Kamis, 11 September 2008

Puisi

Pak Buta, Hatinya Terbuka

Si Tole badannya kurus alias lencir.
Bocah kecil, kepalanya agak gundul potongan marinir Tinggal di gang nyelempit (kecil) di kampung Surabaya.
Ia anak periang dan suka bergaya.

Suatu ketika, ia bermain bersama seorang teman. Yang kebetulan anak jalanan.
Bersepeda bersama di wilayah Wonokromo Surabaya.
Sial, sepeda angin kesayangannya dicuri orang, hilang entah ke mana.

Ia menangis mau bagaimana.
Mau pulang takut dimarahi ibu dan bapaknya. Linglung, sedih dan bingung bercampur
Si teman mengajak ngamen dan ngandhol sepur.

Ia setuju dan berharap, uang tuk ganti sepeda.
Segera ngandhol dan ngamen di kereta api jurusan Jakarta. Keputusan sang bocah, tanpa konfirmasi orang tua.
Orang tua linglung bingung mencari entah ke mana.

Segenap penjuru kota ditelusuri
Luar kota Surabaya termasuk Denpasar, Bali dijajaki. Hasilnya belum nampak
Orang tuanya bersedih ke mana gerangan si bocah bergerak.

Dalam pengembaraan si Tole bertemu aneka kekerasan
Diuber-uber petugas, sampai dimusuhi sesama pengamen.
Sudutan rokok pun berulang-ulang ia rasakan.
Ia kecap manis ganas kasarnya kehidupan.

Yang paling menyedihkan dan menyesakkan.
Dalam kebingungan, kelaparan, keputuasasan dan ketakutan. Dalam alam bebas tanpa norma.
Tole ditinggal pergi temannya.

Lebih sebulan hidup dalam ketidakpastian
Jauh dari dekapan orang tua. Jauh dari keharmonisan
Dekat kelaparan, kekerasan, kebohongan dan kecuekan
Ia merasa sendiri dan sendiri, hidup diperas orang lain

Saat menangis sendirian
Datang orang yang tak dikenal sendirian
Orang itu merasa kasihan dan iba kepada si bocah melas “Anak kecil sendirian, kok ada di wilayah ganas”

Dengan segala keterbatasan
Menggali informasi seputar Tole si bocah ingusan Dengan segenap kekuatan dan daya
Ia Mengantarkan Si Tole ke Surabaya
Sang orang tua pasrah nasib anaknya, sudah siap getir
Bagai mandapat wahyu, sekonyong-konyong kesamber petir
Anak yang sudah hilang
Tiba-tiba, tanpa kabar, Tole pulang
Puji dan syukur dipanjatkan pada Sang Ilahi dan Agung. Komat-kamit terima kasih kepada orang penolong.
Kaget dan terhenyak!!! Orang tua dan warga kampung. Setelah melihat kondisi penolong.
Bagai disambar gledek.
Antara percaya dan Tidak
Akhirnya toh percaya...
Sang Penolong matanya buta.
Mata buta hati terbuka
Berhati emas Pak Buta
Mengembalikan anak pada orang tuanya
Mengembalikan kebahagiaan anak dan orang tuanya

Si Tole berbekal daya ingat “nama kampung dan kota”
Berniat pulang pada orang tuanya
Bertemu Pak Buta yang luhur hati dan budinva
Jadilah kerja sama kemanusiaan yang luar biasa

Kisah nyata disarikan dari diskusi bersama kawan-kawan lama yang pernah aktif di YMM (Yayasan Merah Merdeka)
K. Karyadi. 2007

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Bwgitu tersentuh membaca cerita ini.
Kita diberikan mati yang sempurna . terkadang masih saja kurang bersyukur atas karunia yang Tuhan berikan.
Mati hati ku pun masih sering diburamkan oleh tingkah laku yang merasa kurang puas dan selalu melihat ke atas.
Padahal masih banyak orang yang belum tentu mendapat kebahagiaan yang aku rasakan.