSE di Wisma Pastoral Hati Kudus Yesus lantai 3, memang kalau menggunakan pupuk yang berbahan kimia tahan hama dan tumbuhnya cukup bagus bila dilihat kasat mata, tetapi hasilnya bila dikonsumsi masyarakat akan membuat ketahanan tubuh kita tidak baik. Tampaknya enak dikonsumsi, didalamnya membunuh kita secara berlahan-lahan, ungkap Staf Komisi PSE.
"Memang pertanian organik ini bertolak belakang dengan pertanian kimiawi dan transgenik yang dikendalikan secara ekonomi, politik, sosial, dan budaya karena sebagai hasil kebijakan neo-liberalisme. Kita harus kritis terhadap kebijakan neo-liberalisme dalam mengatasi kondisi krisis pangan tahun 2018 nantinya. Pertanian organik mampu kesuburan tanahnya sebaliknya pertanian kimiawi merusak kesuburan tanah.”
Maka perlu ditumbuhkembangkan kemandirian petani dan masyarakat melalui pertanian organik, pertanian organik ini didukung juga melalui penggunaan pupuk kompos, pestisida alami, budidaya padi melalui padi organik, dan pembenihan/pemuliaan tanaman. Pupuk kompos diciptakan melalui daun-daun yang kering, sampah basah, kotoran ternak.
Pupuk kompos ini juga telah digalak oleh salah satu Media Harian di Surabaya bekerjasama dengan Pemerintah kota Surabaya mencanangkan Green and Clean dengan gerakan penghijauan dan mengurangi sampah dari Tempat Pembuangan Akhir melalui pemilahan sampah diantaranya sampah basah, kertas, dan plastik. Sampah basah ini diolah kembali menjadi pupuk kompos melalui keranjang Takakura yang telah diproduksi oleh pihak Pusdakota, sampah kertas didaur ulang digunakan sebagai diary msupun bingkai yang dikombinasi dengan daun kering ataupun biji-bijian dari pohon pinus, sedangkan plastik didaur ulang menjadi souvenir yang apik seperti tas dari kemasan deterjen, topi, vas bunga, dan bunga dari bahan plastik.
Tidak hanya pupuk kompos masyarakat juga perlu melakukan diversifikasi pangan dengan menanam berbagai ragam sumber pangan, diantaranya jagung, ketela, ubi, sukun, kelapa, sayuran dan buah. Salah satu contoh yang dilakukan Bapak Tatang H Soerawidjaja membuat bahan baker dari Ubi-ubian, yakni Singkong yang dinamakan Biofuel. Biofuel merupakan bahan bakar yang berasal dari tumbuhan atau hewan, biasanya dari pertanian, sisa padatan juga hasil hutan. Coba kita lihat biofuel, khususnya etanol. Melalui proses sakarifikasi (pemecahan gula komplek menjadi gula sederhana), fermentasi, dan distilasi, tanaman-tanaman seperti Singkong dapat dikonversi menjadi bahan bakar, (Sumber : Trubus, Judul : Mengebor Bensin di Kebun Singkong, 12/01).
Jangan berpikir kalau belum makan nasi (beras, red.) berarti belum makan. Pemikiran yang kolot untuk dibuang jauh-jauh. Hal ini juga dibarengi dengan usaha ekstensifikasi membuka lahan baru tanpa merusak daya dukung alam. Perlu diberi kesempatan mengolah lahan milik pemerintah dalam meningkatkan lapangan pekerjaan. Pemerintah janganlah egosi lahan yang ada hanya diperuntuk kalangan pemodal ataupun investior untuk pembuatan mal, villa, hotel, dan Ruko. Pembuatan mal, villa, hotel, dan ruko suatu kebijakan yang tidak berpihak pada petani. Padahal kebutuhan pangan sangat mendesak harus segera direalisasikan untuk kepentingan bersama.
Untuk mengembalikan semangat dan mental petani pada pertanian yang ramah lingkungan dan menghasilkan makanan sehat diperlukan adanya pencerahan untuk penyadaran. Pencerahan yang dilakukan dan didukung oleh semua pihak dan terlebih kebijakan pemerintah baik soal perundang-undang, anggaran, tenaga dan perhatian untuk implementasi.
Tidak hanya pertanian organik yang telah digalak oleh berbagai LSM, seperti di Blitar dan Magelang. Perlu juga usaha ternak dan ikan, ternak ini berfungsi sebagai tabungan dan tenaganya bisa dimanfatkan untuk membantu para petani membajak sawah dan mengurangi penggunaan traktor, karena harga BBM sekarang ini sedang gil-gilaan. Dagingnya dapat meningkatkan mutu gizi keluarga para petani. Petani juga bisa melalukan usaha tanaman toga dapat menghasilkan obat-obatan alami tanpa harus mengeluarkan biaya lagi untuk ke dokter, karena tidak semuanya obat atau resep dari dokter berasal dari alami juga berasal dari bahan kimian. Memang kita sehat tetapi daya tahan tubuh kita lemah.
Untuk itu perlu dilakukan penanaman pohon, diantaranya pohon penghijauan, pohon buah, dan pohon industri di berbagai tempat, salah satunya yang dilakukan oleh Komisi Justice, Peace and Integration of Creation (JPIC) dari tarekat SVD dan SSpS Jawa mengadakan aksi bersama penanaman 6.000 pohon mangrove pada Sabtu, (14/6) di pantai timur Wonorejo, Kecamatan Rungkut, Surabaya. Kegiatan ini bekerja sama dengan Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Surabaya, Gereja Katolik Roh Kudus, dan warga Wonorejo, menanggapi isu pemanasan global atau global warming, perubahan iklim, serta penggerusan pesisir pantai Wonorejo, Surabaya (Sumber Jubelium), karena penanaman pohon ini berfungsi sebagai penyangga kebutuhan air di saat musim kemarau dan pelindung laju air (run-off) yang perlu mendapat perhatian serius, hutan di Pulau Jawa tinggal 10%.
Begitu juga dilakukan oleh pemerintah kota Surabaya telah mengalakkan Ruang Terbuka Hijau, diantaranya Kebun Bibit, Taman Bungkul, Taman Apsari, dan Taman Prestasi. Ruang Terbuka Hijau (RTH) dikemas menjadi ekosistem yang cukup tinggi manfaatnya bagi masyakarat kota Surabaya, karena RTH berfungsi sebagai filter udara dan daerah tangkapan air, dan mengurangi kadar zat pencemar udara serta menambah kenyamanan kota. RTH juga sangat efektif mengurangi efek-efek climatological heath pada lokasi pemusatan bangunan tinggi yang berakibat pada timbulnya anomali-anomali pergerakan zat pencemaran udara yang berdampak destruktif baik terhadap fisik bangunan maupun mahluk hidup.
Akhirnya RTH melahirkan suatu tempat yang menyajikan unsur refreshing, tempat wisata, keindahan bunga dan pohon, satwa yang ada juga memilki nilai pendidikan lingkungan. Hal ini direspons oleh SDK St. Theresia I, peraih penghargaan Adiwiyata 2007 untuk selalu menumbuhkembangkan pendidikan nilai melalui peka, peduli, dan berbudaya lingkungan sebagai interaksi antara manusia dengan alam telah diterapkan oleh mereka dengan memilah dan mendaur ulang sampah, baik itu sampah daun, basah, plastik, dan kertas. Bahkan komunitas biara, Puteri Kasih (PK) yang berpusat di Kediri pun peka, peduli, dan berbudaya ramah lingkungan dengan menggalakkan daur ulang plastik dari berbagai plastic kemasan deterjen disulap menjadi souvenir yang cantik, yakni tas jingjing.
Umat Katolik, khusunya Keuskupan Surabaya baik di Paroki maupun di Stasi hendaknya mempunyai inisiatif untuk membuat program pengadaan ruang terbuka hijau, penanaman pohon, usaha ternak dan ikan, usaha tanaman pangan dimulai dari keluarga sendiri dan yang terpenting menjaga kesehatan lingkungan untuk mengantisipasi krisis pangan dan lingkungan di tahun 2018. (asep.)

Cerpen

Menitih Bekas Telapak Sang Guru


Hans tak pernah kenal lelah mendorong gerobak jualannya, walaupun matahari telah kembali ke alamnya. Hari itu dia lagi apes. Jajan yang dijualnya masih banyak. Tinggal satu harapan yang tersisa. Biasanya di malam Minggu Taman Bungkul ramai dikunjungi orang. Dia pun mendorong gerobaknya ke sana. Bersyukur, harapannya terpenuhi. Jajannya habis terjual.
Hans selalu mengharapkan akan suatu perubahan hidup. Dia berusaha kerja lebih keras lagi. Tak sengaja terlintas dalam pikiran, berusaha menemukan orang-orang yang sudah sukses. Pada hari Minggu, sebagaimana biasanya, Hans setelah selesai misa dia duduk di serambi depan gereja, hanya melepas lelah dan kepenatan dari hati dan pikirannya.
Hans terus memperhatikan seseorang yang keluar terakhir dari dalam Gereja. Hans mengekang hati menggebu ingin menyapa. Ternyata orang itu lebih dulu menyapa. “Belum pulang pa”? tanya orang itu sembari melangkah. “Belum, pa”! Hans langsung berdiri dari tempat duduknya dan mengikuti orang itu. “Pa, sebenarnya saya ingin bicara dengan Bapak.” “Silahkan pa, mungkin ada yang saya bisa bantu” kata orang itu. “Aku ingin mencontohi, Bapak, “mengapa bapak bisa sukses”?
“Saya sendiri lagi memikirkan bagaimana supaya bisa sukses. Tapi kita coba bersama berjuang supaya mendapatkan kesuksesan itu.”
“Tunggu aja di sini pada jam yang sama, besok pagi kita ketemu.” ujar bapak sambil bergegas menuju mobil mewahnya.
“Terima kasih pa” kata Hans sambil menunduk. Kemudian orang itu melambaikan tangan mengucapkan selamat tinggal, Hans pun membalasnya.
Keesokan paginya, Hans bergegas ke gereja menepati janji menemui bapak itu.
“Sudah dari tadi pa”? “ Baru lima menit”. “Itu awal kesuksesan bapak, selalu tepat waktu.”
“Mari kita masuk ke kantin” lanjut orang itu mengajak Hans masuk ke kantin yang berada di samping Gereja. Kemudian orang itu memesan makan. “Hans mau makan apa”? “Terserah bapak mau pesan apa’! orang itu pun pesan dua porsi bakso dan kembali duduk berhadapan dengan Hans.
“Pa kerja Hans kerja di mana”? “saya jual jajan keliling pa”.
“Berapa keuntungan per hari”? “tak mesti. Kalau diambil rata-rata kurang lebih 30.000/hari”.
“Putranya berapa”? “tiga orang”.
“Pa Hans sebenarnya lebih sukses dari saya, dapat memanfaatkan uang itu dengan baik”.
“Itu dengan terpaksa saja, pa. makanya saya bertemu dengan bapa hari ini. Mungkin ada langkah-langkah apa saja yang saya bisa saya lakukan supaya sukses”.
“Yo! Kita makan dulu”, ajak orang itu, ketika dua mangkuk bakso disodorkan di depan mata mereka.
Di sela-sela makan tak ada pembicaraan khusus, sedangkan Hans sangat mengharapkan ada kiat-kiat sukses dari orang itu. Makan sudah selesai.
“Maaf pa Hans, saya tak ada waktu lagi”.
“Ini untuk bapak”! orang itu menyodorkan amplop tebal warna putih. Hans menyesal, “aku tidak butuh uang”. Gumamnya dalam hati. Kemudian Hans membuka amplop tersebut. Ternyata isinya ada surat-surat yang berisi tulisan, denga judul “Dia yang sukses bukan aku”. Hans mengambil posisi sepi. Di bacanya surat itu.
Pa Hans, saya sudah merencanakan pertemuan kita. Saya tak bisa mengatakan kiat-kiat sukses seperti ini atau seperti itu. Karena saya sendiri belum sukses. Yang sukses sesungguhnya adalah Yesus Kristus. Bila kita dengan jeli menarik isi kitab suci tentang kedatangan dan perjalan Yesus dalam karya keselamatan. Yesus menjalani perintah BapanNya. Tujuan akhirnya adalah bangkit dari orang mati. Ini mengandung arti bahwa dengan kebangkitan Kristus kita pun sadar dan bangkit serta harus berubah dari kebiasaan buruk, kebiasaan menjauhkan diri dari Allah. Yang paling penting kita harus balik atau kembali ke citra kita sesungguhnya yaitu sebagai manusia yang menyerupai Allah. Menyerupai Allah mengandung arti kita sebagai anak Allah. Kita harus bertindak berbuat sesuai dengan ajaranNya. Hal itu memang sulit sebab kita manusia yang lemah, manusia biasa. Namun dibutuhkan kesadaran akan berubah disetiap saat. Bilamana kita menyadari apa yang kita lakukan salah. Di sinilah pertobatan atau perubahan melalui proses yang terus menerus setiap saat.
Maaf, pa Hans bukannya saya mau mengulas kitab suci tetapi lebih menekankan bagaimana perjalanan Yesus sebagai orang sukses sejati, sang guru, sang teladan kita. Yesus menjalani karya keselamatan. Diawal tugasNya, datang ke dunia Yesus menemui kesulitan. Tak ada tempat yang layak bagiNya, lahir ke dunia melalui Maria. Lahir di kandang Domba, tempat yang paling hina menurut pandangan manusia. Dalam pewartaaNya Dia diolok, diejek, ditolak karena anak seorang tukang kayu. Yesus tidak pernah kendor atau putus asa. Dia tetap berkarya. Kita harus punya keyakinan seperti Yesus yang siap menerima resiko. Terutama terhadap para penguasa pada waktu itu. “Disinilah tantangan kita pada persaingan hidup saat ini”.
Yesus tidak pernah mengeluh ketika Dia disalibkan. Dia menerima semuanya itu sebagai tugas yang mulia yang harus Dia emban, demi keselamatan umat manusia. Tak ada rasa dengki, tak kenal lelah hingga sampai dipuncak Golgota. Jika Yesus melawan para serdadu atau algojo maka Dia tak akan capai ke puncak Golgota. Dia tidak akan mengalami kematian dan tidak ada kebangkitan dari orang mati. “Dia taka akan sukses”. Maka pesan untuk kita. Kita harus tetap tekun menjalani usaha kita demi tujuan kita. “Kita harus sukses”.
Singkat kata kita harus mengambil makna dari perjalanan hidup Yesus. Kita harus memiliki tujuan atau impian. Itu yang motivasi kita dalam usaha, memiliki rencana kerja, supaya kerja kita tidak acak-acakan, ada target waktu pencapaian agar kita punya semangat kerja yang tak asal-asalan, harus sadar akan kendala-kendala yang dihadapi atau resiko dan konsisten, berdoa. Kita yang merencanakan, Tuhan yang menentukan, kita harus luwes sehingga pekerjaan itu tidak menjadi beban serta mampu bekerja sama dengan orang lain. Serta yang paling penting kita harus punya pekerjaan pasti. Ya seperti “jualan jajan”.
Tentukan target keuntungan perbulan, misalnnya 3 juta, maka dalam sehari 100.000 selama 30 hari. Sekarang pendapatan, keuntungan 30.000 per hari maka yang harus ditambah adalah 70.000. Jika dikerjakan sendiri maka pa Hans harus kerja 24 jam. Tetapi untuk memudahkan pekerjaan, anda bisa menitipkan sebagian jajannya ke stan jualan atau warung. Keuntungan memang tak sebesar seperti jual sendiri. Tetapi kalau kita mengambil dari akumulasinya, hasilnya kan lumayan. “Untuk itu saya titip 200.000 sebagai tambah modal”. Uang itu untuk pa Hans. Bila perkembangan baik dalam sebulan, nanti temui saya di gereja setiap misa pertama hari Minggu. Selamat pa Hans. Semoga kesuksesan Kristus selalu memberkati kita.
by prihatin.
Terima kasih Bapa atas pertolonganmu lewat pa Prihatin. “Hans mengucap syukur sembari mencium surat itu sebagai ucapan terima kasih kepada pa Prihatin”. Komitmen dalam hati Hans, sepulang ke rumah dia akan memulai langkah-langkah seperti yang ditulis dalam sepotong kertas dari pa Prihatin. (Jhon A)

Paduan Suara Laetitia Luventae

Gelar Oratorium Maria















Paduan Suara Laetitia Luventae didirikan bersama dengan pentahbisan Uskup Surabaya, Mgr. J. Hadiwikarta (Alm.), pelayanan pertama kali Laetitia Luventae bertugas di Perayaan Ekaristi beliau. Tercatat dalam sejarah Keuskupan Surabaya, Laetitia Luventae berdiri tanggal 25 Juli 1994 yang didirikan oleh Anton Tjahjoanggoro, Albert Maramis, Anton Teguh, Marcellino Rudyanto, Matheus Suprat, Ardi Handojoseno (Pastor Ordo SJ), B. Sotyoanggoro, dan Edy Prast.
Usia ke-14 merupakan usia yang tidak singkat, berbagai suka duka telah dilalui, hingga mewarnai kehidupan liturgi gereja Katolik, khususnya di Keuskupan Surabaya. Bahkan karya-karya komponis besar, diantaranya Mozart, Bach, Beethoven, sampai Paul Widyawan dinyanyikan oleh Laetitia Luventae, baik itu melalui konser maupun perayaan ekaristi.
Nama Laetitia Luventae tidak hanya sekedar nama, karena nama pelindung ini mempunyai makna setiap katanya. Laetitia berarti sukacita, luventae adalah anak muda. Dengan melihat makna tersebut, Laetitia Luventae juga mempunyai motto “Per Laetitiam Luventae ad Caelestiam” seluruh anggota, pendiri dan alumnus selalu bersukacita dan bersemangat muda demi kerajaan Allah di surga. Konsep Paduan Suara Laetitia Luventae, sebuah Paduan Suara kader, artinya para anggotanya dituntut untuk belajar dan terus belajar dengan tujuan supaya dapat mengabdikan dirinya ke Bunda gereja. Sampai dengan tahun 2008 ini kurang lebih 100 alumni yang tersebar di Indonesia. Sampai semangat untuk memuji dalam bernyanyi tetap ditanamkan dalam diri mereka.
Berangkat dari tujuan paduan suara itu sendiri bahwa pengabdian kepada Bunda Gereja, Paduan Suara Laetitia Luventae (eLlu) menggelar “ORATORIUM MARIA”, Minggu Legi (31/8), di Gedung World Trade Center (WTC), ruang Mojopahit, lantai 3, tepatnya di jalan Pemuda 27-31.
Dalam sambutannya Anton J. Tjahjoanggoro, selaku Ketua Panitia, ORATORIUM MARIA kali pertama diadakan oleh eLlu, biasanya paduan suara lainnya hanya dan atau kadang mengadakan konser.
ORATORIUM MARIA jarang dilakukan oleh kelompok paduan suara lainnya, ORATORIUM MARIA ini devosi kepada Bunda Maria yang dimadahkan dalam pujian sekaligus mempunyai alur cerita. Melalui Maria, kita dibawah pada perantara menuju Yesus, Guru kita, sambut Anton.
“Kali ini Paduan eLlu dalam memadahkan ORATORIUM MARIA ini beranggota kurang lebih 26 anggota dengan didukung 10 pemain musik, diantaranya Biola, Violin, Saksofon, dan Organ, sebagai Conductor saat itu, yakni Matheus Suprat. Dihadiri oleh ratusan umat Katolik Keuskupan Surabaya.”
Dengan dibuka doa oleh Sr. Agatha, OK pertanda ORATORIUM MARIA dimulai dengan lagu pertama “Magnificat” selanjutnya Bunda Maria (Peace), Maria Penuh Rahmat, Benedicta Estu. Pujian pun dikumandangkan yakni Perawan Pilihan Allah, Mari Muliakan Allah, dan Ave Maria Schubert.
Sebagai devosi, Rm. Arnold Suhardi, SMM, romo dari SMM merupakan Serikat Maria Montfortan, tarekat hidp bakti tingkat kepausan yang didirikan St. Louis-Marie de Montfort (1673-1716). Mulai berkarya di Keuskupan Sintang, Kalimantan Barat, sejak 1939. Romo Arnold menyampaikan rahasia Maria, bukankah mengatakan sesuatu tentang Maria berarti masuk ke wilayah yang problematic? Kalau begitu mengapa menari masalah? Bukankah lebih aman dan lebih penting kalau beriman kepada Allah Tritunggal saja, tanpa perlu memperhatikan secara saksama bagaimana Allah Tritunggal ini telah keluar dalam ekonomi keselamatan untuk mewujudkan karya keselamatanNya dalam kegenapan waktu. St. Louis-Marie de Montfort (1673-1716) dengan lantang berkata : “Sahabatku, orang Kristen yang dipilih dan dicintai Allah, kepadamu kusampaikan sebuah rahasia. Rahasia ini telah disampaikan kepadaku oleh Yang Mahatinggi, jelas Romo Arnold.
Romo Arnold menegaskan kembali bahwa dia belum berhasil menemukannya di satu buku pun yang dia baca, baik yang lama maupun yang baru”. Jadi, Maria rupanya mempunyai suatu rahasia yang masih harus dikatakan lagi melalui ORATORIUM MARIA dan terus-menerus kepada seluruh umat beriman, karena rahasianya itu berkait dengan identitas rohani mereka (gereja).
Rahasia Maria, pertama-tama terletak pada Allah Tritunggal, karena sessungguhnya yang menjadi rahasia Maria itu sendiri adalah Allah Tritunggal. Tanpa Allah Tritunggal, Maria tidak ada artinya dan bukan siapa-siapa, tetapi karena Allah Tritunggal sendirilah yang menjadi dasar dari seluruh keberadaan, sumber kekuatan untuk seluruh perannya dan orientasi dari seluurh hidupnya. Sehingga Maria menjadi “sakti” karena Allah Tritunggal telah berkenan membentuknya secara khusus dalam rahim ibunya, memilihya untuk menjadi baitNya, membimbing pertumbuhan pribadi dan peziarahan imanya, dan dalam kegenapan waktu melibatkannya dalam misteri penjelmaan PuteraNya karena karya Roh Kudus. Itulah rahasia Maria yang membuat kita mengenal Maria. Sehingga selalu melakukan devosi-devosi Maria, jelas Romo Arnold.
“Perlu diketahui itu semuanya bukan semata-mata kemauan Maria, melainkan Allahlah yang telah menghendakinya!. Karena itu pribadi dan peran Maria tidak pernah menggantikan apa yang menjadi hakikat dan peran Allah Tritunggal. Maria juga tidak pernah menempatkan dirinya sejajar dengan Allah Tritunggal. Sesungguhnya, Maria sama sekali tidak ada artinya di hadapan Allah. Maka dari itu, Maria selalu tunduk dengan menunjukkan sikapNya melalui kelembutan hati, kerendah hatian, dan kesederhananNya.”
Rahasia Maria kedua yang hendak disingkapkan St. Montfort juga soal perannya kini dalam Gereja. Jadi rupanya Allah melibatkan Maria bukan hanya dalam misteri Kristus, tapi juga dalam misteri Gereja, karena hubungan pribadi dan kerjasamanya dengan Roh Kudus, yang merupakan Aktor utama kekudusan Gereja. Maria marupakan rahasia untuk “memperoleh” rahmat Allah agar kita bertumbuh dalam kekudusan. Dasarnya, bukan hanya oleh karena Maria merupakan anggota Gereja yang “unggul dan tunggal”, tapi berakar dalam kehendak Allah itu sendiri.
Rahasia Maria ketiga yang mau dinyatakan St. Montfort adalah suatu cara hidup yang baiknya dihayati untuk mengefektifkan peran Maria sebagai rahasia rahmat itu, yang disebutnya sebagai “Pembaktian Diri kepada Kristus lewat tangan Maria”. Ini adalah suatu seni hidup kristiani yang dihayati dalam kesadaran dan komitmen yang tinggi untuk pertumbuhan kekudusan, karena kita meniru dengan sempurna jalan yang ditempuh Allah Putera untuk datang kepada kita karena karya Roh kudus, sesuai dengan kehendak Bapa, seru romo dari SMM.
Lebih jauh, setelah firman dari Romo Arnold mengenai rahasia Maria dikumandangkan kembali pujian umat, diantaranya Ave Maria J.S. Bach, Ave Maria By Masha sampai lagu Ndherek Dewi Maria tak luput dikumandang oleh Laetitia Luventae. Akhirnya tak terasa ORATORIUM MARIA sudah selesai ditandai dengan berkat penutup dan lagu penutup Ave-ave berikut petikan lagunya Di Lourdes di gua sunyi terpencil, Tampaklah Maria perawan murni, Ave, Ave, Ave Maria. Melalui ORATORIUM MARIA dalam kerangka semangat Montfort, mendendangkan sebuah kehidupan yang indah dan bahagia, yang kunci rahasianya adalah Allah sendiri. Melalui lagu pujian, doa, dan pengajaran, eLlu seakan mau berkata kepada Anda semua, kepad kita semua, seperti yang telah dikatakan St. Montfort sendiri : “Kepadmu kusampaikan sebuah rahasia”, pesan Romo Arnold. (asep.)

Open House 60 tahun Seminari Menengah St. Vincentius a Paulo

Ajang Safari Panggilan

Masih semarak 60 tahun Seminari Menengah St. Vincentius a Paulo, usai menggelar reuni akbar (27-28/6) dan membentuk Ikatan Keluarga Alumni Seminari Garum, pihak Staf Seminari dan Formartur menggelar kembali semarak 60 tahun, kali ini kemasannya lain daripada yang lain. Kemasan ini tidak hanya diperuntukkan untuk alumni ataupun keluarga besar Seminari, melainkan diperuntukkan bagi kalangan umum (umat, red.) dari beberapa paroki di Regio II serta Paroki dari Surabaya.

Kemasan kali ini dinamakan open house sekaligus ajang untuk safari panggilan bagi orang muda Katolik yang tertarik dengan panggilan khusus, diantaranya imam dan suster.

Saat Jubelium turun dari Bus Restu persis di depan Gerbang Seminari disambut dengan tulisan yang terpampang jelas yakni “Selamat Datang di Open House Seminari Garum.” Memasuki gerbang Seminari suasananya penuh kemeriahan dengan adanya ubul-ubul menghiasai sepanjang jalan menuju lokasi open house.

“Open house ini diadakan selama tiga hari dua malam, Jumat sampai Minggu Kliwon (12-14/9) di tiga wilayah diantaranya wilayah pertama-St. Vincentius, wilayah kedua-Gua Maria-lapangan basket, dan wilayah ketiga-depan garasi.”

Beberapa lama kemudian Jubelium disambut oleh Seksi Tamu dari panitia open house. Salah satu seksi tamu bertanya dari mana mas? Dengan santai Jubelium menjawab dari Jubelium. Mendengar dari Jubelium, panitia mengatakan dari tadi sudah ditunggung Bapak I. L. Parsudi, salah satu Guru Bahasa. Silakan mas, langsung saja ke ruang guru.

Parsudi menjelaskan Jumat Pon (12/9) diadakan lomba Bilinggua atau bercerita dengan menggunakan Bahasa Inggris, peserta yang mengikuti lomba tersebut juga cukup lumayan banyak memperebutkan Tropi Bapak Uskup, salah satu pemenangnya yakni dari SMP Santa Maria-Surabaya.

Untuk lomba kording (Koran Dinding) karena pesertanya kurang dari lima tidak ada lomba, maka peserta yanag telah datang tetap dipersilakan untuk membuat kording yang temanya tentang kegiatan open house. Dari semua liputan yang dilakukan peserta kording banyak yang mengcover proses pembuatan kompos dan daur ulang yang dibuat Seminaris. Peserta Kording ini dari siswa-siswi SMP Santa Maria Tulungagung dan SMP Santa Maria Surabaya, jelas Parsudi.

“Jumat malamnya, para pengunjung dihibur dengan teater dari mudika Paroki St. Yusuf, Blitar.”

Usai berbincang dengan L. Parsudi, Jubelium meninggalkan ruang guru melihat pernik-pernak dekorasi dari gabus yang ditata apik, di samping kiri tembok ruang Tata Usaha Seminari tampak galeri foto aktivitas para seminaris. Bahkan di pilar terlihat jelas petunjuk arah yang bertuliskan Workshop dan lomba daur ulang.

Sabtu Wage (13/9) mengadakan Bedah Buku “Melepaskan Panah, Melukis Pelangi (Rahasia Pendidikan Calon Pemimpin di Seminar)” dengan narasumber Rm. Dr. Alfonsus Tjatur Raharso dan Drs. Robertus Angkowo, MM. Bedah buku ini semakin menarik dan suasananya santai berkat moderator, Rm. Cosmas Benediktus Senti Fernandez. Rm. Tjatur lebih menyoroti dari tiga aspek, diantaranya sejarah, refleksi, dan tantangan. Dari aspek sejarah yang menulis Rm. Dr. Armada Riyanto, CM, Rm. Julius Haryanto, CM, aspek refleksi yang menulis Yohanes Bosco Hariono, Rm. Budi Prasetyo, Rm. Hardjo Dirono, CM, sedangkan aspek tantangan ditulis oleh Rm. Ignatius Buidono, CM, Rm. Y. Gani Sukarsono, CM. Lain halnya Robertus lebih pada kritikan pendidikan seminari dilihat dari kemasyarakatan, terang Parsudi by call to Garum.

Usai mengasah otak dengan bedah buku, pengunjung disegarkan pula dengan santapan rohani, doa Taize. Doa Taize ini dikoordinir oleh ikansegar. Yosua, ikansegar Surabaya mengatakan doa Taize diadakan di aula mulai pukul 21.30 yang telah dipersiapkan seminaris lengkap dekorasinya untuk mendukung suasana doa yang sifat kontemplatif ini.

Begitu pula di lapangan Bulutangkis disulap menjadi stan pameran dari Suster SSps dan Suster PK. Selain mengajak untuk tertarik menjadi suster, kedua suster dari SSps dan PK mengadakan kampaye damai menyelamatkan Bumi dari sampah dengan memperlihatkan produk-produk dari daur ulang, seperti membuat tas dari kemasan deterjen, mobil-mobilan dari kardus-kardus bekas, dan vas bunga.

Keesokan harinya, Minggu Kliwon (14/9), Jubelium membantu proses penjurian lomba menggambar, sebelum penjurian dilakukan koordinasi dengan tiga juri lainnhya, diantaranya Eko (Pelukis asal Madiun), Fransiskus (Pelukis asal Sidoarjo), dan Felix Sad Widu W (Kartunis, ikansegar 1994).

Proses lomba menggambar diadakan di Aula, Aula dibatasi dengan menggunakan tali rapih supaya orang tua, pengunjung melihat dari batas tersebut. Rm. Widya, Romo Kesiswaan Seminari mengucapkan lomba menggambar untuk kelas IV-VI dan Bina Iman Anak Katolik dari berbagai paroki, diantaranya Surabaya, Blitar, Wlingi, Jombang, Trenggalek, Tulungagung, dan Kediri, ucap Rm. Kesiswaan.

Tepat pukul 09.15 WIB, lomba menggambar dimulai dengan 41 peserta, peserta langsung menuangkan ekspresi ke dalam kertas gambar, ada yang mulai membuat sketsanya dulu dan ada pun langsung mewaranai untuk membuat kombinasi backgroundnya.

Saat dikonfirmasi oleh Jubelium salah satu juri menggambar, Felix Sad Widu mengatakan lomba menggambar mengambil tema,”Aku Cinta Gerejaku”. Kreteria penilaian lebih menekankan pada ide, gagasan, konsep nilai 50 persen lebih besar dari teknik, komposisi warna, kerapian dan kebersihan. Lomba menggambar berakhir pukul 11.15 WIB, penjurian kita ambil langsung 13 karya karena pemenangnya dibagian menjadi 10 terbaik dan 3 juara (Juara I sampai III).

Salah satu calon frater kelas IV, Andreanus Jegan (24) menjadi fungsionaris sie. Koran mengatakan senang banyak peminatnya, bahkan BIAK saya juga mengikuti lomba menggambar. Saya tidak menekankan harus juara, tetapi lebih mengutamakan keberanian diri untuk tampil meningkatkan potensi anak dalam menumbuhkembangkan pribadi anak secara utuh. Calon frater ini bertugas praktek pastoral stasi di Stasi Banjarsari Sumber Bendo, Paroki St Petrus Paulus-Wlingi mengatakan BIAK saya yang mengikuti lomba ini salah satunya yang duduk di depan bernama Aan, Sekolah di Banjarsari 02 Kelas 6.

Usai lomba menggambar peserta dihibur berbagai acara, diantaranya Band, sulap, dan tari-tarian dari BIAK Blitar. Tidak hanya dimanjakan dengan panggung gembira di Lapanngan Basket. Peserta lomba menggambar, pengunjung dimanjakan dengan bazaar di wilayah tiga. Di Bazar berbagai sajian menarik ditawarkan oleh Guru-guru, seperti Soto Ayam, Tahu Campur, Bakso, makanan favorit Seminaris “RW” alias sengsu, soft drink, kopi, es jus, dan berbagai minuman tersedia di Bazaar. Tempat makannya dikemas layaknya café orang muda dibuat lesehan lengkap dengan dekorasi sambil makan melihat galeri foto yang dikombinasi hiasan kain warna-warni.

Melintasi selasar menuju kelas XI sampai XII, tertata apik dekorasi yang didesign oleh Seminaris dengan daur ulang mulai dari bambu, kertas semen, daun kering, masuk di kelas XI IPS dipamerkan Karya Ilmiah Remaja diantaranya rumpu bahasa, rumpu IPA, dan rumpu IPA. Tampak asyik, salah satu anak melihat, bermain replika gunung meletus dengan dikombinasi kolam mini di sekitar dihiasi bunga-bunga.

Tidak hanya Karya Ilmiah Remaja yang dipamerkan, salah satu kebanggaan seminaris dalam bidang jurnalistik ikut ditampilkan di kelas XII IPS, Parade Karya-Papan Kreasi (Pankreas) dan majalah Viva Vox mulai dari terbitan tahun 1995-2007 dipajang rapi papan display. Mulai dari proses pembuatannya pun diperlihatkan dari membuat artikel, ilustrasi yang disebut Vignet, mendesign cover hingga proses layout pun dijelaskan oleh para seminaris. Selain Majalah Viva Vox, Seminaris juga mempunyai kreasi lain, Terra Santa.

Terra Santa ini tempat ajang seminaris mengekspresikan dalam karya seni, diantaranya membuat patung sampai proses pewarnaan atau pengecatan, membuat rosario, daur ulang seperti bingkai foto dari daun kering dan kertas daur ulang, lukisan dari pelepah pisang, replika sepeda pancal, dan pin. Bahkan cara membuat rosario ditunjukkan oleh seminaris, semisal salah satu cewek sedang asyik membuat rosario, Cicilia Novita (17) dari Paroki St. Maria-Tulungagung mengatakan asyik melihat proses pembuatan rosario ini dan tertantangan untuk mencobanya. Ternyata setelah dicoba, gak sabar ingin menyelesaikan dan memakainya berdoa devosi kepada Bunda Maria, kata Cicilia.

Rm. Martinus Irwan Yulius, CM (30), pembimbing Terra Santa, saya menjadi pembimbing katakanlah begitu baru saja, sebelumnya Rm. Widya. Cara kerja Terra Santa untuk tahap I, kelas X diajarkan pembuatan rosario setelah itu ditempatkan pada devisi lainnya, seperti pembuatan patung, daur ulang kertas bekas, daur ulang lilin, daur ulang pelepah pisang, dan pengelolahan buku rohani.
Saat berada di meja display pembuatan kompos, Jubelium dijelaskan oleh Romo Yulius proses pembuatan kompos mulai dari mengumpulkan sampah basah setelah itu dicacah kemudian dimasukkan ke dalam keranjang Takakura. Tunggu beberapa Minggu, pupuk kompos jadi kemudian dikemas ke dalam plastik yang telah disablon bertuliskan Kompos Segar : “Be a Friend For Our Earth”.

Setelah dijelaskan oleh Rm. Yulius, Jubelium melangkahkan kakinya di ruang kelas IV melihat lomba daur ulang, ada delapan kelompok yakni Paroki Santo Yusuf-Blitar, Paroki Santo Yosef-Ngawi, Paroki Jombang-stasi Kertosono, Paroki St. Maria Jombang, dan Paroki St. Maria-Blitar. Dari hasil lomba daur ulang ini berbagai karya original dipamerkan meja display. Karya original, diantaranya hiasan dinding, tempat permen dari disket yang telah usang, tempat bolpen, pensil terbuat dari gelas air mineral dikombinasi dengan kertas krep, kerang, pohon natal terbuat dari gelas air mineral disusun apik kombinasi kertas berkas dan daun kering diletak acak sebagai backgroundnya, vas bunga dari plastik, sedotan, dan meja mini terbuat dari kardus bekas lengkap dengan lampu duduknya dihiasi sandal jepit terbuat dari kardus serta kain percah.

Di detik-detik terakhir, kedua juri dibinggungkan dalam penilaian, sempat binggung dalam menentukan sang pemenang karena karya-karya daur ulang sangat bagus, salah satu juri bernam Yohanna, Guru Biologi Seminari menjadi juri daur ulang dalam open house ini jadi binggung mau milih yang mana, pokoknya nanti dijadikan satu dengan juri satunya biar kuat penilaiannya. Yohanna salut dengan semangat orang muda saat ini kreasinya cukup tinggi dalam menanggapi tantangan zaman ini. Barang yang tidak berguna bisa diolah lagi menjadi karya seni yang mempunyai daya tarik tersendiri untuk kita nikmati. (asep.)