Sabtu, 04 Juli 2009

KDRT


Konco Wingking Belum Tentu Negatif


Kekerasan dalam rumah tangga seringkali terjadi pada perempuan. Perempuan ditindas oleh pria. Perlu diketahui bahwa perempuan sekarang bukan lagi sebagai ”konco wingking”. Konco wingking ini seringkali tugasnya di rumah yang hanya bisa macak, manak, dan masak.

Seringkali kaum perempuan diperlakukan tidak adil oleh laki-laki. Kerap kali kurang menghormati keberadaan sosok perempuan. Banyak kasus terjadi di Surabaya, bahkan di keuskupan Surabaya terjadi perceraian dikarenakan kekerasan. Kekerasan ini sering kali timbul karena minimnya komunikasi.

Kekerasan dalam rumah tangga terjadi, penyebabnya bukan hanya kekerasan fisik. Di antaranya kekerasan psikis, seksual, dan ekonomi. Keempat jenis kekerasan ini sering kali dilakukan oleh laki-laki.

Satu bulan lalu, koresponden mendapat kasus kekerasan rumah tangga yang termasuk di empat jenis tersebut. Katakanlah namanya Wanti yang berusia 28 tahun bercerita kepada koresponden T. Jubelium bahwa beberapa bulan yang lalu dia ditinggal suaminya bekerja di luar pulau. Nama suaminya, katakanlah Alfred (nama samaran, red.). Alfred ini pamitnya kepada istri mau merantau ke luar pulau untuk mencari pekerjaan.

Istrinya menyetujuinya untuk mencari pekerjaan ke luar pulau. Sampai di luar pulau, suami memberikan kabar bahwa dia telah bekerja di luar pulau. Kabar punya kabar hingga beberapa bulan kemudian, suami tidak kunjungan memberikan kabar ke istrinya.

Istrinya menjadi binggung, karena kondisi keuangannya semakin menipis. Seperti yang diungkapkan Wanti selama bekerja di luar pulau, suaminya memberikan nafkah kepada dia.

Padahal keluarga ini telah mempunyai satu anak perempuan yang kira-kira umur 10 bulan lebih. Keibaan terhadap anaknya tidak ada sama sekali, malahan kabar yang terakhir diterima oleh istrinya. Bahwa suaminya selama bekerja di luar pulau, ternyata telah menikah lagi dengan perempuan lain.

Betapa pedih hati istrinya mendengar kabar tersebut, hingga kebinggungan dalam mengatur kondisi keuangannya yang semakin menipis. Apalagi untuk biaya perkembangan anak perempuannya, seperti susu, pakaian, dan kebutuhan sehari-harinya. Bahkan yang terpenting mau tinggal dimana lagi, karena rumah yang ditempati hanya sekedar rumah kos yang berukuran kurang lebih 3x5 meter.

Tidak tahan akan tindakan dan tingkah laku suaminya, akhirnya Wanti mulai mencari jalan keluar. Beberapa kali mencari jalan keluar tidak ada penyelesaian yang baik. Sampai akhirnya kontak dengan koresponden T. Jubelium untuk meminta diantarkan ke salah satu panti asuhan Katolik di Surabaya. Koresponden T. Jubelium kaget sekali, Wanti datang dengan badan kurus dan membawa anak perempuannya. Tanpa panjang lebar koresponden T. Jubelium menyetujui akan ajak Wanti ini.

Diantarkannya ke panti asuhan yang dimaksud oleh Wanti, lama menunggu pengurus panti asuhan tidak ada. Akhirnya koresponden T. Jubelium memutuskan untuk membicarakannya kepada pengurus panti yang lain. Setelah koresponden T. Jubelium mempertemukannya, Koresponden T. Jubelium berpamitan, karena hendak kuliah.

Keesokkan harinya, teman-teman koresponden T. Jubelium yang lainnya memberikan kabar bahwa Wanti dan anaknya sudah pulang ke rumah orang tuanya. Karena tidak tega melihat kondisinya, teman-teman koresponden T. Jubelium mengantarkannya ke Lembaga Swadya Masyarakat Katolik untuk dimintakan uang transport selama menuju kota asalnya.

Teman-teman mengatakan bahwa barang-barangnya untuk sementara waktu dititipkan di panti asuhan tersebut. Dan, diantarakan oleh salah satu teman koresponden T. Jubelium sampai terminal Bungurasih.

Dan, perlu diketahui bahwa suami seperti itu bukan pria yang sejati, tetapi cowok atau laki-laki yang lari pada tanggungjawabnya. Belum siap untuk menjadi suami yang benar-benar sejati.

Inilah salah satu kasus kekerasan yang termasuk dalam jenis ekomoni dan psikis. Atau tidak dinafkahi lahir batin. Perlu diketahui bahwa hidup dalam rumah tangga seharusnya saling lengkapi. Dan, seperti yang dikatakan menciptakan komunikasi yang baik serta menerima apa adanya. Bahkan kalau kita melihat secara arti positif -konco wingking-tuganya bukan hanya 3M. Tetapi memberikan kekuatan yang tinggi bagi suami dalam mengatur rumah tangga.

Dengan adanya kasus ini menjadi pembelajaran kita semua untuk hati-hati dan membuat filter dalam mencari pasangan hidup. Buatlah tahap-tahap dalam masa penjajakkan untuk mencapai tujuan-pernikahan suci. Bahwa pernikahan ini tidak bisa dicerai beraikan dalam untung dan malang. Itulah kata-kata yang manis. Untuk mewujudnyatakan perkataan itu yang paling sulit.

Dan, bersyukurlah bahwa perempuan yang akan menjadi istri. Bahwa istri itu seorang ibu yang mendidik, bijaksana, lemah-lembut dan penuh kasih sayang dalam mendidik anak-anaknya, amanah dalam merawat dan menjaga harta yang dikumpulkan sang suami. Sang istri, yang dari filosofi wingking selalu mendorong dan menyemangati suaminya untuk selalu maju, tegar, dan tabah dalam segala keadaan mengarungi hidup.

Memang, filosofi konco wingking ini sebenarnya relatif sudah jauh bergeser konsepnya dalam konteks feminisme sekarang ini. Kalaupun masih banyak kaum perempuan yang masih menjadi konco wingking pada saat ini, hal itu lebih disebabkan oleh faktor eksternal seperti sulitnya mendapatkan pekerjaan atau sikap patriarkhis yang masih membekas di sana-sini.

Namun dalam hubungan personal antara lelaki dan perempuan, kedudukan kaum hawa saat ini relatif equal dengan kaum adam. Kalau akhir-akhir ini kerapkali terjadi kekerasan dalam rumah tangga, itu adalah soal lain yang timbul justru karena perempuan bukan lagi berperan sebagai sekadar konco wingking.

Melalui Revolusi Industri (1760-1830) yang bermula di Inggris barangkali bisa dianggap sebagai momentum awal terjadinya pergeseran paradigma seperti itu. Pada masa itulah konsep perempuan sebagai konco wingking terdobrak oleh dinamika industrialisasi yang menjadikan mereka sebagai perempuan pekerja.

Dengan kata pekerja ini sudah menjadi kata negatif yang tidak menghargai jerih payah perjuangan seorang istri dalam mendampingi suami. (asep.)

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Satu energi............
jadikan keluargamu...........
SURGAMU............