Kamis, 24 September 2009

Ekaristi Kaum Muda (EKM)


Antara Pro dan Kontra

“Sebab apabila semuanya itu ada padamu dengan berlimpah-limpah, kamu akan dibuat-Nya menjadi giat dan berhasil dalam pengenalanmu akan Yesus Kristus, Tuhan kita.” (2 Petr 1:18)


Salah satu contoh sebagai ilustrasi carut marut EKM, 28 Juni 2009, tepatnya Minggu di facebookku ada pesan diinboxku. Ternyata dari temanku, asal Paroki Yohanes Pemandi, Wonokromo depan rumah sakit Angkatan Laut. Pesan tersebut bertuliskan bahwa pada hari dan tanggal tersebut ada EKM dan lanjut Talk Show.

Talk Show ini membahas organisasi Orang Muda Katolik (OMK) versi Paroki Yohanes Pemandi. Kegiatan bertepatan dengan perayaan santo pelindung gereja setempat. Dan, dihibur oleh kelompok band yang menamakan dirinya Sindikat.
EKM menerangkan di facebookku mengatakan pukul 07.30 dimulai oleh OMK Paroki Yohanes Pemandi, Wonokromo. Dengan penuh konsep telah kusimpankan sebagai bahan wawancara kepada panitia. Konsep telah disimpankan semalam ternyata sia-sia.

Apa yang terjadi di dalam gedung gereja tersebut?, EKM yang diselenggarakan layaknya Ekaristi seperti hari Minggu biasa. Perbedaannya terletak pada lagunya yang agak ngepop. Dan, seragam koornya memakai busana cinta budaya Indonesia, yakni Batik bermotif bunga dan daun dengan kombinasi warna coklat-kecoklatan. Petugas tata tertibnya memakai busana putih dengan kombinasi celana panjang hitam. Bahkan gaya khotbah romonya monoton dengan metode satu arah berada di mimbar.

"Hal inilah yang membuat OMK menjadi jenuh. Pindah kelain hati untuk merasakan situasi kondisi yang berada. Bisa dibilang OMK menginginkan sesuatu ekaristi ala OMK yang unik dari lainnya." Namun, perlu diketahui bahwa gereja Katolik ini berporos pada satu pusat. Tidak sembarang membuat ide dan konsep ekaristi ala OMK. Perlunya kajian untuk menyelenggarakan ekaristi ala OMK.

Awalnya, OMK harus mengerti sebenarnya ekaristi itu apa di dalam tatanan liturgi di gereja Katolik, terutama dalam kebijakan di Keuskupan Surabaya. Keuskupan Surabaya sendiri juga tidak main potong sendiri. Keuskupan Surabaya juga berpedoman pada Konferensi Wali Gereja Indonesia.

Gereja Katolik dalam merayakan ekaristi mempunyai pedoman, yakni tata perayaan ekaristi yang terbagi dalam tahun A, B, dan C. Di dalam tata perayaan ekaristi terutama dalam liturgi ekaristi ada urutan liturginya. Liturgi perayaan ekaristi tersebut ada empat bagian. Diantaranya liturgi pembuka, sabda, ekaristi, berkat, dan penutup. Bahkan kalau OMK memegang teks yang digunakan setiap hari Sabtu dan Minggu. Terlihat jelas bahwa tertera urutannya.

Jadi, OMK harus benar-benar mengerti dan memahami makna dalam dari perayaan ekaristi. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan Seksi Kepemudaan dari Federasi Konferensi-Konferensi Waligereja Asia (FABC, Federation of Asian Bishops' Conferences) di MAKATI CITY, Filipina-UCAN menunjukkan bahwa OMK Asia tidak sepenuhnya memahami makna Ekaristi, Rabu (3/9).

Ekaristi sebagai pusat iman

Liturgi merupakan suatu upacara yang sangat membantu bagi kaum beriman untuk mengungkapkan misteri Kristus serta hakikat asli Gereja (SC.2). Dalam liturgi terlihat adanya realitas pengudusan umat manusia dan pemuliaan Allah dalam dua segi, yakni dari pihak Allah kepada manusia adalah terlaksananya penebusan dan dari pihak manusia kepada Allah adalah terjadinya pemuliaan Allah.

Tampak jelas bahwa dalam liturgi membutuhkan keterlibatan utuh seluruh umat Allah secara pribadi. Perlu disadari bahwa pertemuan liturgi dan ritus yang dirayakan dalam perayaan Ekaristi adalah suatu realitas dari tata keselamatan.

Realitas pengudusan umat Allah dan pemuliaan Allah tampak diwujudkan dalam unsur dialogis liturgi. Adanya dialog inilah yang membuat liturgi menjadi memikat dan mengena pada pribadi setiap umat Allah. Dalam unsur dialogis ini, perjumpaan Allah dan manusia terwujud serta menjadi dasar keselamatan dan perkembangan iman. Dalam liturgi, pemaknaan sejati Ekaristi sungguh nyata, yaitu pada keterlibatan penuh umat Allah atas tawaran panggilan Allah dalam proses dialogis menuju tata keselamatan sejati.

Setiap unsur dalam liturgi, memuat unsur dialogis. Alah menawarkan diri-Nya berupa pengudusan manusia dan manusia menanggapinya dengan jawaban, doa, dan pujian. Dengan Sabda, Allah menjumpai umat-Nya (SC.7) dan jemaat menanggapinya dengan mazmur, pujian, doa, dan pernyataan iman. Bahkan sampai akhir liturgi terjadi dialog kudus tata keselamatan sejati Allah.

Dialog ini akan terjalin dan terjadi dengan baik apabila umat mengenal setiap makna dan detail dalam liturgi. Semakin kita mengerti makna sejati liturgi, semakin kita mencintai dengan liturgi. Semakin kita mencintai liturgi maka semakin tercipta dialog yang lebih intens dengan Allah, apabila dialog menjadi semakin baik. Maka, keselamatan umat Allah semakin mewujudnyatakan dalam dunia, bahkan akan dirasakan oleh setiap pribadi.

Nah, dengan begitu jelas. OMK dapat membuat EKM dengan ciri khasnya. Dan, bagian mana yang tidak boleh diinkulturasikan dan sisi mana yang boleh diinkulturasikan sesuai ciri khas OMK.

Kaum muda dan inkulturasi liturgi

EKM mungkin menjadi salah satu pendorong untuk meningkatkan keterlibatan OMK yang saat ini dirasakan menurun. Dalam EKM, keterlibatan OMK menjadi kunci berhasil tidaknya menjaring OMK.
”Perlu diingat bahwa dalam Perayaan Ekaristi tujuan utamanya bukanlah untuk menyenangkan umat atau OMK. Dalam arti menguatkan umat dalam menjalin hubungan pribadi dengan Tuhan.”

Karena persoalan ini interaksi antara Tuhan yang digambarkan jelas melalui Salib. Kita sebagai OMK selalu disatukan dengan salib. Garis horisontal menggambarkan kehidupan kita di dunia itu seperti apa? Tingkah laku kita baik atau tidak bagi Dia. Maka melalui garis vertikal, OMK selalu diingatkan bahwa kalian berasal dari sana.

Jadi, jangan membuat aturan sendiri dalam EKM. Itulah yang membuat para hirarki menjadi pro dan kontra. Karena dibuat seenaknya tanpa memahami hakekat EKM. Mau tidak mau kadang hirarki meng”gagal”kan EKM yang ada di setiap paroki.

”Pada hakekatnya ekaristi merupakan satu kesatuan jiwa OMK yang dilambangkan dalam roti dan anggur-Tubuh dan Darah Kristus.”

Ketika OMK menerima hosti, apakah benar-benar pasrah pada kehendak-Nya. Itulah yang harus OMK ketahui hakekatnya. Karena perlu ditekankan kembali bahwa Ekaristi bagi Gereja merupakan jantung dan nyawa, sebab segalanya berpusat pada Ekaristi.

Nah, untuk membuat EKM harus jelas makna dan konsep mau dibawah kemana? Untuk masalah alat peraganya itu menjadi nomer yang ke sekian. Jelasnya, bahwa EKM mempunyai tujuan yang bisa menyatukan diri kita dengan Tuhan. Ala, OMK!

Tidak harus memakai alat musik yang wah dan ikut trend masa kini. Trend itu sekarang sudah basi. Seperti menggunakan alat band, diantaranya gitar, drum, dan piano. Itu tidak harus dan bukan tidak boleh. Pertanyaan OMK seharusnya, apa hanya itu alat musiknya?

Kemasan EKM bagi OMK tergantung pada ide dan konsepnya mau dibawah ke mana arah EKMnya? Dan, baru kita menemukan temanya, seperti kerakyatan, sosial-politik, kaderisasi, dan atau keprihatinan OMK terhadap hirarki.

Dengan mengetahui itu semua. OMK menentukan kemasannya, mau dibuat seperti apa dan bagaimana yang pas dan cocok bagi OMK. Tidak meniru dunia germelap. Ada lampunya dengan penuh warna-warni dan dilengkapi follow light.

Jika digali lebih dalam dan dikaitkan dengan makna Ekaristi sejati, maka seringkali pula justru mengaburkan makna. Apabila OMK ditanya tentang apa yang ada dalam EKM, maka banyak orang menjawab bahwa ini merupakan inkulturasi liturgi.

Sekilas dapat dilihat, bahwa dalam EKM terdapat adanya lagu-lagu rohani yang ngepop, RnB, dan Pop Rock. Tetapi bukan pemakaian lagu liturgi, padahal tedapat lagu liturgi yang cocok bagi OMK. Dalam EKM juga dimunculkan tari-tarian yang jika ditelaah makna dan maksudnya mungkin berbeda dengan makna dalam liturgi. Hal lain yang mungkin muncul adalah karena terlalu siapnya petugas liturgi, unsur dialogis perayaan sedikit diabaikan.

EKM mungkin akan menyenangkan bagi ini yang hadir, tetapi tidak jarang justru menjauhkan ini dari makna hakiki Perayaan Ekaristi yang sudah agung dan Indah.

Dalam hal ini, EKM bukanlah panggung hiburan. Konsep dramaturgi liturgi, bukanlah untuk meghibur umat tetapi justru untuk mengarahkan umat dalam kesatuan Agung dengan ALLAH agar sampai pada keselamatan sejati. Seperti yang kita lakukan pada saat doa syukur agung.

”Banyak OMK mengatakan bahwa ini adalah inkulturasi, padahal pembaruan liturgi perlu dikaji secara mendalam agar pembaruan liturgi tidak berlangsung secara liar dan seenaknya.”

Perlunya pendamping OMK yang benar-benar menguasai hakiki Perayaan Ekaristi. Dan, tidak harus menggunakan alat elektrik, OMK bisa membuat kemasan dengan musikalisasi puisi, teater, dan tari-tarian yang sesuai dengan konsep dan tujuan awalnya. Sehingga OMK dapat mengkontekstualisasikan simbol, mitos, dan ritus Katolik sesuai dengan semangat OMK.

Dengan memadukan budaya kita sebagai bangsa Indonesia, kita dapat mengumandangkan negara Indonesia yang mempunyai banyak pulau. Seringkali disebut Nusantara melalui semboyan Bhineka Tunggal Ika. Walaupun berbeda-beda, tetapi tetap satu semangat nasionalisme. Sehingga tidak ada kata lagi kehilangan budaya.

Bahkan di EKM, OMK mendapatkan nilai-nilai yang dapat dikembangkan dan dibudidayakan. Nilai-nilai tersebut, diantaranya kerjasama, rela berkorban, penghayatan iman, kerendahan hati, kesederhanaan, solidaritas, keikhlasan, kepedulian, dan keterlibatan sosial kemasyarakatan.

Bila nilai-nilai tersebut bisa menjadi sikap OMK dalam bermasyarakat, maka gereja akan dapat menghasilkan OMK yang menjadi pembaharu, baik dalam kehidupan meng-Gereja maupun dalam skala yang lebih luas. Sebagai generasi muda bangsa yang mutu.

Seperti yang dilakukan OMK Yogyakarta, Magelang, dan Pekanbaru dalam EKM. Mereka semakin memahami, mengerti makna, dan hakiki perayaan ekaristi. Mereka dengan bebas berbuat sesuai semangat OMK yang penuh iman Katolik.

Selain itu, juga perlu pembentukan tim EKM di kalangan pusat, yakni tingkat keuskupan dan tim EKM di kategorial, yakni paroki membuat kesepahaman tentang EKM dalam duduk bersama dengan cara berdiskusi, sehingga EKM dapat terfilter.

Nantinya, ketika ada yang keblabasan dapat dipeluit oleh tim pusat. Untuk filter, ini menjadi tanggungjawab para hirarki sebagai fasilitator. Sekarang tidak zaman menggunakan strategi top-down, tetapi button-up. Sehingga OMK semakin berani kreatif dan inovatif dalam membuat EKM yang penuh makna dan nilai-nilai Kristiani. Akhirnya, Komunitas Basis Gerejani dapat terwujud di mata hati OMK.

Akhirnya, EKM dapat diwujudnyatakan dan tidak menjadi pro kontra lagi. Tetapi menjadi wujud satu kesatuan OMK di Keuskupan Surabaya dan tetap menjaga dan mengungkapkan kesatuan Gereja Katolik dan di pihak lain mengungkapkan kebudayaan kita dan kebutuhan iman OMK. (asep )

Tidak ada komentar: