Minggu, 31 Januari 2010

Yayasan Paratha Bhakti


Berhenti Sejenak, Satukan Diri Dalam Tuhan

”Banyak penderitaan dalam hidup ini yang tidak bisa diubah oleh kita. Namun kita bisa mengubah sikap kita terhadap situasi penderitaan itu.”

Sering kali kita jenuh dengan rutinitas yang selama ini kita jalani. Di mana kita berada, entah itu di dunia bisnis, pendidikan, sosial, dan pemerintahan. Rasanya bosan menghadapi pekerjaan serba memupuk di atas meja kerja kita.

Bahkan suasana hati menjadi suntuk. Apalagi tujuan yang ingin kita capai, tak kunjung sampai?. Saat inilah, di tahun 2010 berhenti sejenak mengali segala rutinitas yang kita jalani. Untuk kita refleksikan melalui cermin pribadi kita.

”Maju tidaknya pribadi kita memang tergantung pada diri kita. Namun kita perlu menyerahkan diri kita kepada Allah melalui kelembutan hatiNya. Dan, rahmat Allah harus selalu kita syukuri, pasti menjadi berkat dan anugerah bagi kita bersama.”

Dengan begitu kita dapat menjalani rutinitas kita dengan happy always bersamaNya. Seperti yang dilakukan oleh Yayasan Paratha Bhakti sepanjang tahun 2009 berkarya di dunia pendidikan penuh dengan rutinitas. Kadang kita lelah dengan job kita, nah dari sinilah kita memerlukan istirahat untuk melakukan cermin diri, yakni retret. Bagi staf kependidikan dan staf non kependidikan.

Retret kali ini diadakan di Bintang Kejora, Pacet diikuti seluruh unit yang berada pada naungan Yayasan Paratha Bhakti. Diantaranya unit Santa Maria Pacet, Sidoarjo, Surabaya, dan Yayasan sendiri. Terbagi dalam 4 gelombang mulai Senin (11/1) sampai Selasa (19/1). Masing-masing gelombang terdiri dari 40 sampai 50 orang, kata Sr. Erna, OSU.

Retret tahun ini dibimbing oleh dua pastor dari Ordo Salib Suci, yakni Romo Eka WDS, OSC berasal dari Magelang dan Romo Aaron T. Waruwin, OSC berasal dari Nias, Sumatera Selatan. Para pendampingnya dari suster-suster Ursulin yang berdomisili di Raya Darmo 49 Surabaya.

”Dua pastor ini berdomisili di rumah retret Pratista, Cisarua-Bandung. Mereka berdua berkarya di pendampingan rekoleksi dan retret.”

Selama 2 Minggu lebih, para romo ordo Salib Suci ini membimbing staf non kependidikan dan kependidikan Yayasan Paratha Bhakti dengan gaya dan ciri khasnya, yakni gerak tubuh, mimik, dan ekspresinya.

Sebelum menjalani retret, romo yang berasal dari Nias mengajak menyamakan presepsi kita sebagai peserta retret. Apa tujuan kita ke Pacet sebenarnya?, tanya romo Aaron. Salah satu peserta menjawab bahwa ke Pacet ini ingin santai. Romo Aaron menjawab bahwa kita datang di Pacet bukan hanya sekadar santai, tetapi menjalani retret. Retret berarti merefleksikan kembali segala rutinitas kita yang selama ini kita lakukan di Surabaya di tahun 2009.

Tujuannya membangun relasi dengan diri kita bersama orang lain, terutama menjalin relasi dengan Tuhan secara utuh, yakni mendengarkan suaraNya dan menghargai pribadi orang lain. Di mana melalui orang lain, Tuhan hadir untuk menuntun perziarahan hidup kita. Kita sebagai umatNya perlu membangun sinerigi 4K. Diantaranya kebersamaan, kerjasama, keterbukaan, dan keajaiban, paparnya.

”Keajaiban ini kita dapat menemukannya melalui hal-hal baru dalam karya kita di dunia pendidikan. Bagaimana kita melayani siswa-siswi kita dengan tulus hati.”

Sehingga untuk mengejahwantakan retret kali ini, panitia mengusung tema : ”Belajarlah daripada-Ku sebab Aku Lembut dan Rendah Hati.” Kalimat ini salah satu dari nasehat St. Angela.

Tema retret ini menarik sekali, karena kita hidup di dunia masih berpusat pada aku, bukan berpusat pada Tuhan sendiri. Bila kita berpusat pada aku, pasti kita akan terlena pada kerasnya dunia. Dunia ini penuh dengan keegoisan, kemufanikan, uang menjadi segala-segalanya, dan teknologi yang canggih menjadi ketergantungan terhadap pribadi kita.

Padahal teknolgi hanya sebagai pendukung rutinitas kita, tetapi ketika teknologi tersebut hilang dan rusak. Seakan-akan kita tidak dapat berbuat apa-apa dengan menjalani rutinitas. Misalnya alat pendukung (laptop dan LCD), karena kita masih menghambakan dan mengantungkan teknologi serba canggih. Kreativitas manusia menjadi terbukam oleh teknologi, jelas romo yang berasal dari Magelang ini.

Romo Eka juga mengajak seluruh staf non kependidikan dan kependidikan ini untuk selalu melibatkan Tuhan dalam pribadi kita. Melibatkan Tuhan dalam perziarahan hidup kita ini dapat mengolah rasa iman kita dengan tidak sekedar kewajiban dan keharusan lagi. Melainkan kita sebagai umatNya menjadi peka dan kebutuhan menjalani relasi dengan Tuhan, ajaknya.

Untuk melibatkan Tuhan pada pribadi kita perlu mengolah diri melalui empaty kita terhadap orang lain. Dengan cara mendengarkan dan menghargai orang lain melalui hati dan pikiran kita yang terbuka pada orang lain. Sehingga kita bisa melihat 4 dimensi manusia yang saling berkaitan, yakni fisik, mental, sosial, dan spiritual.

Dimana fisik lebih pada kebutuhan primer, mental berpusat pada kasih sayang, sosial tertuju ekonomi serta status, dan spiritual berpusat pada rohani.

Lebih jauh lagi, dalam teori Psikologi bahwa kita dapat menilai diri kita dengan satu tes kepribadian secara tertulis. Tes kepribadian ini mengajak kita untuk mengerti kelebihan dan kekurangan kita. Kelebihan dan kekurangan ini menjadi dasar dari perubahan diri kita. Perubahan tidak ada kata terlambat dalam diri kita. Perlu adanya proses menuju perubahan. Perubahan itu, 90 persen dari alam bawah sadar diri kita yang tergerak untuk memotivasi diri kita sendiri.

”Dimana penderitaan itu berkat bagi yang beriman pada Allah, karena luka tak akan hilang dengan sendirinya.”

Perubahan dapat dilakukan melalui proses diri kita sendiri dengan berkomitmen pada kedekatan Allah. Kedekatan Allah ini memerlukan daya tarik yang paling dalam, yakni kasih. Seperti yang dikatakan oleh St. Angela pada warisan no. 1.6 ”Cintailah dan Lakukanlah Apa Yang Kau Kehendaki.”

Romo Aaron menegaskan bahwa melalui kalimat St. Angela ini, kita diajak untuk membangun semangat atau spirit dengan sikap partisipasi diri kita. Kedua sikap ini perlu dibarengi action atau tindakan kita dengan berani memutuskan sikap dan komitmen yang tinggi. Fokus pada komitmen ini perlu menciptakan suasana hati yang happy. Sehingga kita sebagai citra Allah mempunyai keseimbangan diri antara think dengan feel, tegasnya. (asep)

Tidak ada komentar: