Rabu, 16 Mei 2012

Diskusi Terbuka


MENGEMBANGKAN IMAN MELALUI KOMUNIKASI DAN MEDIA 
YANG EFEKTIF
(PENDEKATAN STRATEGI 5W+1H)

oleh: Errol Jonathans

GAGASAN
Keluhan tentang ketidaklancaran komunikasi merupakan problem laten organisasi apapun dan di manapun. Realita itulah (setidaknya yang dirasakan) yang mendorong stakeholder di beberapa paroki berusaha keluar dari hambatan tersebut, melalui acara Dialog Terbuka dengan topik: “Komunikasi Yang Efektif Dalam Mengembangkan Iman Melalui Media”.

Terdapat 3 makna kunci setelah menelaah topik tersebut. Kunci pertama adalah “Kesadaran tentang komunikasi yang efektif”. Kunci kedua tentang “Pemanfaatan media”, dan kunci ketiga “Tujuan mengembangkan iman” berlandaskan kunci pertama dan kedua. Apakah penyelenggara menyadari bahwa topik ini adalah sebuah gagasan besar. Mau dibilang topik ini idealistik tidak juga, karena itulah makna Gereja (dengan “G” besar). Tetapi dikatakan topik yang sederhana juga bukan, karena implementasinya membutuhkan strategi yang terencana dan konsisten dalam rancangan waktu (time frame) yang detil.

Untuk membahasnya, saya menggunakan pendekatan rumusan “5W+1H”. Rumusan ini populer di dunia media massa sebagai strategi terjitu untuk menyajikan informasi yang lengkap, komprehensif dan kredibel. 5W merupakan ringkasan dari: What (Apa), Who (Siapa), When (Bila), Where (Di mana), Why (Mengapa). Sedangkan 1H adalah How (Bagaimana). Hanya saja analisa ini tidak sampai ke implementasi operasional dan aksi yang detil. Makalah ini hanya memaparkan kerangka panduan yang mestinya dapat ditindaklanjuti umat Paroki Kelsapa secara mandiri. Penjelasan tentang pendekatan 5W+1H, maknanya sebagai berikut;

1) WHAT:
Unsur “What” mempertanyakan apa maksud komunikasi yang efektif? Definisinya adalah: “Proses spesifik pergerakan dan pertukaran informasi di Paroki antar Stakeholder”. Komunikasi sesungguhnya sebuah proses dan bukan tujuan akhir. Disebut sebagai proses yang spesifik, karena pesan-pesan yang hendak disampaikan komunikator diproses dengan memperhatikan siapa sasaran komunikasinya (segmentasi), dan melalui cara apa (kemasan), serta dampak apa yang diharapkan komunikator dari sasaran komunikasi (feedback atau respon). Dengan demikian segenap insan Paroki Kelsapa yang melaksanakan komunikasi, wajib mengetahui teknik berkomunikasi yang baik agar pesan yang disampaikan efektif hasilnya. Filosofinya: “Komunikasi yang efektif bukan tentang apa yang anda perkatakan kepada pendengar, tetapi apakah persepsi pendengar sesuai dengan yang anda maksudkan“.

Para komunikator Gereja Kelsapa juga wajib memahami, bahwa komunikasi intinya meliputi: 1) Alur Komunikasi dan 2) Tingkatan Komunikasi. Alur komunikasi terdiri dari 3 gerak prinsip, yaitu komunikasi yang bersifat: 1) Downward: yaitu komunikasi dari atas ke bawah atau lazim disebut komunikasi hirarkial. 2) Upward: yaitu komunikasi yang inisiatifnya datang dari bawah dan menuju ke atas, yang lazim disebut komunikasi partisipatif. 3) Lateral: yaitu komunikasi yang geraknya melulu ke samping kiri dan kanan saja. Model komunikasi ini bergerak di tataran yang sama, dan sederajad antara komunikator dengan khalayak target komunikasinya.      

Mengenai pengertian "Tingkatan Komunikasi" adalah level komunikasi. Yaitu komunikasi yang dilakukan dalam rumpun yang sama. Misalnya komunikasi antara pengurus DPP secara internal, juga antar sesama pengurus BGKP, atau sesama anggota Kategorial tertentu, dan dalam level Lingkungan atau Wilayah. Seharusnya komunikasi dalam kelompok terbatas ini lebih akrab dan cair, karena lebih sering bertemu. Situasinya pasti berbeda ketika komunikasi dilakukan antar kelompok, karena membutuhkan frekuensi yang lebih sering untuk lebih akrab.    

2) WHO:
Unsur “Who” mengidentifikasi siapakah pelaku komunikasi dan siapa sasaran komunikasi. Pelaku komunikasi Gereja Kelsapa adalah stakeholder Paroki Kelsapa. Siapakah mereka sesungguhnya? Elemen-elemen stakeholder Gereja adalah: Pastor Paroki, Pastor rekan, pengurus BGKP (Badan Gereja Katolik Paroki), pengurus Dewan Pastoral Paroki (DPP), penggerak Kelompok Kategorial, pelaksana Wilayah dan Lingkungan, serta kelompok mayoritas yang dominan yaitu segenap umat Gereja Kelsapa. Sementara itu pihak eksternal juga dapat dimasukkan sebagai bagian, karena faktanya Gereja Kelsapa juga harus berhubungan dengan pihak-pihak lain, seperti Keuskupan, paroki lain se Kevikepan dan Gereja lainnya.

Yang wajib disadari oleh segenap unsur Gereja Kelsapa, pada saat tertentu mereka berfungsi sebagai komunikator. Tetapi di saat yang lain posisi mereka dapat berubah sebagai sasaran komunikasi. Jadi setiap insan Paroki Kelsapa adalah komunikator sekaligus target komunikasi. Maka segenap umat Gereja Kelsapa dituntut mahir bertindak dan tahu detil kedudukannya sebagai komunikator, dan kapan sebagai sasaran komunikasi. Bila satu saat mereka dituntut mahir berbicara dan menulis, maka di saat lain dituntut mahir mendengarkan dan membaca.

3) WHERE:
Aspek “Where” menjelaskan di ranah mana saja komunikasi akan terjadi. Terkait dengan penjelasan tentang stakeholder Gereja, maka komunikasi sudah pasti terjadi di sektor-sektor struktural Paroki Kelsapa. Yaitu Pastor Paroki, BGKP, DPP, Kategorial, Wilayah, Lingkungan dan Umat.

4) WHEN:
Makna "When" bukanlah pengertian tentang kapan dalam konteks waktu. Tetapi diperluas dalam makna "manakala" dan "apabila". Jadi, komunikasi dikategorikan lancar manakala syarat-syarat utamanya terpenuhi. Yaitu: Paroki Kelsapa memiliki kebijakan (policy) yang jelas tentang tata cara dan alur komunikasi. Kongkritnya, diperlukan sistem sebagai kelengkapan organisasi paroki. Implementasinya menyangkut kejelasan prosedur, yang ditopang kelengkapan sarana komunikasi yang memadai. Untuk dapat menciptakannya maka kompetensi para pelaksana komunikasi Paroki Kelsapa haruslah memadai, dan merupakan orang-orang yang mumpuni ketrampilannya di sektor komunikasi. Meski pada umumnya umat berkarya di Gereja bukan untuk mencari nafkah, tetapi kesuksesan alur komunikasi wajib didukung ketersediaan dana yang memadai, karena menyangkut pengadaan alat komunikasi termasuk operasional kegiatannya.

5) WHY:
Kajian “Why” menyangkut pertanyaan mengapa komunikasi di Paroki Kelsapa harus lancar? ketidaklancaran komunikasi berarti kesenjangan komunikasi. Sudah tentu dampak komunikasi yang buntu adalah: ketidakjelasan informasi, makna dan persepsi yang keliru, bias komunikasi, kesalahpahaman, bahkan kesenjangan informasi (information gap). Yang sangat tidak diharapkan akibat ketidak efektifan komunikasi adalah peredaran desas-desus yang sudah pasti mengganggu keharmonisan seluruh elemen Paroki Kelsapa. Karenanya, demi produktivitas dan perkembangan Paroki Kelsapa ke arah yang dicita-citakan, kuncinya hanya terletak pada komunikasi yang efektif dan berdampak positif. Perhatikan: Ketidaklancaran komunikasi potensial menimbulkan apatisme umat kepada Gereja sendiri.


6) HOW:
"How" membahas cara dan strategi yang seharusnya dilakukan untuk mencapai komunikasi yang efektif. Untuk memperoleh fakta-fakta yang obyektif, Paroki Kelsapa sebaiknya mengadakan pemetaan kondisi dan situasi komunikasinya. Langkah berikutnya menganalisa situasi dan kondisi tersebut, sebelum memutuskan target pengembangan komunikasi yang hendak dilakukan. Untuk mencapai target tersebut perlu disusun strategi sekaligus parameter keberhasilan komunikasi yang dilaksanakan. Seluruh proses analisa dan perencanaan ini pada akhirnya sangat tergantung pada rancangan langkah operasional sebagai realisasi setiap rencana. Saat mengaplikasikan langkah operasional, perhatikan rekomendasi-rekomendasi yang disarankan.  

POTENSI KOMUNIKASI
Dunia telekomunikasi dewasa ini sangat kaya dengan sarana dan cara untuk berkomunikasi. Uniknya, cara dan sarana yang konvensional ternyata masih efektif digunakan, meski dunia saat ini telah kebanjiran teknologi telekomunikasi digital yang canggih dan mudah.

Sarana dan cara komunikasi konvensional ragamnya antara lain: 1)Komunikasi Verbal/tuturan, misal: dialog, rapat, diskusi, homili. Juga tersedia 2)Komunikasi Teks seperti: surat, pengumuman, lembar informasi. 3)Telekomunikasi, meliputi: telpon, SMS, email. 4)Media Massa konvensional terdiri dari: media cetak, radio dan televisi.

Pertumbuhan sarana dan cara komunikasi digital menghasilkan beragam sistem, seperti: Konvergensi (persilangan media massa konvensional dengan teknologi informasi), Media Online, Multi Media dan Media Sosial. Berbagai sistem ini menurunkan ragam model media komunikasi baru, baik yang bersifat personal maupun massa. 1)Dalam rumpun Media Online hadir: Website, Blog, Streaming media, On demand. 2)Di rumpun Media Sosial bertumbuhan: Friendster, Face Book, Twitter, You Tube. 3)Di Multi Media lahir: Electronic Book, CD-Rom, Game dan sejenisnya.   

REKOMENDASI
Terkait dengan tujuan pengembangan iman umat Paroki Kelsapa melalui komunikasi dan media, -juga usaha mendinamisasi komunikasi di Paroki Kelsapa-, metode dan sarana apa yang secara realistis dapat digunakan? Beberapa rekomendasi berikut dapat menjadi rencana aksi .

1. Komunikasi Verbal:
Meski tergolong paling konvensional, komunikasi verbal tetap efektif untuk digunakan. Terutama bentuk: Rapat, Konsultasi, Homili, Diskusi dan Pengajaran.

2.Komunikasi Teks:
Meski juga tergolong konvensional, efektivitasnya juga tidak meragukan, khususnya bentuk: Surat, Edaran, Lembaran dan Pengumuman.

3.Telekomunikasi:
Meski tergolong sederhana, Telpon, SMS, Email dan BBM direkomendasikan untuk digunakan.

4.Media Massa:
Dianjurkan berkonsentrasi pada media cetak, seperti: Tabloid, Majalah, Buletin dan Warta Paroki. 

REKOMENDASI KHUSUS:
Selain 4 Rekomendasi ini adalah menghidupkan peran dan fungsi seksi Komunikasi Sosial (Komsos). Lembaga struktural Paroki ini, ternyata sering tidak diberdayakan dan difungsikan sebagai konseptor dan motor komunikasi Gereja. Status dan fungsinya sering hanya sebatas pelaksana terbitan media massa. Tetapi Komsos jarang diperankan lebih strategis. Misalnya mendesain pola komunikasi Gereja, atau menjadi ujung tombak sektor komunikasi internal dan eksternal Paroki. Yang paling sering terjadi, Komsos tidak tahu harus melakukan apa, dan memahami tugas kewajibannya bagi Paroki dan Gereja. Untuk itu peran Pastor Paroki, BGKP dan DPP sangat diharapkan secara kebijakan maupun implementif, dengan menjadikan Komsos sebagai entitas komunikasi yang strategis.

Semoga Tuhan mengabulkan usaha-usaha baik kita demi penyempurnaan komunikasi dan media di Paroki Keuskupan Surabaya, sehingga pertumbuhan iman umat menjadi lebih subur karenanya. Amin.

Tidak ada komentar: