Selasa, 22 Mei 2012

Unika Dharma Cendika Surabaya Bersama Puskat Yogyakarta


Bedah Film “SOEGIJA” 
di WTC Surabaya

Bertepatan Hari Kebangkitan Nasional dan Hari Komunikasi Sosial Sedunia, Universitas Katolik Dharma Cendika bekerja sama dengan SAV Puskat Yogyakarta menggelar Bedah Film “Soegija” di ruang Singosari lantai 3, WTC Surabaya.

Bedah Film ini menghadirkan pemeran utama Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ, yakni Nirwan Dewanto, Rm. G. Budi Subanar, SJ penulis Buku “Soegija”, dan Rm. Iswara Hadi salah satu pengelola SAV Puskat Yogyakarta.

Rm. Banar menceritakan tentang bukunya. Kedua buku itu menceritakan hal yang berbeda. Buku pertama mengisahkan kelahiran Romo Kanjeng sebutan Mgr. Soegija pada jaman dulu di tahun 1945an. Sedangkan buku kedua mengisahkan catatan harian Romo Kanjeng. Pada saat menulis buku II sumber utama benar-benar dari catatan harian romo kanjeng. Cukup ekstra keras dalam membahaskan ke dalam buku kedua saya, karena tulisannya sulit dibaca dan tulisan huruf latin, ceritanya.

Bagi Romo Banar, sosok Romo Kanjeng bukan orang Katolik saja, melainkan semasa kecilnya sudah menjadi anak nakal dan dipermandikan sejak duduk di bangku SMP. Sejak itulah pengalaman lintas budaya dan agama sudah mulai bertumbuh kembang mengikuti pertumbuhan jaman, jelasnya.

“Nilai kemanusiaan dan perkembangan budayanya membuat Romo Kanjeng semakin menghidupi nilai kekatolikkannya dan tidak menempatkan diri di gereja saja Walaupun Soegija sudah menjadi romo, bahkan sampai menjadi Uskup. Bahkan Romo Kanjeng menelorkan filosofi 100% Katolik, 100% Indonesia. Itulah sosok Romo Kanjeng,” jabar Romo Banar.

Paparan Romo Banar menambah bahan pertanyaan moderator, Wawan Kristanto. Untuk bertanya kepada Romo Iswara Hadi, SJ. Mengapa Romo membuat film Soegija? Padahal biayanya cukup besar, tanya moderator.

Romo Iswara menjawab konteks awalnya film Soegija dibuat bukan dalam kemas layar lebar. Melainkan kemas atau format DVD seperti film dokumenter. Setelah mengawali diskusi panjang lebar dengan sutradara-Garin Nugroho dan penata musik-Djaduk Ferianto, jawabnya.

Sebelum pembuatan film Soegija, Puskat telah mempuyai dua film dan mendapatkan penghargaan. Film Soegija dibuat karena kesinambungan dari film kedua dari romo Van Lith dan Uskup pertama pribumi. Romo Kanjeng merupakan murid dari Romo Van Lith dan Pahlawan Nasional yang mempunyai peranan bagi bangsa dan Negara, jabarnya.

Dari situlah proses pembuatan film. Film ini merupakan kisah nyata dan telah dilakukan riset dari berbagai sumber mulai dari tahun 2008. Dan, akhirnya film Soegija dibuat oleh Garin Nugroho. Garin Nugroho memilih peran utama, yakni Nirman Dewanto.

Nirwan Dewanto mengakui kaget disms oleh Garin. Karena dia bukanlah seorang aktor. Apalagi Nirwan seorang muslim yang berperan sebagai Romo Kanjeng. Nirwan menuturkan dia, seorang sastrawan yang mencoba belajar di dunia perfilman melalui ajakkan Garin.

Dia mengakui dunia perfilman baginya masih baru. Awal belum yakin tawarnya Garin. Berkat desak-desakkan Garin dan awal Oktober, dia meminta waktu 2 bulan untuk memikirkan tawaran tersebut. Akhirnya dia menyetujui peran Romo Kanjeng dengan mulai belajar literature dari buku-buku Romo Banar salah satunya, reading bersama sutradara, dan hidup bersama frater-frater di seminari, tuturnya.
Bagi dia, saya sebagai muslim tidak menjadi masalah sebagai peran Romo Kanjeng. Keluarga pun mendukung saya dalam memerankan Romo Kanjeng. Menjadi peran Romo Kanjeng tidak harus menjadi Katolik. Saya tetap menjalankan rutinitas keislaman saya.

 Dan, menyikapi yang berbeda, karena film yang baik, film yang memberikan terbaik untuk masyarakat dan memberikan wawasan terhadap bangsa dan Negara. Terutama nilai-nilai yang terdapat di film tersebut dan saya kira untuk lebih jelasnya nonton filmnya saja yang akan diputar 7 Juni nanti, papar Nirwan.

Bedah film ini semakin meriah dengan kedatangan Endang Laras dalam lantunan lagunya Kopi Susu. Lagu kopi susu juga mendapat lagu di film Soegija. Pada saat cuplikkan film terdapat adegan kelompok musik menghibur tamu-tamu dengan menyanyikan lagu kopi susu di hotel ASIA di film tersebut.

SINOPSIS FILM “SOEGIJA”
Film ini melukiskan kisah-kisah kemanusiaan di masa perang kemerdekaan bangsa Indonesia (1940-1949). Adalah Soegija yang diangkat menjadi Uskup Pribumi pertama dalam Gereja Katolik Indonesia. Baginya kemanusian itu satu satu kendati berbeda bangsa, asal usul, dan ragamnya.

Dan perang adalah kisah terpecahnya keluarga besar manusia. Ketika Jepang datang ke Indonesia tahun 1942, Mariyem (Annisa Hertami) terpisah dari Maryono (Abe), kakaknya. Ling Ling (Andrea Reva) terpisah dari ibunya (Olga Lydia).

Tampaknya keterpisahan itu tidak hanya dialami oleh orang-orang yang terjajah, tetapi juga oleh para penjajah. Nobuzuki (Suzuki), seorang tentara Jepang dan penganut Budhist, ia tidak pernah tega terhadap anak-anak, karena ia juga mempunyai anak di Jepang.

Robert (Wouter Zweers), seorang tentara Belanda yang selalu merasa jadi mesin perang yang hebat, akhirnya juga disentuh hatinya oleh bayi tak berdosa yang ia temukan di medan perang. Ia pun rindu pulang, ia rindu pada ibunya. Di tengah perng pun Hendrick (Wouter Braaf) menemukan cintanya yang tetap tak mampu ia miliki karena perang.

Soegija ingin menyatukan kembali kisah-kisah cinta keluarga besar kemanusiaan yang sudah terkoyak oleh kekerasan perang dan kematiaan. (asep, dari berbagai sumber)

Tidak ada komentar: