Senin, 01 Juni 2009

HAK


Studi Lintas Iman di Jogjakarta
Oleh Silvester Woru, Wartawan T. Jubileum


Sebanyak 25 perwakilan kelompok kategorial dan komisi, pengurus Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan (HAK), Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI), Yayasan Lembaga Karya Dharma (YLKD), dan Komisi Kerasulan Awam (Kerawam) mengikuti studi lintas iman di Jogjakarta, 20-21 Mei 2009. Tempat yang dituju adalah Gua Maria Sedangsono, Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKIS), serta Komunitas Banyu Urip. Rombongan peserta didampingi Pastor Harjanto Prajitno, Ketua Komisi HAK Keuskupan Surabaya.

Rabu, pukul 18.00, peserta berangkat dari Wisma HKY menuju Jogja dengan menggunakan bus Kalisari. Tiba di Gereja Katolik Promasan pukul 03.00, langsung naik angkot menuju Sedangsono. Peserta melakukan jalan salib dari Promasan dengan rute menuju Gua Maria Sedangsono. Meskipun cuacanya dingin serta jalan licin karena hujan, rombongan mengikuti jalan salib menyusuri bukit Manoreh dengan semangat.

Tiba di pemberhentian ke-14 di kompleks Gua Maria, tepat pukul 05.30. Setelah itu rombongan mempersiapkan diri: mandi, berdoa pribadi di Gua Maria. Jam 07.00 pagi peserta mengikuti Misa Hari Raya Kebangkitan Tuhan Yesus di Kapel Maria Kompleks Gua Maria Sedangsono. Selesai misa rombongan berangkat ke Yayasan LKIS di Jalan Pura I, Sorowajan Baru Banguntapan, Bantul. Rombongan dipandu Mas Kusumo dari Komisi HAK Keuskupan Agung Semarang.

LKIS dan Penerbit Kanisius
Tiba di LKIS, rombongan diterima oleh Mbak Puspita dan Mas Sukron Peneliti Divisi Media dan Budaya LKIS, serta Mrs. Chatty, relawan di LKIS asal Australia. Rombongan langsung menuju ke pendopo untuk berdialog dengan rekan-rekan LKIS. Rm. Harjanto mewakili rombongan memberikan penjelasan dan gambaran tentang Keuskupan Surabaya, termasuk Komisi HAK. Komisi HAK adalah bagian dari Keuskupan Surabaya yang memfokuskan pada dialog antara agama dan kepercayaan.

Dialog langsung diisi dengan tanya jawab soal kehidupan beragama di Indonesia. Mbak Puspita yang mewakili LKIS memberikan penjelasan tentang apa itu LKIS kepada rombongan. Yang menarik LKIS selama ini kita kenal lewat buku-buku terbitannya yang memuat tentang pemikiran Islam. Berbagai kajian Islam baik yang klasik maupun kontemporer diterbitkan oleh LKIS.

Pada 1992 LKIS didirikan oleh aktivis-aktivis muda Nahdlatul Ulama dari Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Situasi dan kondisi pada waktu itu mendorong para aktivis mendirikan sebuah lembaga kajian yang memfokuskan pada dunia keislaman. Islam tidak hanya menjadi sebuah ritual, tetapi menjadi sebuah ajaran profetik yang selaras dengan perkembangan zaman saat ini. Kajian-kajian ini yang memberikan gambaran tentang Islam di Indonesia di tengah keberagaman baik suku, agama, budaya dan bahasa. Islam adalah rahmat bagi semua umat di dunia. Secara organisasi LKIS independen, tidak masuk dalam struktural NU.

Aktivitas sehari-hari LKIS adalah membuat kajian-kajian, penelitian, diskusi, menerbitkan buletin, membuat film dokumentasi, pemberdayaan terhadap ibu-ibu, anak muda dan remaja putri di pesantren. Selain itu menerbitkan buku-buku dan percetakan serta mengelola pondok pesantren. LKIS memiliki jaringan yang cukup luas baik baik di dalam negeri maupun luar negeri. Ada pelatihan untuk mahasiswa sesuai dengan kebutuhannya, ada pendampingan remaja putri lintas agama seperti di Solo, Jogja, dan Magelang. Ada tiga divisi untuk memayungi berbagai kegiatan tersebut. Pertama, Divisi Media dan Budaya, divisi penerbitan dan percetakan, serta divisi pemberdayaan ibu-ibu dan remaja putri.

Setelah dari LKIS, rombongan menuju ke Penerbit Kanisius di Jalan Cempaka IX, Deresan. Di Kanisius rombongan diterima oleh Komunitas Banyu Urip. Merupakan bagian temu kebatinan Komisi HAK Keuskupan Agung Semarang. Komunitas ini memfokuskan pada ajaran kebatinan yang bersumber pada kitab suci dan ajaran Yesus. Kemudian peserta langsung diajak ke ruang pertemuan untuk melakukan dialog dengan Komunitas Banyu Urip. Dialog terasa hidup karena peserta diajak untuk menyaksikan berbagai atraksi menarik.

Dengan moto “dalam nama Yesus-bisa-harus bisa-pasti bisa” peserta ditunjukan dengan beberapa atraksi seperti mematahkan pensil dengan jari tangan, mematahkan pensil dengan selembar Rp 50.000, menancapkan sedotan air es di buah kentang, dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan ini merupakan bagian dari olah batin.

Menurut Supriyatmo, pembina Banyu Urip, komunitas ini berujuan supaya kita mengenal diri sendiri. "Kita membuat pelatihan khusus untuk kaum muda dan pensiunan supaya mereka lebih percaya diri dalam menghadapi berbagai persoalan hidup. Kemudian memotivasi bahwa Tuhan itu ada di sekitar kita. Kita memang sering lupa dengan tujuan hidup kita." Menurutnya, kegiatan ini bukan hipnotis yang biasa kita kenal, tapi ini bersumber pada kitab suci.

Setelah menyaksikan berbagai atraksi dan penjelasan dari Banyu Urip, rombongan langsung menuju Taman Komunikasi Kanisius. Ada yang sekadar melihat koleksi buku dan juga ada yang borong buku terbitan Kanisius. Berbagai judul buku yang dibeli dengan harga yang terjangkau. Studi lintas iman ini sangat bermanfaat bagi kehidupan umat Kristiani untuk membangun komunikasi antara umat beragama. Menurut salah seorang peserta, YM Koesrin, kegiatan perlu dilakukan supaya kita saling mengenal dengan berbagai komunitas agama di sekitar kita.

Rangkaian kegiatan dilanjutkan ke Malioboro yang ramai, apalagi bertepatan dengan hari libur. Jalan Malioboro penuh dengan pengunjung yang sekadar cuci mata dan juga shooping. Tepat pukul 18.00 rombongan kembali ke Surabaya. (*)

Tidak ada komentar: