Senin, 01 Juni 2009

Sambut Hari Komunikasi Sosial Sedunia Ke-43


Konsistensi Pengolahan
dan Penerbitan Media Paroki


“..............demikian juga pada masa kini, karya pewartaan Kristus dalam dunia teknologi baru menuntut suatu pengetahuan yang mendalam tentang dunia jika teknologi itu dipergunakan untuk melayani perutusan kita secara berdayaguna....................”
(artikel 8, Pesan Hari Komunikasi Sosial Sedunia ke 43 Bapa Suci Benediktus XVI)

Sambut Hari Komunikasi Sosial Sedunia dengan tajuk ”Menciptakan Manajemen Media Paroki”. Kegiatan ini diadakan di Wisma Pastoran Hati Kudus Yesus, Sabtu lalu (23/5). Dan, dihadir oleh 35 peserta dari beberapa paroki yang ada di Surabaya. Di antaranya pengelola, pelaksana media paroki, dan koresponden Tabloid Jubileum.

Tidak hanya itu, kegiatan ini juga dihadiri oleh pemerhati media paroki, yakni Romo Eko Budi Susilo-Pemimpin Umum T. Jubileum, Romo Al. Budi Prasetio-Ketua Komunikasi Sosial, Errol Jonathans-Direktur Operasional Suara Surabaya Media.

“Pelaksanaan Hari Komunikasi Sosial Sedunia ini bekerjasama dengan Tabloid Jubileum, Warta Paragonz, dan Komisi Komunikasi Sosial Keuskupan Surabaya.”

Sesuai jadwal yang telah ditentukan oleh panitia, setelah registrasi peserta. Kegiatan ini dimulai pukul 10.00 oleh moderator kita, Dewa Made R.S. Dan, dibuka oleh Romo Al. Budi Prasetio dengan doa pembuka.

Tak panjang lebar, Dewa memanggil ketiga narasumber dari tim Warta Paragonz untuk menyampaikan materi: bagaimana menciptakan dan mengelola media paroki. Ketiga narasumber dari tim Warta Paragonz, di antaranya Anton Suliyanto, Benyamin T. Gunadi, dan Yunani Luciana.

Yunani selaku pemimpin redaksi menjelaskan pengertian majalah itu sendiri. Setelah kita mengetahui arti dari majalah tersebut. Kita dapat membuat atau menciptakan majalah gereja. Intinya bahwa majalah gereja berisikan tentang pewartaan yang sesuai dengan kebutuhan umat paroki setempat.

Nantinya majalah ini sebagai jembatan antara hirarki, dewan paroki, dan umat. Sifat majalahnya bottom up dengan mengakomodir kebutuhan umat paroki setempat, jelas pemimpin redaksi warta paragonz.

Alhasil, kita dapat menentukan peran dan batas majalah gereja. Dengan begitu persiapan untuk menelorkan majalah gereja dapat dilakukan lebih lanjut. Melalui menentukan konten atau isi majalah, di antaranya rubrik yang akan kita sajian kepada pembaca. Semisal surat redaksi, seputar paroki, liputan kegiatan, sorotan, profil, dan humor.

Lanjut, kita telah siap menerbitkan majalah gereja. Tinggal menentukan tahap preproduksi dan produksi melalui berapa jumlah cetaknya sekali terbit.

”Penentuan terakhir, kita mencari percetakan yang paling murah sesuai kebutuhan kita. Dengan hasil yang maksimal untuk kita sajikan kepada pembaca. Pembaca, kita manjakan melalui media kita.”

Kemudian Anton mensharingkan pengalaman selama menjadi redaksi pelaksana. Redaksi pelaksana menjadi salah satu penentuan kekuatan dari majalah. Karena mereka apinya majalah. Terbit tidaknya majalah juga tergantung pada redaksi pelaksana dan menjadi penentuan.

Penentuan redaksi pelaksana merumuskan kinerja majalah mulai dengan rapat redaksi untuk menentukan tema-tema yang akan disajikan kepada pembaca. Hingga berkesan dan bermakna bagi pembaca, seru redaksi pelaksana.

Selain itu redaksi pelaksana membagi tugas dalam pencarian berita di segala penjuru kepada reporter atau wartawannya. Dan, menentukan deadline artikel untuk reporter.

Redaksi pelaksana juga mempunyai link kepada para kontributor penulis untuk dimuat di kolom tertentu yang telah disediakan redaksi pelaksana.

Bukan hanya itu saja, redaksi pelaksana masih berlanjut tugas mendamping design grafis dalam pembuatan cover. Semuanya telah terhimpun dalam satu kesatuan, mendekati terakhir bagi redaksi pelaksana menentukan tata letak berita yang akan diterbitkan bersama layouter. Layouter bertugas sebagai pengatur letak isi berita untuk didesain secara apik. Sehingga pesannya dapat dimengerti cepat dan jelas oleh pembaca.

Terakhir untuk redaksi pelaksana untuk menentukan proses cek akhir untuk dibuatkan film dalam proses cetak supaya menjadi majalah gereja yang apik dan berimage di mata pembaca. Jadilah majalah gereja dan siap didistribusikan kepada pembaca. Kembalinya redaksi pelaksana memikirkan konsistensi penerbitan majalah dengan satu kata, yakni menghimpun dana penerbitan majalah, tambahnya.

”Jadi penerbitan majalah harus menciptakan sinergi antar tim, bukan saling tergantung kepada yang lainnya. Sinergi membangun kemajuan langkah awal penerbitan majalah gereja. Jaga sinergi ini secara bersama-sama, jangan sampai lepas dan hilang.”

Lain halnya Benyamin selaku pemimpin umum Warta Paragonz menjelaskan fungsi dari komunikasi sosial. Awalnya bertanya-tanya kepada para hirarki. Yang ada jawabannya mengambang di dataran.

Dengan insiatif sendiri, Benjamin memikirkan fungsi dari komunikasi sosial. Komunikasi sosial salah satu bentuk hubungan umat dengan para hirarki untuk saling mengingatkan perkembangan gereja dan iman umat. Sehingga sifat dari komunikasi sosial adalah pewartaan kepada terang Injil yang menjadi garam dan terang dunia, jelas pemimpin umum Warta Paragonz.

WORKSHOP JURNALISTIK

Usai makan siang, sambut Hari Komunikasi Sosial Sedunia ke-43 dilanjutkan kembali. Moderator-Agustinus Sepanca Naryanto memanggil narasumber, yakni Lambertus L. Hurek. Hurek ini, salah satu editor dari Tabloid Jubileum dan bekerja di media harian, yakni Radar Surabaya sebagai redaktur.

Lambertus L. Hurek menjelaskan tentang menulis berita yang lebih pada soft news atau lebih dikenal dengan feature. Salah satu unsur dari feature adalah deskripsi-deskripsi yang memperjelas dan menyentuh hati pembaca, jelas redaktur Radar Surabaya.
Bukan hanya itu, Hurek juga memberikan contoh berita yang ditulis oleh wartawan Kompas, 5 Januari 2004 dengan Lilin Pembawa Berkah di Sendangsono. Berita ini unsur deskripsinya banyak sekali. Menjelaskan kehidupan sehari-hari dan pribadi Mbah Sowiredjo dengan jelas serta detail.

Medianya pun tak lupa dibawahnya sebagai contoh berita soft news. Bahwa soft news merupakan berita yang mengandung 5W+1H, namun dikemas dengan gaya bahasa ringan, dan biasanya beritanya menarik (human interest).

Jadi, berita yang telah terjadi dua Minggu atau pun satu bulan dapat disajikan secara menarik dengan soft news. Dan, di dalam soft news kita harus selalu memakai kalimat langsung di dalamnya, tambahnya.

Untuk media paroki perlu diketahui untuk penulisan berita, janganlah menulis acaranya bagaimana, kapan diadakan, dan apa homilinya romo. Tetapi menjelaskan situasi dan kondisi acara tersebut dengan detail. Sehingga nilai beritanya mempunyai human interest.

Workshop menulis soft news diakhir dengan cafe break selama lima belas menit. Lanjut pada workshop fotografi jurnalstik yang disampaikan oleh Yohanes Totok dari Suara Surabaya.net.

Yohanes Totok mengemukakan pendapatnya mengenai dasar dan teknik foto jurnalistik. Dalam dunia jurnalistik, foto merupakan kebutuhan yang vital, sebab foto merupakan salah satu daya pemikat bagi para pembacanya. Jurnalistik foto adalah fotografi oleh pres dan foto-foto yang dihasilkan untuk pemberitaan disebut foto berita.

“Jadi seorang fotografer Jurnalistik tidak hanya sekedar membidik objek. Tetapi mencari celah-celah supaya dapat masuk dalam momen-momen yang apik. Dan, tidak terburu-buru membidik objek. Lihatlah situasi dan kondisi yang kita hadapi, semisal ada demo tentang pornografi, Forum Pembela Islam mendukung keras undang-undang tersebut.”

Totok mengungkapkan bahwa dia tidak langsung membidik demo tersebut, melainkan mencari celah supaya dapat masuk di situasi demo tersebut. Dengan memakai seikat kain putih sebagai tanda dari Forum Pembela Islam. Barulah membidik aktifitas demo tersebut.

“Karena kalau tidak memakai kain putih taruhnya nyawa dalam bertugas, jelasnya.”

Situasi dan kondisi telah kita kuasai, tinggal kita mencari angel yang paling bagus untuk membidik objeknya. Melalui berbagai posisi dan sudut. Membidik tidak monoton lurus dan vertikal pada objek. Kita bisa dari atas, bawah, samping kanan dan kiri dalam membidik objeknya.

Alhasil, Totok tidak hanya berbicara mengenai dasar dan teknik foto jurnalistik. Melainkan mempraktekkan cara membidik yang benar. Dan, memperlihatkan hasil bidikannya. Di antaranya foto pengusuran stren kali Jagir, Lumpur LAPINDO, PKL Keputran, dan aktivitas TNI.

Dalam materinya, Totok juga menjelaskan perkembangan fotografi jurnalistik. Dasar kelahiran pertumbuhan jurnalistik foto, menurut Soelarko yang dikenal sebagai bapak fotografi di Indonesia, ditentukan oleh tiga faktor, yakni rasa ingin tahu manusia yang merupakan naluri dasar dan menjadi wahana kemajuan, pertumbuhan media massa sebagai audio visual yang memuat tulisan dan gambar, kemajuan teknologi yang memungkinkan terciptanya kemajuan fotografi dengan pesat, jelasnya. (asep)

Caption: 1. MATERI pertama disampaikan oleh tim Warta Paragonz.
2. HUREK sampai soft news. (foto: anton KOMSOS Keuskupan Surabaya)

Tidak ada komentar: