Kamis, 24 September 2009

Lebaran 2009


Saling Bermaaf-maafan, Umat Muslim yang Lain Ketiban REJEKI

19 September 2009, tepatnya Sabtu, umat Muslim mengakhiri puasanya dengan malam takbir. Malam takbir merupakan tradisi menjelang Idul Fitri. Diawali dengan Sholat Ied.

Bahkan Lebaran adalah hari yang tidak asing bagi kaum muslim di seluruh penjuru dunia. Hari yang penuh suka cita, di mana kaum muslim dibolehkan kembali makan dan minum di siang hari setelah satu bulan penuh berpuasa.
Lanjut, beberapa umat Muslim mengumandangkan gema takbir, tampak dari depan gang rumah mertuaku. Umat Muslim bersuka cita berkeliling mengumandangkan gema takbir dengan menggunakan fasilitas mobil pick-up. Tiga mobil pick-up dilengkapi berbagai alat musik tradisional, seperti bambu dan bedhug. Begitu juga tampak di sekitar Taman Bungkul, umat Muslim mengumandangkan gema takbir.

Keesokan paginya, umat Muslim berjamaah bersama melaksanakan sholat Ied. Tampak di Masjid Kemayoran. Masjid Kemayoran, salah satu aset berharga warga kota Surabaya. Karena merupakan cagar budaya yang dilindungi pemerintah setempat. Dengan khidmat, umat Muslim menjalankan sholat Ied. Hingga keluar jalan mendapati jalan Indrapura depan kantor DPR.
Terlihat penyekat garis putih untuk memudahkan pelaksanaan sholat Ied. Setelah menjalankan sholat Ied, umat Muslim nyekar kepada saudara-saudarinya yang mendahului mereka. Dan, dilanjutkan dengan saling memaafkan kerabat terdekatnya. Sebelumnya itu saling bermaaf-maafan dengan keluarga melalui tradisi sungkeman.

Tradisi sungkeman merupakan tradisi orang Jawa yang menghormati orang yang lebih tua dan mohon maaf atas tindak tanduk selama setahun lalu. Karena pemaknaan Idul Fitri adalah kembali kepada fitroh (suci) karena dosa-dosa kita telah terhapus.

Selain nyekar, umat Muslim pergi ke tetangga kanan kiri untuk bermaaf-maafan. Paling salut bagi umat Muslim, di kampung Krembangan, tetangga yang Muslim malah berkunjung kepada umat yang non Muslim. Untuk saling bermaaf-maafan, mungkin selama setahun lalu mempunyai tutur kata yang tidak berkenan di hati umat non Muslim, Minggu (20/9).

Karena jenuh beberapa hari libur, penulis mulai menjalankan aktifitasnya dengan menghidupkan mesin sepeda motor untuk berkelilingi ke jantung kota Surabaya dan jalan protokol. Jalan protokol tanpa sepi, pengguna jalan dapat dihitung dengan jari. Mulai dari jalan Pahlawan, Siola, Tunjungan, Gubernur Suryo, Panglima Sudirman, Basuki Rahmat.

Hingga kembali ke Gubernur Suryo menuju tempat tongkrongan-Transnet. Seperti yang dikatakan Teguh-operator Transnet. Jalan-jalan tampak sepi, tapi warnet ini malah ketiban rezeki. Karena baru kali pertama, warnet Transnet buka di saat lebaran. Selalu penuh costumer sampai nolak-nolak dengan halus.

"Kebanyakkan, costumer baru yang mengirim ucapan selamat lebaran. Entah untuk kerabatnya atau mungkin pacarnya yang berada di luar kota," obrol Teguh.

Tak lama kemudian, waktu menunjukkan pukul 14.00 wib, keponakkanku datang untuk cari data tentang bentuk-bentuk puisi. Perut tidak bisa dikompromi, akhirnya bersama saudara. Kami makan disamping Tunjungan Plaza makan soto ayam. Kenyang sudah perut. ”Makanlah sebelum lapar, berhentilah sebelum kenyang, peribahasa ini memang benar adanya. Makanlah secukupnya, ingat saudara-saudari kita.”

Pulang melintasi arah Balai Pemuda menuju Walikota Mustajab. Tidak seperti biasanya, Sate Kelapa Ondemohen itu yang berjualan tujuh pedagang kaki lima dadakan di samping kanan kiri. Tempat jualannya di jalan pejalan kaki dengan lesehan, Senin, (21/9). Ramai penuh pembeli dan peminat sate kelapa. Pembeli kelas menengah hingga kelas atas.

Bahkan saat melintasi pasar besar, belok ke kiri arah jalan tembakan. Di samping kanan ada PKL dadakan lagi. Yang ini berjualan nasi pecel. Tampak sepi pengunjung, karena di daerah tersebut menjadi jalur cepat. Apalagi sepi pengguna jalan. Padahal sudah dihimbau bahwa kecepatan di kota tidak boleh melebih 40 km/jam.

”Capek rasanya badan si penulis, sampai rumah tiduran dan menjalankan aktifitas seperti biasanya.”

Selasa, (22/9) setelah bersih-bersih rumah mertua. Penulis berpamitan ke Ibu Mertua untuk online di markas Transnet. Ternyata, sekitar gubernur Suryo terdapat tiga PKL dadakan dengan menu soto ayam dan daging. Pengunjungnya lumayan ramai. Sambil melepas lelah melihat kokohnya Tugu Pahlawan. Pengguna jalan berhenti dan duduk lesehan makan soto ala PKL dadakan.

Waktu menunjukkan pukul 12.30 wib, istri penulis memberikan warning. Nanti pukul 13.00 menemani Kak Peter ke bandara Internasional Juanda untuk jemput Pak Tommy. Keberadaan penumpang domestik tampak ramai. Walaupun mendekati arus balik. Penumpang pesawat terbang selih berganti keluar dari bandara. Begitu juga stasiun-stasiun yang berada di kota Surabaya. Padat! Apalagi, teman-teman jurnalis mengabarkan arus balik akan tampak ramai dari pantauan stasiun Pasar Turi.

Persis jam 17.15 wib, Pak Tommy tiba di bandara Juanda, tampak jelas sedang turun dari eskalator. Semua aktifitas telah kulalui. Saatnya penulis mempersiapkan 40 hari mertua laki-Z. Pattinasarany, karena Rabu (23/9) ada kebaktian untuk mertua, papa, opa kami tercinta. (asep)

Ilustrasi diambil dari google.image.co.id

Tidak ada komentar: