Minggu, 31 Januari 2010

Diskusi Jumatan Bengawan


Tampilkan Anak Koruptor

Komisi Kepemudaan yang bermarkas di Catholic Center, jalan Bengawan mempunyai beberapa kegiatan. Salah satunya diskusi Jumatan Bengawan yang diadakan setiap hari Jumat.

Berbagai materi yang dibahas dalam diskusi ini, diantaranya bedah film, buku, artikel, dan kasus yang aktual di wilayah Keuskupan Surabaya. Bahkan kasus berada di Surabaya maupun nasional. Seperti kasus nasional, yakni Prita pernah dibahas dalam diskusi Jumatan ini.

Diskusi Jumatan Bengawan kali ini, Jumat lalu (29/1) diadakan di lantai dua, dihadir kurang lebih 25 orang muda katolik membahas tentang musyawarah pastoral yang didahului dengan pentas teater dari komunitas Sanggar. Komunitas Sanggar ini, salah satu bagian dari Komisi Kepemudaan.

Mengawali diskusi ini, komunitas Sanggar mementaskan Anak Koruptor. Anak Koruptor disutradarai Albertus Prameidy dan penulis naskahnya Eric ”Genjur”, diperankan oleh tiga tokoh. Diantaranya anak diperan oleh Edo, ibu diperankan oleh Filia, dan Rico memerankan Abu. Abu di sini seorang kacung yang setiap harinya menemani majikannya, yakni ibu.

Ibu selalu bercerita tentang anaknya yang susah diatur kepada Abu. Karena anaknya mempunyai sifat sombong dan congkak. Binggung akan tingkah laku anaknya yang sombong dan korupsi ini. Menjadi pikiran dalam hati ibunya, hingga sempat jatuh di ruang tamu. Abu menolongnya dan mencoba memberikan pengharapan supaya tidak selalu memikirkan anaknya yang koruptor.

Pada ending cerita itu mengatakan bagaimana jika yang koruptor itu bukan orang lain, melainkan dirinya sendiri yang menjadi koruptor.

Selesai pentas teater tersebut, Yudhit Ciphardian sebagai moderator mengajak para hadir untuk mengapresiasi dari Anak Koruptor. Dionita menanyakan bagaimana memilih peran atau tokoh dari Anak Koruptor. Karena menurut Dionita, Edo kurang pas menjadi anak. Sifatnya tidak dapat dalam cerita Anak Koruptor tersebut. Malah si Abu yang cocok menjadi tokoh si anak, tanyanya.

Salah satu anggota komunitas Sanggar menjawab bahwa proses penentuan tokoh itu melalui casting atau audisi kecil-kecilan. Kalau peran Edo menjadi tokoh anak, kami menilai bahwa karakternya kuat. Sedangkan Rico lebih cenderung pada olah vokal. Nah, kebetulan yang dicasting itu hanya tiga orang. Maka Ibu itu diperankan oleh Filia dan tidak ada lagi ceweknya, jawabnya dengan canda.

Beberapa saat kemudian, setelah mengapresiasi Anak Koruptor ini. Moderator mencoba menggabungkan masalah tersebut dengan musyawarah pastoral yang telah diadakan pada November tahun lalu.

Dan, untuk hasil dari musyawarah pastoral ini, Romo Tri Kuncoro Yekti menjelaskan secara singkat hasil dari musyawarah pastoral. Intinya dari musyawarah pastoral ini menelorkan arah dasar dari pastoral Keuskupan Surabaya. Di dalamnya musyawarah pastoral ini terdapat berbagai elemen yang mempunyai berbagai program.

Seperti keluarga mempunyai program kunjungan dan kumpul keluarga. Untuk orang muda katolik mempunyai program, yakni kaderisasi dan mempercayakan kepada orang muda katolik untuk membuat event atau kegiatan. Di mana kepanitiaannya ditangani oleh semua orang muda katolik. Sedangkan Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan (HAK) mempunyai program untuk menyuarakan Ajaran Sosial Gereja (ASG) kepada umat dan orang muda katolik di parokinya masing-masing.

Salah satu Mudika Paroki St Vincentius a Paulo, Widodaren menanyakan tentang kaderisasi mudika di paroki dan tidak mudah mempercayakan event atau kegiatan orang muda katolik, tanyanya.

Untuk hal itu nantinya akan kita kontrol melalui hirarki. Karena setiap paroki mempunyai program tersusun yang telah dirumuskan dalam musyawarah pastoral diantaranya yang saya sebutkan. Dan, untuk kegiatan yang sifatnya besar itu harus ada minimal satu tahun sekali kegiatan besar. Untuk kepercayaan pada orang muda katolik sejak dulu sebenarnya harus diterapkan dan kapan lagi. Karena nantinya merekalah akan yang menggantinya, jawab romo cun cun, panggilan akrabnya. (asep)

Tidak ada komentar: